Arum bergegas memasuki rumah, mengucap salam dan mendapat jawaban dari para tamu. Sejurus matanya bersirobok dengan wanita paruh baya yang hampir tak pernah ia temui di kampung ini.
"Ibumu pulang, Nduk!" Wajah sumringah salah satu tetangganya membuat wajahnya syok. Ibu?
"MasyaAllah, Arum!" Tetiba perempuan yang barusan bertatapan mata dengannya, menghambur memeluk dirinya. Arum terhuyung. Respon ia pun memeluk wanita paruh baya itu.Â
"Ya, Allah, Arum." Bisikan itu terdengar haru penuh kerinduan di telinganya. Â Sekian detik berlalu, berdua pelan-pelan melepas pelukan. Kembali mereka beradu pandang.
"Maafkan Ibu, Arum. Kali ini Ibu benar-benar pulang." Wanita yang menyebut dirinya 'Ibu' itupun tersedu sambil mengusap kedua pipi Arum dengan lembut.
"Ibu berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Izinkan Ibu memulai kehidupan baru bersamamu. Sungguh maafkan ibu ya, Nduk."
Arum terpaku. Sudut matanya membasah. Pandangannya kabur karena air mata. Ia tak tahu persis apa yang dirasa sekarang. Entahlah, seperti tersiram gerimis pengusir sepi.
"Sore nanti kita ke makam Bapak ya, Nduk."
Arum hanya bisa tersenyum.
***
Artikel 73 -2023
#Tulisanke-518
#CerpenAnak
#Pulpen
#SayembaraCerpen
#NulisdiKompasiana