Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jurnal Hantu, Bab 26 - Mutiara Hitam

24 September 2024   10:40 Diperbarui: 24 September 2024   10:47 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tama, si kucing hantu, jengkel setengah mati. Ia baru saja mengunjungi makam Nona Missy, mantan majikan kesayangannya. Ada yang membuang sampah sembarangan di makam Nona Missy. Oleh karena itu, seharian Tama sibuk membersihkannya. Tama baru pulang jam 9 malam. Walaupun ia hantu kucing, ia merasa sangat lapar dan haus. Ia mendengus ketika melihat isi tudung saji yang kosong. Hanya ada tulang ikan. Sungguh terlalu. Keji benar kau, Ray. Tak menyisakan sepotong pun lauk untukku, pikir Tama.

"Ray, kau di mana? Aku lapar sekali," seru Tama. "RAY. AKU LAPAAAAR!"

Hening. Ke mana pergi Ray, si anak muda ceroboh itu? Mungkin Ray ada di rumah Ranko. Ah, benar. Lebih baik aku main ke rumah Ranko. Pasti Ranko akan menyuguhiku berbagai makanan enak. Dengan mood yang membaik, Tama pun bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Ranko.

Tiba-tiba Tama menoleh curiga ke sudut kamar. Ia yakin beberapa detik yang lalu ia melihat kilatan mata hijau. Ia memicingkan mata. Tapi, ia tak mendeteksi adanya pengaruh ilmu hitam. Mungkin hanya perasaannya saja. Kemudian, ia pun berlalu.

Makhluk bermata hijau itu mendesah lega. Nyaris saja. Ia harus lebih berhati-hati.

***

Tama terkesiap. Apa yang terjadi? Ranko dan Ray sedang menggotong Tuan Kamizawa yang pingsan di dapur menuju ruang tamu. Pak Rangga yang duduk terikat di lantai ruang tamu tampak mengenaskan. Kepalanya benjol sebesar telur burung merpati. Kacamatanya pecah. Ia tampak pucat dan lunglai.

"Ranko, apa yang terjadi?" Tanya Tama.

Ranko tersenyum manis. "Aku dan Ray akan mengadakan ritual khusus untuk mengusir jin ular yang merasukiku. Dan kemudian,  merasuki Ray. Sekarang jin ular itu merasuki Ayah dan Pak Rangga."

Tama terpana. Ia mengucek-ngucek kedua matanya yang kelabu dengan kaki depannya yang mungil. Tak bisa dipercaya.

"Ray, coba kau jelaskan. Mengapa kau yakin Tuan Kamizawa dan Pak Rangga kerasukan jin ular? Aku tak melihat adanya hawa negatif pada diri mereka."

Ray menengadah sembari tertawa terbahak-bahak. Wajah tampannya tampak begitu keji hingga Tama yang merupakan hantu kucing juga merasa aliran dingin di tengkuknya.  Apa Ranko dan Ray kerasukan?

Ranko menyodorkan sebuah belati ke tangan kanan Ray. "Mari kita mulai ritualnya."

"Hentikan perbuatan jahat kalian. Ranko, Ray, sadarlah."

"Tama, kau berani menghalangi kami?" Jerit Ranko. Matanya melotot menakutkan. Ia mendesis-desis.

"Ah, rupanya jin ular masih merasuk," cibir Tama. "Hey, ular betina tak tahu diri, cepat kau tinggalkan tubuh gadis kesayanganku."

"Kau tak akan menang melawan kami.  Hanya hantu kucing berumur puluhan tahun beraninya melawan jin ular berumur ratusan tahun," tegas Ray.

"Di mana Ray yang asli?"

"Mau tahu atau mau tahu banget?" Canda Ranko. Ia memainkan kalung emas berliontin mutiara laut hitamnya. Kemudian, matanya bermain dengan nakal. "Coba tebak ia ada di mana? Sebenarnya, ia dekat. Tapi terasa begitu jauh."

Tama terkesiap. Tak mungkin. Di dalam mutiara laut hitam itu tampak roh halus Ray ukuran mikro sedang sibuk melompat-lompat dan melambaikan kedua tangannya. Dasar pemuda ceroboh. Sudah kukatakan untuk berhati-hati saat berhadapan dengan jin ular. Ini belum juga apa-apa, sudah KO terkurung dalam mutiara laut hitam. Bagaimana cara mengeluarkan roh halus Ray dari mutiara dan memasukkannya kembali ke dalam tubuhnya? Bagaimana aku bisa menang melawan mereka berdua sedangkan orang yang bisa menggunakan mantera pengusir hantu dan Jurnal Hantu hanya Ray seorang.

"Serahkan leontin mutiara itu!" Tegas Tama.

Ray mendesis, "Cukup bermain-mainnya. Pergilah kau, hantu kucing! Pergilah mencuri ikan! Kau harus sadar kekuatanmu tak ada artinya dibandingkan kekuatan kami."

"Jangan halangi ritual kami! Atau kulemparkan mutiara hitam laut ini ke dalam api agar lebur. Tentu roh majikanmu pun akan lenyap begitu saja," ancam Ranko.

Tama bergeming. Ia tak punya pilihan lain. Terlalu besar risiko yang harus ditanggung. Tama tak ingin kehilangan roh halus Ray selamanya. Apa artinya cangkang tanpa isi? Apa artinya tubuh Ray tanpa roh halus Ray?

***

       Di salah satu tenda Sirkus Mr Freddy, Mr Bo baru saja menghapus riasan badutnya yang super tebal. Tanpa riasan, wajahnya yang biasanya terlihat humoris, tampak keji dan licik. Ia menyeringai ke bayangannya dalam cermin. Tak buruk juga berprofesi sebagai badut sirkus. Ia bisa memperoleh tumbal secara random dari kalangan pengunjung sirkus tanpa ada kekuatiran akan ketahuan oleh masyarakat umum.

       "Bo, kau harus akui. Dirimu memang sangat cerdik. Siapa yang akan menduga kau yang berada di balik semua ini," ujarnya pada dirinya sendiri. Senyum jahat bermain di bibirnya yang sangat tipis.

"Ranko, si gadis indigo dan Ray, si pemburu hantu, sudah ada dalam genggamanku. Bagus sekali jika kutumbalkan bocah-bocah cilik seperti mereka. Sesuai kata Romi, tumbal mereka berdua akan mendatangkan kekayaan yang melebihi tumbal biasa karena mereka memiliki aura spesial. Tak ada yang bisa melepaskan diri dari ilmu hitamku, kecuali aku mati. Tak sia-sia aku mengirimkan sepasang jin ular untuk menghadapi mereka."

"Badut jahanam, terimalah karma perbuatanmu," geram si makhluk mistis.

Mr Bo menoleh ke arah datangnya suara parau. Ia terkejut melihat mata hijau sebesar bola tenis melayang di udara dan menghampirinya dengan kecepatan tinggi. Kedua mata itu berpijar menyeramkan seperti lentera maut.

"Siapa kamu?"

Tanpa menjawab, makhluk mistis itu meraung dan menyerangnya. Mr Bo tak sempat melarikan diri. Ia hanya menatap pijaran hijau tersebut tanpa daya.

***

Tama terpana melihat mayat Mr Bo yang penuh cakaran. Ia menyentuh bekas-bekas luka tak beraturan di mayat Mr Bo. Ada goresan panjang. Ada goresan pendek. Luka-lukanya cukup dalam. Darahnya pun masih basah mengucur.  Genangan darah menodai tanah di dalam tenda itu. Bau amis menguar di mana-mana.

    Tama mengerutkan kening. Tak salah lagi. Ini pembunuhan brutal secara mistis. Dan jika dilihat dari goresan-goresan tak beraturan yang begitu banyak, pembunuhan ini dilakukan karena dendam kesumat. Bisa saja si makhluk mistis membunuh dengan cepat. Tapi ia tak melakukannya. Ia melakukan pembunuhan secara perlahan. Cakaran demi cakaran. Tama menghela napas. Kasus ini bertambah rumit.

      Tama terlambat selangkah. Ia curiga pada Sirkus Mr Freddy karena sepulang dari sirkus itu, Ranko kerasukan. Oleh karena itu, Tama berinisiatif menyelidiki Mr Bo yang misterius. Sekarang Tama menemukan jalan buntu karena Mr Bo sudah terbunuh. Tama memeriksa barang-barang pribadi Mr Bo, tapi ia tak menemukan petunjuk apa pun. Kecuali, selembar foto lama anak laki-laki kembar. Tama memicingkan mata. Raut wajah kedua anak kembar itu tampak tak asing. Tapi, Tama tak bisa mengingat mereka itu mirip dengan siapa.

Siapa yang membunuh Mr Bo? Lawan atau kawan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun