Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Ketika Ibu (Dulu) Sedang Jatuh Cinta

23 Desember 2024   18:27 Diperbarui: 23 Desember 2024   18:27 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar seorang gadis era 1950-an (sumber gambar Meta AI - Dok.Pri)

Singkat cerita, ketika duduk pemuda berambut klimis berbelah kanan dengan tampilan rapi berkemeja putih, bercelana panjang hitam, bersepatu vantovel hitam, menjulurkan surat-surat yang dibawanya kepada Ibu, menyapa dengan sopan seiring senyum manis tersemat.

Mata kalian saling beradu, canggung dan malu-malu. 

"Ibu kok ngrasa ada sesuatu yang piyeeee, gitu, Nduk."

Aku tersenyum simpul dan beringsut makin mendekat memelukmu, Bu.

Cerita pun mengalir.

Saling mengenal nama, saling mengetahui alamat tinggal. Ternyata, pemuda itu tinggal di mess karyawan yang tidak jauh dari rumah Ibu.

Setiap pagi bila hendak menuju ke kantor kawedanan, jalan satu-satunya menuju kantor selalu melewati mess tersebut.

"Kamar mess bapakmu itu, jendelanya menghadap ke jalan besar. Jadi tiap Ibu dan teman-teman lewat, Bapakmu selalu melambaikan tangannya dari jendela. Perasaan Ibu ya seneng, ya malu, yaaa, gitulaah." Tawa ibu kembali berderai membuatku ikut cekikan.

 "Ih, Ibu gede rasa!" Kugelitik pinggang Ibu.

Seiring waktu, pemuda dari tanah Jawa itu bersilaturahim ke rumah Ibu, berjumpa dan berkenalan dengan Nyai dan Atuk -- kedua orang tua Ibu.

Setiap kali bertamu, pemuda itu duduk berseberangan dengan ibu, terpisah jarak dengan meja. Adik-adik Ibu yang perempuan sering berebut kesempatan untuk menyuguhkan minum dan kudapan ke ruang tamu demi bisa mencuri pandang wajah pemuda ganteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun