Di sudut kota, ada bangunan tua yang nyentrik dan mampu memikat hati. Siapa saja yang berlalu lalang di depannya, akan terhipnotis untuk memalingkan pandangan ke bangunan itu. Menyimpan pertanyaan, ada apa di balik pintu coklat itu? Mungkinkah lukisan antik? Atau buah karya tangan-tangan ajaib?
Sebenarnya hampir tepat. Meski memang masih meleset. Bangunan tua itu adalah sebuah Toko Buku Ajaib. Penamaan ajaib diberikan oleh para pelanggan yang berhasil menemukan sebuah buku yang dapat merubah hidupnya.
Konon katanya, pernah ada seorang remaja yang sama sekali tidak suka membaca buku. Jangankan membaca buku pelajaran, membaca karangan ringan saja sudah kehilangan selera.
Remaja itu diajak oleh kakaknya datang ke Toko Buku Ajaib. Deretan buku yang tinggi menjulang nampak membosankan. Tapi siapa sangka, ada satu buku yang berhasil mencuri perhatiannya. Seolah seluruh anggota badannya bergerak sendiri menuju buku itu.
Semenjak membaca buku itu, ia semakin jatuh hati pada membaca.
Sejujurnya, aku tidak percaya dengan cerita itu. Pikir ku mungkin itu hanya karangan kakek saja. Mana mungkin ada pemilik toko yang mau menjelek-jelekkan usahanya sendiri. Bisa saja cerita fiktif itu sebagai strategi pemasaran. Menjadi buah bibir dari mulut ke mulut.
Sejak kecil, aku membantu kakek menjaga Toko Buku Ajaib. Lebih tepatnya, aku sering menghabiskan waktu dengan bermain di Toko Buku Ajaib. Aku sudah hafal betul bagaimana rutinitas Toko Buku Ajaib. Dari mulai pengunjung yang ramai, sampai tidak ada sama sekali.
Hari ini adalah awal bulan Desember. Menjelang penghujung tahun, biasanya semakin sepi yang berkunjung ke sini. Aku tidak tahu pasti apa alasannya. Tetapi, yang aku amati selama 20 tahun ya memang terus seperti itu. Berulang bagai sebuah siklus.
Kakek pun sepertinya sudah tahu bahwa hari ini Toko Buku Ajaib akan mulai sepi. Sedari pagi, kakek hanya sibuk membersihkan buku yang ada di jajaran rak setinggi badannya. Maklum saja, umurnya sudah tidak muda lagi. Guratan wajahnya sudah sangat nampak terlihat. Rambutnya putih, berkacamata bulat. Persis seperti kakek tua dalam dongeng natal.
Aku berinisiatif membantu kakek membersihkan buku. Terutama buku-buku yang ada di rak paling atas.
Aku tak ingat kapan terakhir membersihkannya. Bukan hanya karena kakek yang semakin menua, tetapi memang tinggi badanku yang tetap tidak bertambah.
Aku mengambil tangga, lalu menyandarkan pada salah satu rak. Mengambil ancang-ancang untuk naik ke atas.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Kakek kaget melihat aksi ku.
"Membantu Kakek," jawabku singkat.
Kakek menggelengkan kepalanya. Bertanda tidak setuju dengan inisiatif ku.
"Kalau mau bantu, bersihkan saja buku-buku di rak bawah. Tidak perlu sampai manjat ke atas," pinta Kakek.
Aku mengerutkan dahi. Mengekspresikan bentuk protes atas penolakan Kakek. Entah mungkin karena Kakek takut aku terjatuh, atau memang aku tidak boleh menyentuh koleksi-koleksinya itu.
Upaya ku tak sampai di situ saja. Terlalu cemen jika satu penolakan meruntuhkan niat awal membantu Kakek.
"Tapi Kek, coba tengok buku yang ada di sana! Buku yang ada di sudut! Sudah sangat berdebu. Biarkan aku membersihkannya!" kataku ngotot sambil menunjuk ke arah buku itu.
Kakek malah melotot padaku. Seolah menjadi ancaman keras untuk menyentuh buku berdebu itu.
"Memang ada yang mau beli buku kotor seperti itu?"Â umpatku pelan.
Ternyata Kakek mendengar umpatanku. Ia langsung berhenti melakukan pergerakan bersih-bersih. Memandang aku, lalu berkata, "Buku itu akan bertemu tuannya!"
Tak ada yang bisa aku lakukan selain mengikuti perintah Kakek. Aku hanya membantu kakek merapikan buku yang ada di deretan bawah saja.
Tiba-tiba, lonceng di depan pintu berbunyi. Menandakan ada pelanggan yang datang. Aku dan Kakek serentak menoleh. Kami sama sekali tidak menyangka bahwa hari ini akan ada pelanggan berkunjung ke Toko Buku Ajaib.
Pemuda tampan dengan badannya yang tegap. Rambutnya lumayan gondrong dengan lengkungan wajahnya yang nyaris sempurna. Sebagai perempuan, aku bisa memasukkan pemuda itu berada di golongan laki-laki tampan yang menarik hati.
Tak ingin kehilangan momentum, tanganku dengan sigap merapikan rambut ku yang tergerai asal.
Menghampiri pemuda itu yang tampak kebingungan, seraya berkata, "Selamat datang di Toko Buku Ajaib. Tempat yang akan memberikan keajaiban dalam hidup!"
Pemuda itu tersenyum ramah padaku. Sepertinya pipiku akan berubah warna menjadi merah ceri.
"Wah menakjubkan, benar-benar ajaib! Saya tak pernah merasakan sensasi luar biasa selama berada di toko buku!" ucap pemuda itu dengan mata yang berbinar.
Badannya berputar 360 derajat. Melihat seisi toko ajaib dengan tatapan penuh takjub. Tangannya mulai menyentuh beberapa buku yang baru saja dibersihkan oleh Kakek.
"Cari buku apa Mas?"Â tanya Kakek.
Pemuda itu terdiam sejenak. Seolah berpikir maksud dan tujuan kedatangannya ke Toko Buku Ajaib.
"Aku mencari buku yang bisa membuatku jatuh cinta!" ungkapnya sambil tersenyum.
Bukan kali pertama bagi aku dan Kakek melayani pengunjung dengan pernyataan yang aneh-aneh. Tingkat keanehan pemuda tampan ini masih belum ada apa-apanya dibandingkan pengunjung minggu lalu.
"Silakan dilihat dulu saja. Barangkali memang ada yang sesuai dengan kriteria!" kata Kakek.
Dengan semangat, pengunjung itu mencari buku yang ia maksud dari semua rak yang ada. Badannya yang tinggi menjulang, memudahkan dirinya menjangkau rak paling atas.
"Syukurlah, tidak merepotkan!" gumam ku dalam hati.
Aku hanya mengamati setiap gerak-geriknya. Ekspresinya nampak berubah. Sesekali membuka beberapa halaman buku. Lalu memasang wajah cemberut dan kembali menyimpan buku itu. Mencoba lagi mencari buku yang ia maksud.
Sebagai pegawai yang harus memberikan service excellent, aku sangat ingin membantunya. Tetapi pemuda itu tidak menyebutkan secara spesifik buku apa yang ia cari. Aku tidak bisa membantu apa-apa selain mengamatinya yang sudah sibuk sendiri selama hampir 5 jam.
Nampaknya ia sudah kelelahan dan mulai menyerah. Napasnya mulai tak beraturan.
"Bagaimana Mas? Apakah ada yang cocok?" tanyaku.
Pemuda itu masih berusaha mengatur napasnya. Tetapi matanya tak mau berhenti bekerja.
Sampai akhirnya tertuju pada satu buku yang ada di rak bagian paling atas dan paling sudut.
Tanpa basa-basi, Pemuda itu bersiap meraih buku itu. Dibarengi dengan suaraku yang berkata, "Maaf Mas, buku yang itu belum sempat dibersihkan."
Benar saja, buku bersampul hitam itu penuh dengan debu. Membuat pemuda itu batuk karena menghirup debunya. Namun rasa penasaran semakin bertumbuh setelah jemarinya menyentuh sampul buku itu.
Pemuda itu duduk di salah satu bangku yang memang disediakan untuk tempat membaca para pengunjung. Bibirnya mengerucut, meniup debu-debu yang berserakan di atas sampul. Perlahan, pemuda itu membuka halaman demi halaman.
Tiba-tiba beranjak dari duduknya dan berseru, "Ini buku yang aku cari!"
Suaranya lumayan membuatku kaget. Begitu lantang dengan volume yang kencang. Kakek memberikan isyarat untuk segera membungkus buku itu. Aku segera melaksanakan perintah Kakek. Pemuda itu menghampiri Kakek untuk melakukan transaksi. Aku tidak tahu pasti berapa harga yang dibandrol Kakek pada buku usang itu.
Pemuda itu menghampiri ku untuk mengambil bukunya yang telah kumasukkan dalam sebuah kotak. "Ini bukunya Mas. Semoga bermanfaat dan mendapatkan keajaiban," ucap ku sembari memberikan bukunya.
Pemuda itu tak menggubris, selain lengkungan senyuman seperti manusia yang sedang jatuh cinta.
Setelah pemuda itu menghilang dari Toko Buku Ajaib, bergegas aku merapikan bangku yang ia tempati tadi. Kembali menyimpan di posisi asalnya. Namun mataku tertegun saat menemukan secarik kertas di lantai dekat kursi, yang nampaknya adalah potongan dari buku usang itu.
Tanpa berpikir panjang, aku segera keluar untuk mengejar pemuda itu. Barangkali potongan buku itu adalah bagian penting dari buku usang itu.
"Mas, tunggu!" teriakku sambil membuka pintu.
Sayangnya, sudah tak ada pemuda itu dalam pandanganku. Entah melesat ke arah mana. Tidak ada jejak kaki yang bisa dijadikan petunjuk. A
ku jadi iba pada pemuda itu. Ia sudah menemukan buku yang ia mau, tetapi ternyata ada bagian buku yang tidak lengkap.
Aku membaca potongan kertas itu.
Aku sulit terbaca
Karena tak ada yang bisa memahami ku
Meskipun sudah dibaca
Kakek membuyarkan lamunan ku. "Ayo masuk!"
"Tapi Kek, bagaimana dengan ini?" tanyaku sambil memperlihatkan potongan kertas itu.
"Buku usang itu sudah menemukan tuannya!"Â ucap Kakek sambil tersenyum.
"Meskipun isi bukunya tidak lengkap?! Apakah pemuda itu tidak akan marah dan menyesal?" tanyaku lagi.
Kakek membukakan pintu. Meminta aku masuk kembali ke dalam toko. Lalu kakek berseru sambil tersenyum padaku, "Menerima ketidaksempurnaan itu satu paket dengan mencintai."
Aku mengangguk. Lalu menyimpan potongan kertas itu ke dalam laci. Barangkali suatu saat nanti pemuda itu akan mencari atau bahkan mempertanyakan ketidaksempurnaan buku itu.
Tapi tidak dengan Kakek. Kakek tidak sependapat denganku. Kakek menarik potongan kertas itu, lalu membuangnya ke tempat sampah. "Jika memang mencintai, maka potongan kertas ini tidak ada artinya. Biarkan dia melengkapi ketidaksempurnaan itu."
Kakek berlalu begitu saja. Sedangkan aku hanya bisa mematung untuk mencerna ucapan kakek sang pemilik Toko Buku Ajaib.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H