"Masa kau lupa? Ray pikun. Ini hadiah saat aku menari di panggung bersama Badut Mr Bo."
Aku mengerutkan kening. "Ranko, mengapa ia bisa tahu alamatmu? Kau memberitahu alamatmu pada mereka setelah kau siuman?"
Ranko menggelengkan kepala. "Mungkin mereka mengetahui alamatku dari biodata yang tersimpan saat aku membeli tiket pertunjukan sirkus secara online."
Aku menggumam setuju.
Ranko mengeluarkan kalung emas liontin dari kotak beludru berukuran kecil. Ia tersenyum puas melihat liontin cantik dari mutiara hitam. Mutiara laut itu sangat berkilau. Ia pun memamerkan hadiahnya dengan bangga padaku. Ia menggoyang-goyangkan liontin mutiara hitam di depan mataku hingga aku tersentak. Aku merasa ada kedipan mata di pada liontin tersebut. Aku mengucek kedua mataku. Lalu, memperhatikan liontin itu lebih seksama.
"Jangan kau goyangkan liontinnya! Aku ingin memeriksanya," pintaku. Aku menyentuh permukaan mutiara laut hitam yang tampak halus dengan jari telunjukku. Jariku seperti tersedot pusaran. Aku merasa diriku terguncang-guncang.
BYAAAR!
Ada ledakan bintang dalam benakku. Pandangan mataku kabur karena diriku dikelilingi gumpalan asap. Napasku tercekik seolah-olah ada ular piton raksasa yang membelit dada dan leherku. Perlahan asap hitam menghilang. Ranko tampak samar-samar. Ia seperti diselubungi lapisan kehitam-hitaman, tapi aku masih bisa melihat dirinya. Ia sedang berdiri dengan siapa? Hah, itu kan diriku! Terdengar percakapan mereka samar-samar.
"Bagus, bukan? Mutiara laut seperti ini harganya mencapai Rp 1.000.000,00," ucap Ranko antusias.
"Waw, belum lagi jika kau perhitungkan harga kalung emasnya."
Ranko menjerit kecewa. "Ray, coba kau lihat. Ada cacat pada liontin mutiaranya."