Terinspirasi dari tulisan Mba Hennie beberapa waktu lalu tentang hantu, akhirnya saya menulis kisah ini. Bisa jadi, sewaktu kecil, saya bisa melihat hantu.
Hal tersebut saya alami ketika masih balita dan tinggal di perumahan dinas pabrik gula di Kota Kudus, Jawa Tengah. Cerita masa kanak-kanak yang disampaikan kakak saya dan semampu saya mengingat memori tentangnya.
Sudah menjadi kebiasaan di lingkungan perumahan, jika sore tba, kakak-kakak perempuan saya keluar rumah untuk bermain dengan teman sebaya sesama penghuni di lingkungan pabrik gula tersebut.Â
Ada sebuah taman bermain kecil di tengah komplek sebagai area berkumpul santai. Disanalah biasanya kakak menggendong saya sembari menyuapi makan sore.
Pernah kakak saya panik, gara-gara jelang senja, saat saya sedang disuapin, saya menunjuk-nunjuk ke pohon yang agak jauh dari tempat arena tersebut. Kakak saya bingung dengan arah telunjuk saya. "Kenapa, Nduk?" Saya tidak menjawab, hanya terus mengunyah sambil menunjuk ke pohon dan pandangan bertanya ke kakak saya.
Kakak berusaha mengarahkan pandangan sesuai arah jari telunjuk saya. "Opo sih?" (Apa sih?) Wajahnya masih bingung, memang ada apa disana.
"Adik" jawabku singkat. "Loro" (dua) kataku lagi.
"Apaan? Adik?" Kakak tidak mengerti.
Aku menggangguk. "Ono adik, loro. Iku," (ada adik, dua. Itu) tanganku mengarah menunju ke sebuah pohon - yang kata kakak - lumayan jauh posisinya, berada d belakang sebuah rumah dinas yang ada di depan area bermain.
"Endi adike?" (Mana adiknya?) tanya kakakku bingung. Ia merasa tak ada anak kecil selain aku dan kawan-kawannya yang sedang bermain di taman.
"Iku, loro" (Itu, dua) jawabku dengan masih menunjuk di pohon.