Mohon tunggu...
Shishi Amelia
Shishi Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Saya adalah Mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta yang sedang menjalani program studi Pendidikan Sosiologi angkatan 2023.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persoalan Stunting di Indonesia

26 Oktober 2023   03:34 Diperbarui: 26 Oktober 2023   03:54 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shishi Amelia

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

Sisyamel9@gmail.com

PENDAHULUAN

            Permasalahan stunting adalah permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia, permasalahan ini begitu kompleks sehingga perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam penganggulangan persoalan ini. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia menjadi negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

            Stunting adalah kondisi ketika seorang anak mengalami kurang gizi dan nutrisi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya. Beberapa di antaranya mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit. Stunting terjadi jika adanya kekurangan asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai sejak janin hingga anak berumur dua tahun. Penentuannya indikasi seorang anak biasanya dilakukan dengan menghitung berat badan menurut umur (BB/U).

Tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang didasari dengan standar deviasi unit z (Z- score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Seorang anak dikatakan stunting apabila skor Z-indeks TB/U- nya di bawah -2 standar deviasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Pemenuhan gizi selama masa HPK sangat penting agar tumbuh kembang anak dapat optimal. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Stunting bukan hanya sekadar masalah statistik, melainkan merupakan cerminan dari kondisi sosial, ekonomi, dan kesehatan yang memengaruhi kehidupan anak-anak di Indonesia.

            Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukan adanya penurunan prevalensi menjadi 27,67 persen pada tahun 2019 dari 30,8 persen pada tahun 2018. Data ini turun sekitar 6% ditahun 2022 sebesar 21,1%. Walaupun demikian angka ini masih digolongkan tinggi sesuai dengan standar WHO yang menetapkan kemaksimalan pada 20 persen. Angka ini menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting yang artinya sekitar 6,3 juta anak di Indonesia mengalami indikasi ini (Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2023).

Keluarga menjadi aktor kunci dalam mengatasi sebab-sebab stunting tersebut. Keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan. Anak stunting memiliki badan dan otak yang stunting. Anak stunting memiliki kehidupan yang stunting pula (Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin, 2023).

            Akan hal ini perlu dilakukannya analisis faktor-faktor penyebab serta dampak yang diharapkan akan mendorong upaya pemerintah serta masyarakat menjadi lebih efektif dan terkoordinasi dalam mengurangi tingkat stunting dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia hingga mencapai target penurunan stunting di tahun 2024.

ISI

            Masalah anak stunting tidak bisa dianggap enteng karena permasalahan ini berdampak pada masa depan bangsa. Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, sehingga diperlukan penelaahan dan pendekatan gizi kesehatan masyarakat secara komprehensif untuk dapat secara efektif merancang program yang berbasis evidence dan berfokus pada pencegahan (Ketua Umum IndoHCF Dr. Supriyantoro, 2020).

            Dalam laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 15.6% selama hampir satu dekade terakhir, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 21,6% (2022). Walaupun begitu data ini masih tergolong lebih tinggi daripada target yang ditetapkan tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2023 sebesar 14%.

            Dari hasil Studi status gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan tahun 2019 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,6%. Sedangkan di Provinsi Bali sebesar 14,4% dan jika melihat persentase stunting di provinsi Bali tahun 2020 sebesar 6,1%, dapat dilihat persentase tiap kabupatennya, seperti di kabupaten Jembrana (2,3%), Tabanan (8,0%), Badung (6,1), Gianyar (4,8), Klungkung (7,3%), Bangli (6,3%), Karangasem (10,8%), Buleleng (7,2%), dan Denpasar (1,5%). Persentase stunting di provinsi Bali mengalami penurunan bila dibandingkan hasil Riskesdas 2018 dan studi status gizi indonesia (SSGI) 2019 (Provinsi Bali, 2020). Terlihat variabel persentase yang berbeda tiap daerah menggambarkan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor lokal yang memengaruhi masalah ini.

            Banyak faktor kompleks yang mempengaruhi tingginya data anak stunting di Indonesia, pemicunya bisa dari faktor internal seperti keadaan gizi ibu dan anak sampi faktor eksternal seperti pola asuh dan lingkungan, faktor spesifik juga mempengaruhi seperti hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan seperti kurang gizi dan anemia (Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, 2023). Dengan ini pemeritah sadar bahwa banyak faktor dinamis yang perlu dianalis sebelum membuat rancangan program pencgahan stunting. 

Diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting, hal ini terjadi selama berada dalam kandungan jika Ibu hamil megalami kekuarangann gizi ata malnutrisi. Bayi-bayi yang lahir dan terindikasi stunting dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram. Selain itu angka stuting dipengaruhi dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan ASI dengan baik dan asupan makanannya tidak cukup gizi sehingga menjadi stunting (Kepala BKKBN, Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG, 2021).

            Stunting pada anak di negara berkembang dapat disebabkan karena faktor lingkungan seperti keluarga. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak salah satunya adalah pendapatan orang tua. Pendapatan orang tua yang layak akan mampu menopang tumbuh kembang anak dengan mampu menyediakan semua kebutuhan anak dari primer higga sekunder. Sebaliknya jika pendapatan orang tua tidak layak maka terancamnya ketidakpenuhan kebutuhan anak, kebutuhan utamanya adalah pangan bergizi. Kebutuhan pangan yang tidak mencukupi serta kurang akan kualitas akan sangat memungkinkan anak mengalami resiko stunting (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2019). Disnilah peran penting pemeritah dalam menjamin pemenuhan pangan yang begizi secara merata sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2012.

            Faktor pendapatan orang tua akan berpengaruh terhadap faktor pola asuh orang tua pula, keluarga adalah aktor utama untuk pemenuhan gizi sesuai standart kesehatan yang ditetapkan. Penting untuk para orang tua sadar akan  pentingnya pencegahan stunting untuk melahirkan anak dengan tumbuh kembang optimal untuk menjadi penerus bangsa. (Kepala BKKBN, Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG, 2023).

            Faktor lainnya adalah usia pernikahan, faktor ini ikut berperan dalam persoalan stunting di Indonesia. Sebelumnya indonesia menetapkan usia menikah yang ideal pada UU No. 23 tahun 2002 untuk laki-laki seminimalnya berusia 19 tahun dan untuk perempuan 16 tahun. Namun usia ini masih tergolong anak-anak atau remaja dan dinilai terlalu dini sehingga terjadi perubahan oleh BKKBN dalam UU No. 34 Tahun 2014 menjadi usia ideal menikah untuk laki- laki antara usia 25-30 tahun dan perempuan antara usia 20-25 tahun. 

Ketidakcukupan usia menikah akan beresiko karena belum cukupnya kesiapan pada remaja dalam aspek pengetahuan, mental, finansial dan reproduksi. Contohnya adalah kurangnya perhatian akan kondisi calon ibu, kehamilan pada remaja sendiri sudah memiliki banyak resiko terhadap tubuh ibu dari kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah, pendarahan saat persalinan termasuk resiko anak stunting. 

Usia menikah dini pula meningkatkan kematian ibu dan bayi (Kementrian kesehatan RI, 2017). Maka demikian, pemberian interversi pemahaman pencegahan anak stunting lebih tepat ketika seseorang sudah siap dengan kehamilannya, baik secara usia maupun finansial. Kehamilan pada calon ibu yang sudah dewasa merupakan ssaran yang tepat, para ibu dengan usia ini sudah dapat memahami urgensi pemenuhan gizi pada calon anak.

            Faktor kondisi anak dan lingkungannya juga perlu diperhatikan. Anak yang mengalami infeksi penyakit berulang seperti diare disebabkan oleh sistem imunitas tubuh yang tidak bekerja secara maksimal jika imunitas tidak berfungsi dengan baik maka kemungkinan anak mengalami stunting menjadi tinggi. maka dari itu perlu diperhatikan sanitasi lingkungan sekitar anak, meliputi ketersdian air bersih untuk keperluar rumah tangga dan kebersihan diri, kualitas air minum, kepemilikan jamban yang sehat, sarana pembuangan air limbah yang jelas akan tidak terkontaminasi denagan air bersih, serta kepemilikan tempat sampah untuk menampung sampah-sampah di satu tempat dan tidak berserakan. Semua hal yang disebutkan penting untuk diperhatikan keluarga untuk menjaga imunitas anak menjadi resisten terhadap resiko penyakit.

