Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jurnal Hantu, Bab 9 - Hilangnya Farell Bagian 2

17 September 2024   08:25 Diperbarui: 17 September 2024   08:32 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

HIHIHIHIHI…BERANI SEKALI KALIAN MASUK KE RUMAHKU.

Kalong wewe itu menggendong seorang anak laki-laki tampan. Ia berambut ikal dan berkulit putih. Farrel! Hatiku mencelos riang. Masih ada harapan.

“Hey, kalong wewe. Kembalikan Farrel. Kau ini hantu. Sedangkan Farrel anak manusia. Kalian berbeda alam. Tak sesuai tinggal bersama,” ujarku memberanikan diri.

AKU TAK PEDULI. TAK AKAN KUBERIKAN ANAK MANIS INI. ANAK INI SUDAH MENJADI ANAK KESAYANGANKU. IA BEGITU PINTAR DAN TAMPAN. KAU SUKA BERSAMAKU KAN, FARREL? KAU SAYANG IBU, KAN?

Kami sangat terkejut karena Farrel mengangguk dan memeluk erat si kalong wewe. Bahkan, ia menyusu dengan nyaman. Ini sungguh di luar dugaan. Bagaimana mungkin si kalong wewe dan Farrel bertatapan dengan penuh kasih sayang? Hey, Farrel, apakah kedua matamu baik-baik saja? Apa matamu kelilipan kalong wewe? Emak barumu ini seram nian. Tak ada manis-manisnya dipandang dari sudut mana pun. Sungguh heran. Apakah kalong wewe ini menggunakan sihir pelet ataupun kamuflase?

Adrenalinku berpacu kencang. Bukan hanya perasaan ngeri yang mencengkeram diriku, tapi juga takjub. Kalong wewe itu berwujud seorang nenek bertubuh besar dengan tinggi sekitar 180 cm. Kulitnya hijau kebiru-biruan. Rambutnya panjang, putih, dan kusut. Sepasang matanya semerah darah. Yang membuat diriku jengah, buah dadanya yang membusung dan panjang menjuntai hingga pinggang. Kuharap mataku tak bintitan melihat pemandangan tak senonoh ini. Penampilan hantu nenek tersebut melanggar UU Pornografi. Jika aku berhasil memfotonya dan mengupload di aplikasi X (dulu twitter), pasti langsung trending.

Belum sempat aku menyerang makhluk mistis itu, ia sudah menerjangku dengan kekuatan dahsyat hingga aku jatuh terpelanting.

MASIH ANAK BAU KENCUR, BERANINYA MENGHALANGIKU.

Aku berbaring terlentang dan mematung. Ada kekuatan aneh yang membuat diriku tak bisa bergerak. Sepasang mata merah itu terasa membesar dan menghipnotisku. Panasnya! Aku merasa berbaring di atas bara api.

Ismi yang melihatku tak berkutik, melompat ke wajah si kalong wewe dan mencakar matanya. Oh, mata kirinya langsung copot dan menggelinding. Nice job, Ismi! Akibat serangan Ismi, si kalong wewe tidak hanya bertambah seram, ia juga bertambah murka hingga tubuhnya bertambah besar dua kali lipat. Ismi, si hantu kucing mungil, ditendangnya hingga menabrak pohon jati. Akibat kerasnya tendangan si kalong wewe, batang pohon muda tersebut patah terbelah dua. Kemudian, si kalong wewe terbang ke atas pohon jati.

Tama langsung melakukan serangan sembilan buntut dan membuat mata kanan si kalong wewe kelilipan. Ia pun jatuh terjerembab. Untungnya, tubuhku bisa bergerak lagi dan aku berhasil menangkap Farrel yang ikut terjatuh bersama si kalong wewe.

Kalong wewe ini memang bukan makhluk sembarangan. Ia bangkit kembali dan mengepakkan sayap kalongnya begitu keras hingga aku jatuh berlutut. Saat itulah, ia berhasil merebut Farrel. Kemudian, ia terbang tinggi di antara pepohonan jati.

Aku pun langsung mengejar makhluk mistis tak tahu diuntung tersebut. Tepat di belakangku, Tama dan Ismi membuntutiku.

"Sialan! Entah terbang ke mana kalong wewe tersebut?" Gerutuku. Aku sangat bad mood. Wajah dan tubuhku berlumuran tanah lumpur akibat jatuh berulang kali. Tubuhku sangat lelah dan terasa kaku ketika digerakkan.

Ismi mendahuluiku. "Ke arah sana, Ray. Kalong wewe itu pasti terbang ke arah pemakaman umum."

Ah, jangan ke sana. Please, Ismi. Semoga kali ini terkaanmu salah. Tapi, harapan tinggal harapan. Perempuan memang selalu benar.

Aku memicingkan mata. Janggal sekali melihat gaya terbang kalong wewe. Pantas saja aku tadi tak melihatnya. Si kalong wewe terbang dan dalam beberapa detik ia menghilang. Kemudian, ia tampak lagi. Dan seterusnya.

Akhirnya, kami sampai juga di pemakaman umum yang terletak di lembah. Pemakaman itu tampak mencekam. Waduh, bagaimana jika malam ini semua hantu bangkit? Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang menarik kaki kananku. Tapi karena bulan tertutup awan, saat itu aku tak bisa melihat apa-apa."

"Tam...Tama...Ismi...kalian di mana? Gelap sekali. Aku tak bisa melihat apa pun. Kalian ada di dekat kaki kananku, ya? Jangan iseng menggelitik jempol kaki dong," pintaku. "Tak lucu."

"Siapa yang ingin memainkan jempolmu yang bau? Kau kan jarang ganti kaus kaki," tegas Tama.

Ismi terkikik. Ia menjentikkan kaki kanan depannya. Sekejap tampak lidah api biru yang melayang di dekat kami bertiga.

Ups...Apakah itu? Aku sangat ngeri memandang sepotong tangan berdarah-darah yang asyik membelai ibu jari kananku. Hampir saja aku berteriak jika Tama tidak mengedipkan sebelah mata hijaunya.

Tama memberi tanda isyarat dan langsung mencakar tangan nakal tersebut. Terdengar suara rintihan. Tangan itu langsung terjungkal dan melarikan diri masuk ke dalam tanah makam di belakang kami. Terdengar isak tangis dalam makam tersebut.

"Manis benar ya sambutan penghuni makam di si...ni," keluhku sarkastik. Baru saja kalimat terucap, makam di sebelah kiriku meledak. Muncullah tengkorak yang berdiri dengan tangan terjulur ke depan.

ISTRI. MANA ISTRI? MANA ISTRIKU?

Suaranya yang parau bergema ke seantero pemakaman. Ia mulai bergerak mendekati kami.

"Jaga jarak, Kek. Tidak ada istri Kakek di sini."

ISTRI. ISTRIKU. ISTRIKU. AKU YAKIN ISTRIKU DATANG.

Tengkorak itu murka. Kedua lubang matanya menyala biru.

ISTRI. MANA ISTRIKU? KALIAN SEMBUNYIKAN DI MANA ISTRIKU?

Tama mendesis, “Ismi, bakar dia dengan obor suci yang kita bawa.”

Tengkorak itu menari-nari dalam jilatan api. Ia terus saja bergerak maju mendekati kami dengan gerakan mengancam. Oleh karena itu, aku pun mulai merapalkan mantera.

Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.

Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.

Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.

Abadilah dalam kegelapan.

Tengkorak itu tersungkur dan lenyap. Tiba-tiba dari atas pohon mangga terdengar lolongan sehingga kami segera mendekati pohon tersebut. Kami menatap kalong raksasa yang tergantung di cabang pohon mangga. Ternyata kalong wewe tersebut bersembunyi di atas pohon.

Tama merebut obor suci dari tangan Ismi dan membidik kepala si kalong wewe. Obor itu mengenai sayapnya!

JANGAN KALIAN GANGGU KAKEK TENGKORAK. RASAKAN PEMBALASANKU. HIHIHI...

Ups. Ternyata istri si kalong wewe ialah kakek tengkorak. Si kalong wewe menggeram karena jilatan api obor suci mulai membakar sayapnya. Obor itu sebenarnya tidak ada apinya bagi manusia biasa. Tapi, bagi makhluk mistis, obor itu memiliki api  biru abadi yang berefek menyakitkan. Obor suci itu diperoleh Tama ketika ia iseng membongkar peti milik kakekku.

Angin kencang berhembus akibat kepakan sayap kalong wewe. Ia memelukku erat hingga aku merasa tulangku remuk. Ia terbang berputar-putar di udara dengan sayap terbakar. Aku bisa merasakan sayatan gigi taringnya menggores pipiku. Napasnya yang bau amis darah membuat kepalaku pening.

Dalam keadaan setengah sadar, aku merapalkan mantera.

Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.

Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.

Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.

Abadilah dalam kegelapan.

Perlahan kalong wewe itu lenyap menjadi abu. Dan muncul di Jurnal Hantu yang susah payah kubuka saat aku berada dalam pelukan si kalong wewe.

KALONG WEWE, MAHKLUK MISTIS YANG SUKA MENCULIK ANAK-ANAK. IA LEMAH TERHADAP API.

Farrel terisak, “I…ibu. IBU.” Ia diselamatkan Tama dan Ismi dari celah di pohon mangga saat aku sibuk berkelahi dengan kalong wewe

“Farrel, kau tak apa-apa, kan?” Tanyaku lembut. Anak kecil ini begitu kesepian hingga menganggap si kalong wewe sebagai ibunya. Aku mengetahui dari Ismi bahwa Farrel piatu sejak ia dilahirkan.

Farrel tampak sulit menjawab pertanyaanku, “A…A…A….K…U…KU… AKU…”

Aku, Ismi, dan Tama saling berpandangan. Misi kami menemukan Farrel berhasil. Tapi, ia menjadi gagap. Kami terlambat menemukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun