Yang paling menyentuh adalah syair terakhirnya yang terngiang dalam ingatan.
Menurut Minnah,
hidup adalah
pustaka cinta
yang tak akan habis dibaca
(2019)
Romantisasi pada kehidupan. Hanya kalimat itu yang bisa saya simpulkan pada bait terakhir dari puisi ini. Sama seperti membaca buku, tidak akan pernah habisnya bagi yang gemar membaca. Begitu pula dalam menjalani hidup. Harus terus belajar dan belajar. Tak ada habisnya jika memang memiliki semangat hidup.
KALENG EMPAT
Bagian terakhir tidak lagi memakai nama Minnah. Justru Khong Guan disematkan dalam setiap puisi bagian keempat ini.
Bertema tentang semua anggota keluarga. Ibu, Ayah, dan anak. Termasuk menceritakan atau menjawab banyak pertanyaan terkait keberadaan sang Ayah pada kemasan kaleng Khong Guan.
Puisi favorit saya pada Kaleng Empat adalah puisi pada halaman 116 dengan judul Hujan Khong Guan.
Pamungkas dari puisi Joko Pinurbo yang memikat hati selalu terdapat pada lirik terakhir.
Sesungguhnya ia hanya takut menjadi dewasa
Sebab ketika dewasa ia akan menafsirkan hujan sebagai berkah atau bencana
Padahal ia ingin hujan tetaplah hujan
(2019)
Puisi yang multitafsir. Bisa dilihat dari sisi sang bocah yang masih berpikir lugu tentang arti hujan. Hujan yang selalu membawa rasa senang.
Berbeda jika kita melihat dari sisi orang dewasa. Yang memang hujan tidak lagi menjadi sebuah kebahagiaan. Bisa saja malah membawa bencana dalam kehidupan.