            Dampak dari banyaknya anak-anak yang mengalami stunting di Indonesia dapat mempengaruhi ekonomi negara dan terancamnya pembangunan negara. Karena anak stunting cenderung memiliki kecerdasan yang rendah, hal ini berpengaruh ketika anak tersebut berada pada masa produktifnya. Seorang anak dengan stunting yang tumbuh dewasa berpenghasilan 20 persen lebih rendah. Kerugian yang dialami negara persoalan ini diperkirakan mencapai sekitar Rp450 triliun/tahun yang mana menurunkan produk domestic bruto negara sebesar 2-3 persen (Ketua Umum IndoHCF Dr. Supriyantoro, 2022). 

Organisation for Economic Cooperation and Development-Programme for International Student Assessment (OECD-PISA) pada tahun 2012 mengeluarkan hasil penelitiannya mengenai tingkat kecerdasan anak, dan tingkat kecerdasan anak usia pelajaran yaitu 15 tahun di Indonesia berada pada urutan 64 dari 65 negara yang diamati. Hal ini menyebabkab hilangnya 11 persen GDP negara, berkurangnya 20 persen pendapatan orang dewasa serta mengurangi 10 persen dari total pendapatan seumur hidup. Dari berkurangnya persentase pendapatan dari berbagai perfektif ini memungkinkan terjadinya kesenjangan sosial yang lebar serta tingginya kemiskinan intergenerasi yang berperan dalam tingkat kemiskinan di Indonesia secara keseluruhan.

            Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil kemudian intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun. Tindakan ini atas dasar Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar, yaitu komitmen, pencegahan stunting, kesanggupan melakukan konvergensi, penyediaan pangan yang baik, dan dapat melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.

            Intervensi pada balita adalah dengan meningkatkan jangkauan vaksinasi berupa pemberian vaksin PCV dan rotavirus yang bisa melindungi bayi dari infeksi berulang. Dan penekanan ASI eklusif bagi bayi dibawah 6 bulan. BKKBN mengambil langkah yang sama untuk menindak intervensi dengan menjalankan program DAHSAT (Dapur Sehat Anti Stunting) yang berisi penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga mengenai pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil, ibu menyusui, serta balita. Penyuluhan ini diharapakan dapat menumbuhkan kesadaran untuk para orang tua serta masyarakat untuk berperan dalam mencegah stunting sejak dini sampai tercapai target prevelensi stunting yang diharapkan.

            Pada tahun 2022, terdata ada 2 juta perempuan yang menikah dalam setahun, perempuan-perempuan tersebut ada yang hamil pada tahun pertama sekitar 1,6 juta, namun 400 ribu diantaranya mengalami stunting. Akan hal ini Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan untuk calon pengantin menjalani pemeriksaan penyakit dan gizi pada 3 bulan sebelum menikah, hal ini untuk melihat adanya indikasi untuk kemungkinan anak stunting sehingga dapat dicegah dengan penundaan pernikahan.

            BKKBN menyiapkan sekitar 13.734 tenaga PKB/PLKB dan 1.000.00 kader yang disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia. Tenaga kesehatan ini bertugas untuk menjalankan program siap nikah dimana dilakukannya pendampingan kepada keluarga dan calon pasangan usia subur sebelum proses kehamilan. Misalnya penyuluhan tentang pencegahan stunting dengan mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya sebelum memutuskan kehamilan nanti. Bagi calon pengantin yang hasil cek nya tidak bagus akan diberikan saran untuk tidak haml sebelum kesehatannya memenuhi syarat.

            BKKBN juga membangun platform bersama dengan lembaga-lembaga lain guna menjalankan program percepatan penurunan stunting, contohnya platform bersama kementrian agama yang siap menurunkan 50.000 penyuluh agama untuk dalam rangka edukasi tentang stunting kepada masyarakat. Kemudian platform bersama Kementrian Dalam Negeri melalui Dukcapil bersedia mengelola data kependudukan di Indonesia untuk mendeteksi keluarga-keluarga beresiko stunting yang kemudian data yang valid akan diberikan kepada BKKBN.

            Bersama Dirjen Bina Pembangunan Daerah untuk mendukung program BKKBN akan dilakukannya upaya sinkronisasi program dan kegiatan pemerintah pusat dan daerah. Dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan meminta Kementrian Desa dan Pemerintah provinsi setempat untuk menjalankan teknis yang telah diberikan oleh Dirjen Bina Pembangunan Daerah dengan mengarahkan kebijakan penggunaan Dana Desa untuk penurunan persentase stunting di tiap-tiap daerah.

 

SIMPULAN

            Anak stunting merupakan masalah yang marak terjadi di Indonesia, permasalahan ini menjadi cerminan bagaimana keadaan sosial ekonomi masyarakat indonesia karenanya menjadi masalah yang serius. Stunting terjadi jika adanya kekurangan asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Penentuan indikasi seorang anak biasanya dilakukan dengan menghitung berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang didasari dengan standar deviasi unit z (Z- score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).

Jika seorang anak berada dibawah <-2 SD standar deviasi maka dapat dkatakan anak tersebut mengalami stunting. Prevalensi stunting di Indonesia sendiri sudah mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir namun persentasenya masih tergolong tinggi diihat dari standar WHO yang menetapkan kemaksimalan berada di 20 persen. Sedangkan pravalensi di tiap-tiap daerah Indonesia berbeda satu sama lain, persentase untuk daerah satu terlihat rendah namun untuk daerah lain terlihat tinggi.

            Faktor yang memepengaruhi stunting di Indonesia merupakan faktor yang sangta kompleks, seperti pendapatan keluarga guna menujang gizi ibu dan anak, faktor pola asu dalam merawat anak dan faktor kecukupan usia pernikahan serta faktor sanitasi di sekiat ligkungan anaj.  Faktor-faktor ini perlu di analisis untuk menemukan benang merahnya, karena jika tidak di atasi dengan tindakan yang tepat akan berdampak pada perekonomian negara serta pembangunan negara. Anak stunting biasanya memiliki kecerdasan yang rendah yang tidak hanya berdampak pada negara tapi pada dirinya endiri, anak dengan stunting di masa produktifnya menghasikan pendapatan 20 persen lebih rendah dari anak yang tidak mengalami stunting.

            Dalam upaya menangani masalah stunting di Indonesia pemerintah dan intitusi terkait melakukan intervensinya dengan melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil kemudian intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun yang didasarkan pada 5 pilar dalam Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yaitu komitmen, pencegahan stunting, kesanggupan melakukan konvergensi, penyediaan pangan yang baik, dan dapat melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.

            Intervensi dilakukan untuk meningkatkan jangkauan vaksinasi pada balita dan penekanan ASI eklusif bagi bayi dibawah 6 bulan, dilakukan juga program-program penyuluhan seperti DAHSAT (Dapur Sehat Anti Stunting) utuk menyebarkan pemahaman penting nya pemenuhan gizi bagi ibu dan anak. 

Kementerian Agama juga membantu dengan mengeluarkan kebijakan untuk calon pengantin menjalani pemeriksaan penyakit dan gizi pada 3 bulan sebelum menikah. BKKBN sendiri mengnitervetasi dengan mengirim tenaga kesehatan yang disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia untuk melakukan penyuluhan tentang pencegahan stunting dan mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya sebelum memutuskan kehamilan nanti.

             BKKBN juga membangun platform bersama dengan lembaga-lembaga lain guna menjalankan program percepatan penurunan stunting, seperti platform bersama kementrian agama dengan menurunkan penyuluh agama untuk mengedukasi tentang stunting kepada masyarakat. Kemudian platform bersama Kementrian Dalam Negeri melalui Dukcapil untuk melihat data keluarga-keluarga yang berpotensi stunting. Terakhir bersama Dirjen Bina Pembangunan Daerah untuk melakukan sinkronisasi program dan kegiatan pemerintah pusat dan daerah serta penggunaan Dana Desa untuk penurunan persentase stunting di tiap-tiap daerah.

            Dengan demikian, pencegahan stuting tidak dilakukan oleh pemerintah dan intitut terkait saja namun perlu adanya peran dari keluarga dan masyarakat pula karena keluarga melahirkan generasi sehat maka menumbuhkan masyarakat dan negara yang hebat. Perlunya tindakan berkelanjutan dan konsisten dari semua pihak juga perlu ditekankan guna memberikan hak bagi anak-anak bangsa untuk hidup sejarahtera tanpa stunting dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi muda Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Kedeputian Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi (ADPIN) BKKBN. 2021. " Indonesia Cegah Stunting, Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045. Kominfo. Diakses pada 2023. https://www.kominfo.go.id/content/detail/32898/indonesia-cegah-stunting-antisipasi-generasi-stunting-guna-mencapai-indonesia-emas-2045/0/artikel_gpr.

