"Kau bisa berdiri? Aku akan memapahmu," bisik Ranko.
Gadis itu menganggukkan kepala dengan lemah. Dengan susah payah ia berdiri. Lututnya goyah dan gemetar hebat hingga Ranko harus berjuang keras untuk setengah menyeretnya. Masih setengah perjalanan hingga mereka bisa keluar dari mulut gang.
Sepanjang perjalanan, gadis itu terisak. Ranko yang berpikiran dingin, berbisik dengan gusar, "Demi Tuhan, hentikan isak tangismu. Kau ingin kita berdua dibunuh oleh si pembunuh berantai? Aku baru akan menelepon polisi ketika kita keluar dari mulut gang dan berada di tempat terang. Nanti di kantor polisi kau bisa menangis keras sepuas mungkin."
Bukannya menghentikan isak tangisnya, gadis itu malah menangis lebih keras. "A...aku ta...tak maa...mau kiiitaaa teer...terbunuh. Aku takut mati!"
Ranko mengaduh. Mengapa malam ini nasib Ranko jauh lebih malang dari sebelumnya? Ia harus mengakui perkataan hantu yang menghadangnya di mulut masuk gang dan mengusirnya itu sudah perbuatan yang benar. Seharusnya, ia menghindari masuk ke dalam gang terkutuk itu. Ia bukan tipe pahlawan pembela kebenaran, melainkan hanya pelajar biasa yang kebetulan indigo.
    Sungguh keajaiban mereka bisa keluar dari gang dengan selamat mengingat gadis itu berisiknya minta ampun. Tak henti-hentinya ia menangis dan mengeluh.  Jika tak ingat dosa, Ranko ingin sekali meninggalkannya di trotoar. Sekarang ini bukan hanya si pembunuh yang ingin membunuhnya, tapi juga Ranko. Sepertinya, Tama, si hantu kucing, berhasil menularkan karakter kesabaran setipis selembar tissue.
Tepat di depan mulut gang, tampak seorang pengemudi motor ojek online yang celingukan sembari memegang handphone. Ranko segera melambaikan tangan.
"Dik, kok lama sekali. Hampir setengah jam saya tunggu di sini. Saya telepon tak diangkat-angkat. Mau saya batalkan order, kuatirnya adik ada apa-apa di dalam gang. Sedangkan gang ini jalan satu arah sehingga saya tak boleh masuk."
"Maaf, Pak. Saya tak mendengar dering handphone. Padahal handphone saya aktif. Mungkin gangguan sinyal."
"Ya, tak apa-apa. Mengapa Adik membungkuk terus? Sakit perut? Radang usus buntu?"
"Saya sehat. Saya kan kan sedang memapah. Bapak ini bagaimana?"