Perjalanan cinta Ameer Azzikra dengan Nadzira Shafa mendapatkan banyak simpati publik. Tahun 2021, kabar duka menyelimuti pengantin baru ini. Tepat pada usia pernikahan 172 hari, Ustaz Ameer menghembuskan napas terakhirnya setelah berusaha melawan penyakit yang dideritanya.
Kabar duka tersebut menyimpan duka bagi sebagian masyarakat. Ustaz Ameer adalah anak kedua dari Almarhum Ustaz Arifin Ilham. Semasa hidup, beliau juga aktif membagikan kegiatannya lewat media sosial pribadinya. Terutama setelah menikah dengan Nadzira pada 10 Juni 2021 lewat proses taaruf.
Nadzira mencurahkan segala kerinduannya kepada Sang Suami lewat novel yang ia tulis. Meski usia pernikahan mereka baru seumur jagung, tetapi hubungan halal yang mereka bangun menyimpan makna mendalam.Â
Novel yang ditulis langsung oleh Nadzira terbit pada tahun 2022. Kisah yang ia rangkai menyentuh seluruh pembacanya. Bahkan mungkin sampai menitikkan air mata.
Kisah romansa Ameer dan Zira kini bisa kita nikmati lewat film. Film 172 Days yang baru saja rilis pada 23 November 2023 merupakan kisah nyata yang diangkat dari novel best seller karya Zira sendiri. Meski hampir sebagian masyarakat mengetahui ending cerita novel tersebut, tetapi tetap saja film 172 Days mendapatkan atensi yang baik dari masyarakat.
Antusias masyarakat dapat terlihat dari review film ini yang diunggah di berbagai media sosial. Tidak hanya itu, pada hari pertama film 172 Days diputar di bioskop, banyak sekali bioskop di berbagai daerah yang full sit.Â
Tidak bersisa meski hanya satu kursi saja. Jumlah penonton hari pertama mencapai 185.250 penonton. Sudah dapat dipastikan bahwa jumlah penonton akan terus bertambah.
Film 172 Days disutradarai oleh Hadrah Daeng Ratu. Namanya tak asing lagi di dunia film. Sebelumnya menjadi sutradara dalam film Perjanjian Gaib (2023), Sijjin (2023), dan Until Tomorrow (2022).Â
Sang Sutradara begitu cerdik dalam memilih cast dalam proyek film ini. Pemilihan pemeran utama dan pemeran pendukung yang sangat pas dan sesuai.
Film 172 Days mulanya menceritakan perbedaan kontras kehidupan Zira dan Ameer. Zira nampak sedang menikmati gemerlapnya lampu-lampu dunia malam. Sedangkan, Ameer sedang menjadi imam untuk ratusan jemaah.
Sebenarnya, dalam film 172 Days terlihat bahwa latar keluarga Zira sangat agamis. Zira juga menempuh pendidikan di sekolah bernuansa agama Islam. Namun ada satu momentum di mana ia kecewa atas tanggapan pihak sekolah. Padahal, sebagai sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, tak sepatutnya bertindak seperti itu.
Kekecewaan itu menjadi awal di mana dirinya tidak mau percaya lagi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama. Kondisi itu didukung oleh sahabat terbaiknya, Niki. Niki dan Zira adalah teman satu sekolah. Di saat seluruh warga di sekolah tidak mempercayai Zira, hanya Niki yang mau menemani dan mempercayainya.
Berteman dengan Niki semakin membawa Zira hanyut dengan kenikmatan sesaat. Masa mudanya dihabiskan di bawah gemerlap lampu dan iringan musik.
Singkat cerita, Zira merasa keresahan menyelimutinya di tengah-tengah keramaian orang-orang yang sedang berdendang. Perasaan tenang yang selama ini ia rasakan nyatanya hanya sesaat saja. Zira tetap tidak menemukan apa yang sebenarnya dia cari.
Sampai pada akhirnya Zira menemukan momentum tepat untuk meninggalkan dunia kelamnya. Perlahan ia memberanikan diri untuk menutupi rambutnya dengan hijab.Â
Sambutan suka cita dari keluarganya turut mendukung proses hijrah Zira. Terutama kakaknya, Kak Bella, yang bahkan ikut andil memberikan berbagai tips agar bisa Istiqamah. Salah satunya adalah dengan rutin mengajak Zira ke acara kajian di mesjid.
Zira berkenalan dengan Ameer yang saat itu menjadi penceramah. Tentunya Zira sudah mengenal Ameer yang merupakan putra dari Almarhum Ustaz Arifin Ilham.
Tanpa perlu menunggu lama, Ameer menghubungi Ibunda Zira untuk meminta izin melakukan proses taaruf dengan putrinya. Pendekatan mereka lewat proses taaruf sangat manis sekali. Sampai akhirnya mereka resmi menjadi suami istri.
Kebahagiaan sebagai pengantin baru begitu terpancarkan oleh Zira dan Ameer. Sepanjang film nyaris mereka tak berhenti untuk gandengan tangan. Pacaran setelah menikah begitu memikat dan menenangkan hati. Tapi siapa sangka, takdir Tuhan tidak pernah ada yang tahu.
Hanya selang beberapa bulan saja, Ameer jatuh sakit karena ada masalah di bagian paru-parunya. Zira begitu setia mendampingi Ameer. Begitu juga Ameer yang berusaha menjadi imam yang baik untuk istri tercinta. Meski dalam keadaan sakit, Ameer tetap menjadi imam sholat untuk Zira. Keduanya saling mendukung dan penuh kesabaran melewati ujian dari Tuhan.
Sampai akhirnya, kepulangan Ameer sudah dirindukan oleh Tuhan. Di sisa-sisa napas terakhir Ameer, Zira tetap setia mendampingi di samping Ameer meski dengan cucuran air mata.
Film 172 Days menyuguhkan drama romantis yang menenangkan hati. Pacaran setelah halal bagai menjadi idaman semua insan. Sepanjang menonton film ini, penonton akan dibikin senyum-senyum sendiri.Â
Tingkah laku Zira dan Ameer yang mulanya malu-malu berhasil bikin gemas sekaligus geregetan. Apalagi setelah beberapa bulan menikah, Ameer mulai mencair dan menunjukkan sisi romantisnya yang bikin baper seisi studio bioskop.
Sebenarnya film 172 Days bukan hanya menceritakan perjalanan cinta Zira dan Ameer, tetapi juga mengisahkan perjalanan hijrah Zira. Mungkin ada dari sebagian penonton yang merasa iri hati dengan segala kemudahan perjalanan Zira untuk hijrah.Â
Zira yang berusaha lepas dari dunia kelamnya, bak mendapat keberuntungan karena dilamar oleh anak ustaz tersohor di negeri ini. Memang sekilas terlihat begitu indah, tetapi apakah kita bisa sekuat Zira yang harus terpisah karena maut bersama sosok yang dianggap sebagai penolong dirinya?
Tentu tidak mudah bagi Zira untuk melakoni perannya yang sedang berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Melakoni seluruh syariat-syariat yang dipercaya agamanya.Â
Godaan silih berganti berdatangan saat Zira mencoba untuk tetap dalam ritme yang benar. Kesabaran dan keikhlasan menjadi penguat Zira dalam menerima semua takdir-Nya. Membayangkan dalam posisi Zira saja sudah tidak sanggup. Apalagi kalau sungguh-sungguh dalam keadaan seperti yang Zira alami.
Film 172 Days sangat relevan untuk seluruh pihak. Baik yang sedang berhijrah seperti Zira, ataupun masih belum ada keinginan. Tips-tips hijrah yang disematkan dalam film ini sangat ringan dan bisa perlahan dipraktikkan oleh siapapun. Mulai dari keluar dari lingkungan tidak baik, mencari teman satu frekuensi yang sedang berhijrah, sampai rutin datang ke kajian.
Sebagai pemula yang sedang belajar agama, memilih kajian yang cocok sangat berpengaruh pada tingkat semangat untuk terus memperbaiki diri. Mulanya, Zira diajak oleh kakaknya ke kajian yang sosok penceramahnya begitu terlihat berapi-api. Pemilihan katanya seolah menjatuhkan mental Zira yang nampak memberikan judgement akan menjadi penghuni neraka.Â
Sampai akhirnya Zira merasa cocok mendengarkan dan ikut kajian Ustaz Ameer yang bikin adem hati. Dakwahnya kekinian, dengan tema-tema yang relate dirasakan kebanyakan orang. Tak lupa juga diselingi humor sederhana.
Menonton film 172 Days rasanya seperti diajak untuk naik roller coaster. Emosi naik turun yang disajikan dalam film, begitu tersampaikan ke hati penonton. Penonton akan dibuat senang dengan hal-hal sederhana nun manis yang Zira dan Ameer lakukan.Â
Namun pada saat Ameer jatuh sakit, perasaan penonton akan seperti dijatuhkan dari ketinggian. Tetapi akan kembali meroket karena Zira dan Ameer melewatinya penuh suka cita, cinta, kesabaran, keikhlasan, dan saling menguatkan.
Kendati demikian, unsur komedi menjadi bumbu tambahan yang melengkapi cerita film ini. Humor-humor sederhana antara Zara dan Ameer, ataupun tokoh-tokoh lainnya yang mendukung cerita.Â
Menonton film ini benar-benar mendapatkan paket komplit. Penonton akan dibuat sedih, senang, tangis, harus, tertawa, tersenyum, bahkan menangis tersedu-sedu.
Keberhasilan film 172 Days merupakan hasil kerja keras pasangan Bryan Domani dengan Yasmin Napper. Keduanya begitu serasi dan dapat membangun chemistry yang oke menjadi sosok Zira dan Ameer.Â
Melihat mereka beradu akting, seperti menyaksikan pengantin baru yang sedang kasmaran. Pancaran mata keduanya begitu menampakkan rasa saling menyayangi.
Aktor blasteran Bryan Domani sering mendapatkan pujian dari teman-temannya terkait ketepatan waktu dalam menjalankan ibadah shalat 5 waktu. Bryan juga mengaku di beberapa podcast yang tayang di berbagai channel YouTube bahwa ia memang sedang belajar dan mendalami agama Islam.Â
Citra Bryan yang positif membuat dirinya sangat tepat memerankan Ustaz Ameer. Meski ada beberapa part yang nyawanya masih kurang gereget dibawakan Bryan. Misalnya adegan pembuka saat menjadi imam untuk jemaah, bahkan pada saat adegan pamungkas, yaitu menghembuskan napas terakhir.
Meski begitu, kurangnya nyawa yang diberi oleh karakter Ameer sangat terbantu dengan akting berkelas yang disuguhkan Yasmin. Yasmin terlihat berusaha semaksimal mungkin untuk memerankan Zira.
Tentu tantangan Yasmin dan Bryan berbeda dalam memerankan karakter mereka. Yasmin bertemu langsung dengan Zira si pemilik kisah film ini. Dia dapat melihat langsung, berinteraksi, mengamati, atau bisa dikatakan melakukan riset langsung dengan Nadzira.Â
Tetapi Bryan pasti sangat terbatas untuk mengenal sosok Ameer. Hanya lewat kisah yang ditulis Zira, cerita dari orang-orang terdekat, dan jejak digital yang ditinggalkan Ameer.
Sebenarnya tantangan terberat dalam film 172 Days ini adalah bagaimana caranya membuat penonton tetap menikmati film ini dengan nyaman. Biasanya penonton akan menebak ending dari film yang ia tonton. Lain halnya dengan film ini.Â
Kisah Zira dan Ameer sudah menjadi buah bibir dari mulut ke mulut. Hampir seluruh penonton sudah tahu bahwa Zira ditinggal pergi selama-lamanya oleh Ameer. Seluruh elemen yang terlibat dalam film ini punya PR berat untuk dapat membuat penonton tidak jenuh meskipun sudah mengetahui ending ceritanya seperti apa.
Secara keseluruhan, film 172 Days menjadi pilihan tontonan yang komplit. Unsur romansa, melow, komedi, bahkan menangis sampai bikin sesak ada dalam film ini. Makna yang ingin disampaikan lewat film ini pun sangat mendalam.Â
Perjalanan hijrah seorang perempuan bernama Zira menjadi inspirasi untuk tetap bersabar menerima takdir-takdir yang sudah digariskan Tuhan.
Sampai akhirnya kita tersadar bahwa di dunia ini kita tidak memiliki apa-apa. Kepunyaan yang saat ini bisa kita pegang, mampu kita lihat, atau bahkan kita tatap setiap hari, hanyalah sementara. Semuanya tetap milik Tuhan. Dan segala sesuatu yang bernapas di muka bumi ini, suatu saat nanti akan berhenti berhembus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H