Badan Kominfo. 2023. "BKKBN: Hari Keluarga Nasional 2023 Jadi Momentum Penguatan Peran Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting". Kominfo. Diakses pada 2023. https://www.kominfo.go.id/content/detail/49886/bkkbn-hari-keluarga-nasional-2023-jadi-momentum-penguatan-peran-keluarga-dalam-percepatan-penurunan-stunting/0/artikel_gpr

Rokom. 2023. "Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%" . Sehat Negeriku Kemenkes. Diakses pada 2023. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/

Fergi Nadira. 2023. "Target Pemerintah 2023: Turunkan Angka Stunting Jadi 17 Persen". Rpublika. Diakses pada 2023. https://news.republika.co.id/berita/rpszd2349/target-pemerintah-2023-turunkan-angka-stunting-jadi-17-persen

Hubang Hasnudutan. 2022. "Indonesia Peringkat 5 di Dunia, Stunting Disebut Bukan Hanya Urusan Pemerintah". Narasi Tunggal. Diakses pada 2023.  https://humbanghasundutankab.go.id/main/index.php/read/news/828

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. 2023. "149 Juta Anak di Dunia Alami Stunting Sebanyak 6,3 Juta di Indonesia, Wapres Minta Keluarga Prioritaskan Kebutuhan Gizi". Paud Pedia. Diakses pada 2023. https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/149-juta-anak-di-dunia-alami-stunting-sebanyak-63-juta-di-indonesia-wapres-minta-keluarga-prioritaskan-kebutuhan-gizi?do=MTY2NC01YjRhOGZkNA==&ix=MTEtYmJkNjQ3YzA=

Elsa Wahyuni Oktavia Ramadani. 2021. "Angka Stunting Balita di Indonesia Masih Tinggi". Institut Teknologi Sepuluh November. Diakses pada 2023. https://www.its.ac.id/news/2021/10/16/angka-stunting-balita-di-indonesia-masih-tinggi/

Sutarto, Diana Mayasari, Reni Indriyani. 2018. "Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya". Universitas Lampung. Diakses pada 2023. http://repository.lppm.unila.ac.id/9767/1/Stunting%20Sutarto%202018.pdf

Kinanti Rahmadhita. 2020. "Permasalahan Stunting dan Pencegahannya". Universitas Lampung. Diakses pada 2023. https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/253

Rokom. 2017. "Inilah Risiko Hamil di Usia Remaja". Sehat Negeriku Kemenkes. Diakses pada 2023. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20170930/5823163/inilah-risiko-hamil-usia-remaja/

Mawar Kusuma Wulan Kuncoro Malik. 2022. "Potensi Kerugian Ekonomi akibat "Stunting" Capai Rp 450 Triliun Per Tahun". Kompas. Diakses pada 2023. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/02/22/potensi-kerugian-ekonomi-akibat-stunting-capai-rp-450-triliun-per-tahun

Ronggo Astungkoro. 2022. "Stunting Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia". Republika. Diakses pada 2023. https://news.republika.co.id/berita/rggf4l384/stunting-perlambat-pertumbuhan-ekonomi-indonesia

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2022. "Luncurkan DASHAT, BKKBN Optimis Stunting Teratasi". BKKBN. Diakses pada 2023. https://www.bkkbn.go.id/berita-luncurkan-dashat-bkkbn-optimis-stunting-teratasi

Yurike  Kuewa, Herawati, Marselina  Sattu, Anang S. Otoluwa1, Erni  Yusnita Lalusu1, Bambang Dwicahya. 2023. "Hubungan  Sanitasi  Lingkungan  dengan  Kejadian  Stunting  pada  Balita Di Desa Jayabakti Tahun 2021". Jurnal Kesmas Untika Luwuk : Public Health Journal. Diakses pada 2023. https://journal.fkm-untika.ac.id/index.php/phj/article/view/73/56

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun