JANGAN TINGGALKAN AKU!
HUUUAAA...
Nah, sekarang terdengar jeritan dan rintihan dari sisi kanan Ranko. Ia bergegas tanpa mempedulikan. Ia sudah terlalu terbiasa mendengar rintihan hantu baik hantu perempuan maupun hantu pria. Malam ini ia ingin segera pulang dan minum cokelat panas bersama ayahnya dan Pak Rangga, sang asisten ayahnya yang setia.
JANGAN PERGI!
KAU SATU-SATUNYA HARAPANKU!
IA AKAN MEMBUNUHKU...
AAARGH...
Kalimat terakhir jeritan itu menyadarkan Ranko bahwa yang memohon pertolongan ialah seorang gadis dan bukanlah hantu perempuan seperti yang ia duga sebelumnya. Otomatis, ia menoleh ke belakang dan disuguhi pemandangan yang sangat mengerikan.
Â
Dalam temaramnya lampu jalan, tampak seorang gadis tersungkur di trotoar. Di punggungnya yang bersimbah darah tertancap sebatang pipa besi. Gadis itu pitak. Persis seperti kisah pembunuhan beruntun yang diceritakan Tuan Kamizawa, ayahnya Ranko. Massacre-kah?
Jantung Ranko berdebar keras. Ia celingukan. Sang pembunuh pasti masih berkeliaran di sekitar gang ini. Ia membungkuk dan meraih gadis tersebut.