Oom mengajakku ke kamar ibu, jendela masih terbuka. Pandangan kami berdua mengarah ke pohon jambu. "Endi?" (Mana?) oom bertanya menyelidik. "Mau awan. Saiki ra ono" (tadi siang, sekarang gak ada) jawabku.
Oom tertawa, dianggapnya saya bercanda.
Namun sejak kejadian itu, oom saya rajin mengelus-ngelus tulang hidung dan kedua alis saya dengan dzikir, dan mengusap mata saya dengan Bacaan Surah Al-Fatihah, dengan maksud menghilangkan 'kemampuan' saya 'melihat' hal-hal aneh. Hal itu berlanjut sampai saya berusia sekitar 7 tahunan setelah pindah ke Pabrik Gula lainnya.
Hal itu oom lakukan, karena beliau sendiri ternyata juga pernah melihat hal yang sama dan bahkan pernah sholat sendirian, tapi di cermin lemari, terlihat ada yang ikut bermakmum dengannya. Ketika selesai salam, tak ada siapa-siapa di belakangnya.Â
Bahkan, pernah suatu malam, ia memperhatikan kantong celana panjang yang digantungnya bergerak-gerak sendiri, yang mana uang kertas bisa bergerak keluar sendiri. Lalu dengan santainya Oom menegur, "Awas kamu ya, berani-beraninya nyuri uangku! Tak masukkan neraka!" Tiba-tiba gerakan uang itu terhenti, menggantung begitu saja.
Oom tidak ingin saya bisa 'melihat' yang aneh-aneh.
Saya pun berdoa dan meminta kepada Allah, agar tidak lagi melihat yang begituan deh. Beneran ga mau lagi!
Percaya atau tidak, justru semakin dewasa bahkan sudah emak-emak begini, saya masih bisa 'merasakan' jika saya memasuki 'wilayah asing'.
Nantikan kisah berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H