Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jurnal Hantu, Bab 3 - Lampor

16 September 2024   11:06 Diperbarui: 16 September 2024   11:09 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

"Apa kau bisa menangani hantu itu?" Tanya Pak Dira dengan gugup. Tak henti-hentinya ia mengusap kumis panjangnya. "Kupikir Kakek Fandi sendiri yang akan menangani hantu ini. Kau masih begitu muda."

                "Tenang saja, Pak. Aku sudah biasa menangani hantu, "bualku. "Kakek menaruh harapan besar pada diriku."

                "Oh, begitu?" komentar Pak Dira dengan mata curiga. "Jika kau yakin bisa mengatasinya sendiri, maka menginaplah malam ini di ruang tamu yang letaknya tepat di sebelah ruang tidurku dan istriku. Atau, lebih baik kita tidur bersama?"

                "Sebaiknya, kita berada di kamar terpisah agar hantu itu lengah. Gangguan hantunya seperti apa?"

                "Awalnya, ia hanya mengetuk-ngetuk pintu secara perlahan saat larut malam. Tapi akhir-akhir ini, ia tidak hanya mengetuk pintu, tapi menggedor pintu dan memanggil-manggil namaku. Istriku mengalami insomnia karena terlampau takut. Ia mengancam tak akan pulang ke rumah sebelum aku membereskan hantu ini. Sekarang istriku berada di rumah mertuaku. Bahkan, ia menuduh aku melakukan praktek pesugihan hingga hantu mendatangiku dan ia tak mau menjadi tumbal ritual sesat. Jadi, tolonglah kami, Nak! Musnahkan hantu jahat tersebut sebelum istriku menceraikanku!"

                Seperti adegan telenovela, Pak Dira menggenggam kedua tanganku erat-erat. Sungguh pria yang emosional! Dengan gaya profesional, aku meyakinkannya bahwa aku, Raymond Antariksa, berjanji akan mengubah hantu tersebut menjadi debu seukuran partikel nano. Setelah menjadi debu, hantunya tinggal ditiup. Fuuuh!

               

***

                Tepat jam 2 malam, aku terbangun karena mendengar bunyi ketukan pintu kamar Pak Dira. Bunyi tersebut perlahan dan ragu seolah takut membangunkan Pak Dira. Aku menajamkan telinga lagi. Tak ada apa-apa. Aku pun terlelap kembali.

                TOK TOK TOK.

                Aku tersentak. Bunyi itu terdengar begitu dekat.

                TOK TOK TOK.

                TOK TOK TOK.

                Sekarang pintu kamarku yang diketuk. Aku memandang pada pintu kamar. Tak lama kemudian, gagang pintu bergerak naik-turun. Apakah ini benar perbuatan hantu atau hanya orang iseng? Mungkin saja ada orang yang sirik pada Pak Dira.

                "Ray....Ray, tolong bukakan pintu! Ray, kemarilah! Ini Kakek, Ray."

                "Ka...kakek? Bukankah Kakek masih berada di Singapura?" Tanyaku heran. "Mengapa Kakek ada di sini?"

                "Kakek baru saja pulang. Bukakan pintu dulu! Mari kita memburu hantu bersama."

                Aku merasa galau. Bukakan pintu tidak, ya? Tapi, bagaimana kalau itu hantu, bukan Kakek Fandi? Di Jurnal Hantu juga disebutkan bahwa lampor seperti bunglon. Ah, lebih baik kuintip sedikit dari lubang kunci pintu. Maka, aku pun melangkah dengan hati-hati menuju pintu dan membungkuk. Mata kananku memicing dan fokus menatap Kakek yang berada di balik pintu.

                HUWAAAW! Mata dibalas mata. Ada satu mata merah yang mendelik di lubang kunci. Pupil matanya besar dan sehitam arang.

                TOK TOK TOK.

                GUBRAK. GUBRAK. GUBRAK.

                Hantu Lampor menggila. Pintu kamarku digedor begitu keras. Aku heran tak ada tetangga yang merasa terganggu.

                "RAY....RAY! BUKAKAN PINTU! KAU TAK KASIHAN PADA KAKEKMU YANG KEDINGINAN?"

                Ting! Hp-ku berdenting, pertanda ada pesan WhatsApp masuk.

Pak Dira: Nak, kau tak apa-apa? Bapak khawatir sekali. 

 Aku: Tenanglah! Bapak jangan keluar dari kamar, ya. Aku akan memberantas hantu berisik ini.

 Pak Dira: Okay. Hati-hati!

                Tak lama kemudian, hantu tersebut menggedor pintu kamar Pak Dira dan menirukan suara istri Pak Dira, "DIRA! DIRA! BUKAKAN PINTU. AKU ASTI, ISTRIMU YAN CANTIK. JIKA KAU TAK MEMBUKAKAN PINTU, AKU AKAN MENCERAIKANMU."

                Waduh! Ancaman Lampor ini sungguh maut. Ia tahu pasti apa kelemahan Pak Dira.

 Ting!

 Pak Dira: Nak, aku takut sekali. Benar kau bisa membasmi hantu ini? Hantunya menirukan suara istriku. Sekarang ia cekikikan.

 Aku: Percayalah, Pak. Aku belum pernah gagal membasmi hantu.

                Menjadi istri Pak Dira? Aku ingin tertawa terbahak-bahak. Hantu ini sangat berbakat menjadi pemeran drama. Kemudian, sang lampor pun kembali menghampiri kamarku. Aku bisa mendengar suara langkah kakinya yang terseret-seret.

                Dari lubang ventilasi kamar yang berada di atas pintu, tampak wajah Kakek Fandi, tapi matanya merah menyala. Ia tampak begitu murka.

                "R....RAA....RAY! Ini Kakek. Kau tega membiarkan Kakek sendirian di luar?" Bisik Lampor. Suara Lampor yang persis suara Kakek itu membuatku merinding. Ia mendengus-dengus. Dan kemudian, tertawa meringkik persis kuda, "HIHIHIHIHI...Ray, cucuku sayang. Kemarilah! Kakek sangat kangen dan ingin memelukmu."

                Jenuh karena tak ditanggapi, Lampor ini kembali meneror kamar Pak Dira. Aku bisa mendengar bunyi tumbukan yang keras.

                "R...AY! RAY, TOLONG AKU! HANTU INI HENDAK MEMBUNUHKU. CEPATLAH! AAARGH..."

                Aku memutuskan untuk bertindak nekat karena nyawa Pak Dira terancam bahaya. Suara Pak Dira yang parau terdengar begitu cemas. Dengan membawa pisau lipatku yang tajam dan Jurnal Hantu, aku membuka pintu kamarku dengan gaya Superhero.

                Lampor dalam sosok Kakek Fandi raksasa, terpingkal kesenangan. Ia membalikkan badan dari pintu kamar Pak Dira yang tertutup rapat. Aku tertipu! Lampor yang terlampau cerdas. Atau, aku yang sedungu keledai?

                Dalam sedetik, Lampor berada di depanku. Ia berubah menjadi wujud aslinya, yaitu sosok kakek tua super keriput seperti kertas perkamen dengan tubuh menyerupai kuda dari pinggang hingga kaki. Kulitnya begitu tipis hingga aku bisa melihat dengan jelas pembuluh venanya yang kebiruan. Aku akan menancapkan pisau lipatku tepat di jantungnya.

                HUUK! Dadaku sangat sakit karena dihantam kaki depan Lampor. Pisau lipatku terlepas dari genggaman tangan kananku. Jurnal Hantu pun jatuh berdebam ke atas lantai. Lampor mencapit leherku seperti jepitan tang. Lampor menunggangiku hingga aku bisa merasakan bobotnya. Bulu-bulu kasarnya menggesek kulit tangan dan wajahku.

                Kedua mataku terbeliak ke atas. Jantungku berdebar begitu keras. Aku sulit bernapas. Pandanganku mulai kabur. Aku merasakan bayang kematian mendekat... Tidak, aku tidak mau mati konyol di tangan Lampor barbar. Dengan sisa tenagaku yang terakhir, kuraih buku Jurnal Hantu yang berada di sampingku dan menghantamkannya tepat pada kepala Lampor hingga ia menggeram.

                Jurnal Hantu jatuh ke lantai dalam keadaan terbuka. Tiba-tiba buku itu bercahaya dan ada tulisan yang terukir di sana.

Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.

Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.

Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.

Abadilah dalam keheningan.

                Secara insting, aku mengucapkan kalimat itu. Lampor itu menjerit histeris sembari menghentak-hentakkan kaki. Seperti gumpalan asap, ia menghilang dan sosoknya terpatri dalam halaman pertama Jurnal Hantu!

                Di bawah sosok Lampor yang masih mengamuk karena terperangkap dalam kertas Jurnal Hantu, terdapat penjelasan singkat. Lampor, kunti pria yang pandai menyamar dan senang mengetuk pintu. Gunakanlah air daun bidara untuk melemahkan kekuatannya.

                Konyol! Jurnal Hantu macam apa ini? Setelah aku hampir mati dan mengalahkan Lampor, petunjuknya baru muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun