Film 172 Days mulanya menceritakan perbedaan kontras kehidupan Zira dan Ameer. Zira nampak sedang menikmati gemerlapnya lampu-lampu dunia malam. Sedangkan, Ameer sedang menjadi imam untuk ratusan jemaah.
Sebenarnya, dalam film 172 Days terlihat bahwa latar keluarga Zira sangat agamis. Zira juga menempuh pendidikan di sekolah bernuansa agama Islam. Namun ada satu momentum di mana ia kecewa atas tanggapan pihak sekolah. Padahal, sebagai sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, tak sepatutnya bertindak seperti itu.
Kekecewaan itu menjadi awal di mana dirinya tidak mau percaya lagi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama. Kondisi itu didukung oleh sahabat terbaiknya, Niki. Niki dan Zira adalah teman satu sekolah. Di saat seluruh warga di sekolah tidak mempercayai Zira, hanya Niki yang mau menemani dan mempercayainya.
Berteman dengan Niki semakin membawa Zira hanyut dengan kenikmatan sesaat. Masa mudanya dihabiskan di bawah gemerlap lampu dan iringan musik.
Singkat cerita, Zira merasa keresahan menyelimutinya di tengah-tengah keramaian orang-orang yang sedang berdendang. Perasaan tenang yang selama ini ia rasakan nyatanya hanya sesaat saja. Zira tetap tidak menemukan apa yang sebenarnya dia cari.
Sampai pada akhirnya Zira menemukan momentum tepat untuk meninggalkan dunia kelamnya. Perlahan ia memberanikan diri untuk menutupi rambutnya dengan hijab.Â
Sambutan suka cita dari keluarganya turut mendukung proses hijrah Zira. Terutama kakaknya, Kak Bella, yang bahkan ikut andil memberikan berbagai tips agar bisa Istiqamah. Salah satunya adalah dengan rutin mengajak Zira ke acara kajian di mesjid.
Zira berkenalan dengan Ameer yang saat itu menjadi penceramah. Tentunya Zira sudah mengenal Ameer yang merupakan putra dari Almarhum Ustaz Arifin Ilham.
Tanpa perlu menunggu lama, Ameer menghubungi Ibunda Zira untuk meminta izin melakukan proses taaruf dengan putrinya. Pendekatan mereka lewat proses taaruf sangat manis sekali. Sampai akhirnya mereka resmi menjadi suami istri.
Kebahagiaan sebagai pengantin baru begitu terpancarkan oleh Zira dan Ameer. Sepanjang film nyaris mereka tak berhenti untuk gandengan tangan. Pacaran setelah menikah begitu memikat dan menenangkan hati. Tapi siapa sangka, takdir Tuhan tidak pernah ada yang tahu.
Hanya selang beberapa bulan saja, Ameer jatuh sakit karena ada masalah di bagian paru-parunya. Zira begitu setia mendampingi Ameer. Begitu juga Ameer yang berusaha menjadi imam yang baik untuk istri tercinta. Meski dalam keadaan sakit, Ameer tetap menjadi imam sholat untuk Zira. Keduanya saling mendukung dan penuh kesabaran melewati ujian dari Tuhan.