Aku tersentak. Bunyi itu terdengar begitu dekat.
        TOK TOK TOK.
        TOK TOK TOK.
        Sekarang pintu kamarku yang diketuk. Aku memandang pada pintu kamar. Tak lama kemudian, gagang pintu bergerak naik-turun. Apakah ini benar perbuatan hantu atau hanya orang iseng? Mungkin saja ada orang yang sirik pada Pak Dira.
        "Ray....Ray, tolong bukakan pintu! Ray, kemarilah! Ini Kakek, Ray."
        "Ka...kakek? Bukankah Kakek masih berada di Singapura?" Tanyaku heran. "Mengapa Kakek ada di sini?"
        "Kakek baru saja pulang. Bukakan pintu dulu! Mari kita memburu hantu bersama."
        Aku merasa galau. Bukakan pintu tidak, ya? Tapi, bagaimana kalau itu hantu, bukan Kakek Fandi? Di Jurnal Hantu juga disebutkan bahwa lampor seperti bunglon. Ah, lebih baik kuintip sedikit dari lubang kunci pintu. Maka, aku pun melangkah dengan hati-hati menuju pintu dan membungkuk. Mata kananku memicing dan fokus menatap Kakek yang berada di balik pintu.
        HUWAAAW! Mata dibalas mata. Ada satu mata merah yang mendelik di lubang kunci. Pupil matanya besar dan sehitam arang.
        TOK TOK TOK.
        GUBRAK. GUBRAK. GUBRAK.