Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengenang Joko Pinurbo Lewat Buku "Perjamuan Khong Guan"

28 April 2024   06:30 Diperbarui: 29 April 2024   02:43 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi Joko Pinurbo "Doa Orang Sibuk yang 24 Jam Sehari Berkantor di Ponselnya". (Sumber: Dok.Pribadi/Siska Fajarrany)

Puisi Joko Pinurbo
Puisi Joko Pinurbo "Rumah Minajanah". (Sumber: Dok.Pribadi Buku Perjamuan Khong Guan Joko Pinurbo/Siska Fajarrany)
Dalam puisi tersebut, Minnah dibesarkan di dalam rumah yang dipenuhi tumpukan buku. Mungkin Jokpin ingin menggambarkan sosok yang sangat gemar sekali membaca buku. Sehingga membuat buku sebagai rumahnya sendiri untuk pulang atau lari dari berbagai tekanan hidup.

Yang paling menyentuh adalah syair terakhirnya yang terngiang dalam ingatan.
Menurut Minnah,
hidup adalah
pustaka cinta
yang tak akan habis dibaca
(2019)

Romantisasi pada kehidupan. Hanya kalimat itu yang bisa saya simpulkan pada bait terakhir dari puisi ini. Sama seperti membaca buku, tidak akan pernah habisnya bagi yang gemar membaca. Begitu pula dalam menjalani hidup. Harus terus belajar dan belajar. Tak ada habisnya jika memang memiliki semangat hidup.

KALENG EMPAT

Bagian terakhir tidak lagi memakai nama Minnah. Justru Khong Guan disematkan dalam setiap puisi bagian keempat ini.

Bertema tentang semua anggota keluarga. Ibu, Ayah, dan anak. Termasuk menceritakan atau menjawab banyak pertanyaan terkait keberadaan sang Ayah pada kemasan kaleng Khong Guan.

Puisi favorit saya pada Kaleng Empat adalah puisi pada halaman 116 dengan judul Hujan Khong Guan.

Puisi Joko Pinurbo
Puisi Joko Pinurbo "Hujan Khong Guan". (Sumber: Dok.Pribadi Buku Perjamuan Khong Guan Joko Pinurbo/Siska Fajarrany)
Menceritakan seorang bocah yang menyimpan kaleng Khong Guan di luar saat turun hujan. Terdengar suara jatuhnya air hujan pada kaleng itu.

Pamungkas dari puisi Joko Pinurbo yang memikat hati selalu terdapat pada lirik terakhir.

Sesungguhnya ia hanya takut menjadi dewasa
Sebab ketika dewasa ia akan menafsirkan hujan sebagai berkah atau bencana
Padahal ia ingin hujan tetaplah hujan
(2019)

Puisi yang multitafsir. Bisa dilihat dari sisi sang bocah yang masih berpikir lugu tentang arti hujan. Hujan yang selalu membawa rasa senang.

Berbeda jika kita melihat dari sisi orang dewasa. Yang memang hujan tidak lagi menjadi sebuah kebahagiaan. Bisa saja malah membawa bencana dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun