Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai mengenal pojok baca di kelas dan menjadi anggota perpustakaan.Â
Kecintaan kepada buku mulai bertumbuh. Sering bertukar buku cerita dan komik manga anak-anak, membuatnya tertarik pula menggambar anime.
Pada usia sekolah dasar, yang mana teman sebayanya memiliki gawai pribadi, tidak demikian dengan anak saya. Ia lebih tertarik menggambar dan membaca buku dari teman atau pinjam dari pojok baca.
Kami sengaja tidak memberi gawai. Sekiranya ia ingin bermain permainan, kami izinkan sejenak menggunakan laptop untuk bemain dari aplikasi atau permainan unduhan. Ya, hanya sekedarnya saja di akhir pekan.
Saat mengikuti kajian parenting, kami setuju kepada si Pemateri, bahwa pemberian dan penggunaan gadget pada anak, sebaiknya dilakukan pada usia yang mengenal tanggung jawab. Yaitu sekitar usia 15 tahun ke atas atau usia Sekolah Menengah Atas.
Hal ini juga kami sampaikan ke anak, bahwa kelak ia boleh memiliki gawai sendiri pada usia yang disebutkan tadi. Bersyukur, anak paham dan mengerti maksud kami. Ia tak merengek, toh sesekali boleh meminjam gawai ayahnya di akhir pekan untuk bermain sejenak.
Sebagai gantinya, kami memberikan dukungan untuknya berupa kesempatan membeli novel atau komik kesukaannya.
***
Pandemi melanda negeri di akhir tahun 2019. Baru tiga bulan memasuki tahu 2020, saat anak saya memasuki semester kedua Sekolah Menengah Pertama, kegiatan belajar mengajar tatap muka berubah menjadi kegiatan daring.
Bersyukur keadaan dan kebutuhan penunjang daring masih bisa teratasi, dimana saya dan suami melakukan pekerjaan dari rumah, sehingga anak bisa menggunakan gadget dari salah satu perangkat milik kami.