Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Berkat Kebiasaan Membacakan Cerita Jelang Tidur, Anak Jatuh Cinta pada Buku

29 September 2022   09:21 Diperbarui: 30 September 2022   20:00 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak masa usia pra-sekolah, saya mengenalkan anak berupa buku bergambar dengan nama yang menyebutkan benda-benda. 

Selain buku, ada juga flashcard bergambar dengan seri buah, binatang, peralatan makan, piranti masak-memasak, angka, dan lain sebagainya.

Buku yang lebih banyak menampilkan gambar dan warna daripada tulisan bertujuan untuk merangsang anak mengenal benda di sekitarnya.

Seiring dengan perkembangan usianya, saya pun membelikan paket buku Halo Balita, buku bacaan berisi tentang pendidikan kehidupan sehari-hari, seperti Aku Suka Berdoa, Belajar Berwudhu, Aku Tak Takut ke Dokter, dan lain-lain.

Serial Cerita Ba'da Isya (Sumber Dokumentasi Pribadi)
Serial Cerita Ba'da Isya (Sumber Dokumentasi Pribadi)

Buku dengan jenis hardcover di tiap halamannya, membuat anak nyaman melihat gambar berwarna dan tulisan yang menarik perhatiannya.

Saat makan maupun jelang tidur, saya kerap membacakannya. Anak sendiri yang memilih buku mana yang ingin dibacakan untuknya. 

Karena kebiasaan ini, meski belum bisa baca tulis, anak saya bisa bercerita ulang isi buku di tiap halaman dengan celoteh yang menggemaskan, sesuai kosakata yang ia miliki.

***

Semakin bertambah usia dan memasuki masa pendidikan anak usia dini (PAUD), saya mencoba mengenalkan bacaan berupa majalah anak-anak. Membeli majalah Bobo di kios buku, saya ulurkan kepada anak.

"Apa ini, Bunda?"

"Majalah, Nak."

"Apa itu majalah?"

"Buku yang isinya banyak cerita, ada juga ilmu pengetahuan, komik bergambar, kiriman cerita pendek dari teman-teman se-Indonesia. Banyak deh yang bisa dibaca di situ, Nak."

Lalu apa reaksi anak saya? Ia hanya membolak-balik halaman majalah. Kadang berhenti sejenak membaca judul artikel atau cerita. 

Membacanya sejenak yang saya yakin belum selesai disimak, ia telah berpindah ke halaman berikutnya. Begitu seterusnya hingga halaman terakhir.

"Kakak gak baca sampai selesai?"

"Nggak, ah! Baca buku aja."

Saat jelang tidur, membacakan satu dua cerita pada buku seri yang dimilikinya, anak curhat sejenak. Ia lebih menyukai buku cerita daripada majalah, buku lebih menarik dengan satu fokus alur cerita dan memiliki tema yang sama, itulah inti yang saya dapatkan dari hasil curhat dengan gaya bahasa usia anak.

Jadilah buku seri Cerita Ba'da Isya menjadi buku favorit pertamanya untuk selalu dibaca jelang tidur. Buku yang berisi cerita kepahlawanan, perbuatan baik dari para nabi dan rasul beserta para sahabat, kisah keteladanan dan pengajaran tentang hal-hal yang Allah sukai dan tidak sukai.

***

Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai mengenal pojok baca di kelas dan menjadi anggota perpustakaan. 

Kecintaan kepada buku mulai bertumbuh. Sering bertukar buku cerita dan komik manga anak-anak, membuatnya tertarik pula menggambar anime.

Pada usia sekolah dasar, yang mana teman sebayanya memiliki gawai pribadi, tidak demikian dengan anak saya. Ia lebih tertarik menggambar dan membaca buku dari teman atau pinjam dari pojok baca.

Kami sengaja tidak memberi gawai. Sekiranya ia ingin bermain permainan, kami izinkan sejenak menggunakan laptop untuk bemain dari aplikasi atau permainan unduhan. Ya, hanya sekedarnya saja di akhir pekan.

Saat mengikuti kajian parenting, kami setuju kepada si Pemateri, bahwa pemberian dan penggunaan gadget pada anak, sebaiknya dilakukan pada usia yang mengenal tanggung jawab. Yaitu sekitar usia 15 tahun ke atas atau usia Sekolah Menengah Atas.

Hal ini juga kami sampaikan ke anak, bahwa kelak ia boleh memiliki gawai sendiri pada usia yang disebutkan tadi. Bersyukur, anak paham dan mengerti maksud kami. Ia tak merengek, toh sesekali boleh meminjam gawai ayahnya di akhir pekan untuk bermain sejenak.

Sebagai gantinya, kami memberikan dukungan untuknya berupa kesempatan membeli novel atau komik kesukaannya.

***

Kolase Foto Koleksi Novel (Dokumentasi Pribadi Siska Artati)
Kolase Foto Koleksi Novel (Dokumentasi Pribadi Siska Artati)

Pandemi melanda negeri di akhir tahun 2019. Baru tiga bulan memasuki tahu 2020, saat anak saya memasuki semester kedua Sekolah Menengah Pertama, kegiatan belajar mengajar tatap muka berubah menjadi kegiatan daring.

Bersyukur keadaan dan kebutuhan penunjang daring masih bisa teratasi, dimana saya dan suami melakukan pekerjaan dari rumah, sehingga anak bisa menggunakan gadget dari salah satu perangkat milik kami.

Namun hal itu tak selamanya lancar. Memasuki tahun ajaran baru, yang mana semua kegiatan harus menggunakan aplikasi google meet, google clasroom, zoom meeting, whatsapp dan e-mail dengan link akun sekolah, tak memungkinkan lagi anak menggunakan gadget orangtua.

Terpicu karena keadaan pandemi, akhirnya kami pun 'terpaksa' membelikan gawai untuk anak, dengan tujuan sebagai alat penunjang kegiatan daring sekolah. 

Apakah lantas kami sebagai orangtua menyerah dengan keadaan pandemi dengan kehadiran gawai di tangan anak saat usia belum memasuki tahap bertanggung jawab?

***

Ilustrasi gambar: Pexels/RFstudio
Ilustrasi gambar: Pexels/RFstudio

Tak bisa dipungkiri, dengan adanya gawai yang berasa milik sendiri, anak saya mulai kecanduan benda elektronik ini. Apalagi sejak kecil, kami tak membiasakan untuk menggunakannya layaknya barang pribadi.

Otomatis dengan adanya kegiatan daring dan mengatur jadwal belajar serta mengunggah hasil pembelajaran melalui aplikasi, anak pun bertanggung jawab dengan rutinitas harian atas penggunakan gawainya.

Meski lebih sering berkutat dengan gawai, baik urusan sekolah maupun chit-chat dengan teman dan konsul dengan guru berkaitan dengan pelajaran, bermain game online pun tak terhindarkan.

Meski sudah dilarang untuk mengunduh aplikasi game dan media sosial lainnya, kami pun tak bisa menutup mata bahwa anak zaman now membutuhkan pergaulan luas melalui media tersebut.

Kami sebagai orangtua hanya bisa menasehati dan mewanti-wanti dampak negatif dan positif dari media sosial, mempertimbangkan usia remaja yang masih labil.

Kami bersyukur bahwa anak memperhatikan nasehat orangtua dan memberikan alasan uang bisa kami terima mengapa ia membtuhkan aplikasi media sosial. 

Alhamdulillah, pada masa sekolah menengah pertama, para guru membantu orangtua dengan memantau medsos siswa yang tertaut dengan jaringan sistem dari sekolah.

Seasyik apapun bermain gawai, anak saya tetaplah pencinta buku. Di saat bosan melanda, pelariannya adalah buku. Baginya buku dan komik adalah hiburan berharga. 

Hampir sebulan sekali, anak saya menagih jalan-jalan ke toko buku guna membeli buku baru. Nah, ini sih tergantung isi dompet ayahnya, hahaha.

Jika belum berkesempatan ke toko buku, saya mengajak anak ke perpustakaan untuk meminjam buku di sana. 

Saya dan anak gadis menyukai novel, saat ini kami sedang gandrung dengan novel garapan Tere Liye dengan serial Bumi, Bulan, Matahari, dan cabang-cabang seri novel ini yang mengisahkan tiga tokoh utama persahabatan antara Raib, Seli dan Ali.

Novel remaja yang seru dengan tingkat imajinasi tentang dunia paralel, sangat menarik perhatian kami hingga berusaha memiliki novel ini dengan menabung dan membelinya pada suatu kesempatan.

Jika tak mendapatkan judul yang diinginkan, anak saya berburu pinajam buku dengan kawan lainnya yang juga mengkoleksi novel Tere Liye ini.

Kami pun mengoleksi novel garapannya dengan seri Anak Nusantara, yang menghadirkan kisah semangat anak Indonesia dari latar belakang suku dan budaya. Kental dengan ajaran kebaikan, persahabatan, melawan kejahatan dan membongkar ketidakbenaran dalam lingkungan sosial kemasyarakatan, sungguh menginspirasi!

Meski menyandang sebutan 'kids zaman now' diberikan untuk generasi Z, anak saya tak serta merta menyibukkan diri dan asyik dengan gawainya. Apalagi kini usianya telah memasuki tahap usia bertanggung jawab.

Segala aktivitasnya kini telah diatur sendiri sedemikian rupa. Tetap membantu saya bebersih kamar dan mencuci piring. 

Sesekali memeras baju, menjemur dan mengambilkannya saat sudah kering. Bahkan terkadang menyetrika baju sendiri saat membutuhkan dan belum sempat disentuh oleh ART.

Buku tetap menjadi incarannya untuk hiburan jiwa dan melayangkan imajinasinya.

Siapa bilang baca buku membosankan?

Yuk, baca buku yang kita sukai!

Salam sehat dan selalu bahagia!

***

Artikel 115 - 2022

#Tulisanke-415
#BacaanAnak
#BoboLanggananku
#KakekMerza
#ArtikelBukuSiskaArtati
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun