Namun hal itu tak selamanya lancar. Memasuki tahun ajaran baru, yang mana semua kegiatan harus menggunakan aplikasi google meet, google clasroom, zoom meeting, whatsapp dan e-mail dengan link akun sekolah, tak memungkinkan lagi anak menggunakan gadget orangtua.
Terpicu karena keadaan pandemi, akhirnya kami pun 'terpaksa' membelikan gawai untuk anak, dengan tujuan sebagai alat penunjang kegiatan daring sekolah.Â
Apakah lantas kami sebagai orangtua menyerah dengan keadaan pandemi dengan kehadiran gawai di tangan anak saat usia belum memasuki tahap bertanggung jawab?
***
Tak bisa dipungkiri, dengan adanya gawai yang berasa milik sendiri, anak saya mulai kecanduan benda elektronik ini. Apalagi sejak kecil, kami tak membiasakan untuk menggunakannya layaknya barang pribadi.
Otomatis dengan adanya kegiatan daring dan mengatur jadwal belajar serta mengunggah hasil pembelajaran melalui aplikasi, anak pun bertanggung jawab dengan rutinitas harian atas penggunakan gawainya.
Meski lebih sering berkutat dengan gawai, baik urusan sekolah maupun chit-chat dengan teman dan konsul dengan guru berkaitan dengan pelajaran, bermain game online pun tak terhindarkan.
Meski sudah dilarang untuk mengunduh aplikasi game dan media sosial lainnya, kami pun tak bisa menutup mata bahwa anak zaman now membutuhkan pergaulan luas melalui media tersebut.
Kami sebagai orangtua hanya bisa menasehati dan mewanti-wanti dampak negatif dan positif dari media sosial, mempertimbangkan usia remaja yang masih labil.
Kami bersyukur bahwa anak memperhatikan nasehat orangtua dan memberikan alasan uang bisa kami terima mengapa ia membtuhkan aplikasi media sosial.Â