Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Miss Kunti Pattaya Thailand Ingin Liburan Gratis ke Indonesia

24 Juni 2024   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2024   13:06 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantai Pattaya sungguh indah saat malam hari. Rembulan purnama bagaikan lampu gantung di langit sehitam tinta gurita.

Infrastruktur Pantai Pattaya sangat nyaman dengan jalan raya yang lebar sehingga mudah diakses oleh bis-bis wisata. Juga trotoar pejalan kaki yang lebar. Walaupun diterangi banyak lampu jalan, tak urung jantungku berdebar. Suasana tengah malam begitu misterius di obyek wisata ini. Hanya beberapa turis yang berjalan kaki. Ada juga turis yang berenang di Pantai Pattaya yang dibatasi pelampung pembatas (safety float).

"Enggak usah pakai sandal. Enak banget nyeker kayak ayam," ujar Lia sembari cekikikan. Ia pun setengah berlari di Pantai Pattaya.

"Hei, jangan mercikkin air laut. Kausku basah nih!" Protes Nia pada Rudi yang usil. 

"Begitu saja ngambek. Pundung-an (pemarah)! Masa sama air laut saja takut. Mumpung di sini harus rasakan air laut Thailand. Besok pagi saja kita sudah meninggalkan Pattaya," tukas Rudi sembari memercikkan air laut lebih banyak pada Nia. 

"Bajuku basah nanti membayang pakaian dalamku," seru Nia. Dengan khawatir, ia menunduk dan memperhatikan kausnya yang agak basah.

"Tak perlu cemas. Kau ini sekurus lidi.  Walaupun pakaian dalammu membayang, kau persis anak kecil," ujar Rudi. Ia pun meraup air laut lebih banyak dan menyiramkannya ke arah Nia yang gelagapan. Rupanya, Rudi ini kerasukan roh nenek gayung. Tapi ini kan Thailand? Masa ada nenek gayung di Thailand?

"Awas kau! Dasar tukang bully fisik!" Geram Nia sembari membalas. Tapi Rudi larinya cepat. Ia baru berhenti ketika menabrak pasangan pemuda negara Barat dengan gadis Thailand yang eksotis. Mereka sangat rupawan dengan kulit kecokelatan akibat terbakar sinar mentari.

"I am sorry, Mister, Miss. Please, continue your dating! (Maaf, Tuan, Nona. Silakan lanjutkan kencan kalian!)," ucap Rudi dengan wajah polos tak berdosa. Padahal setelah pasangan tersebut berlalu, ia menyeringai nakal. "Aku menabrak tepat saat mereka sedang berciuman. Ah, romansa masa muda. Ada yang mau praktek denganku?"

"Dasar playboy kampus," olok Ita. Ia mencibir dan mengacungkan jempol tangan kanannya ke bawah.

"Rud, jangan nangis, ya? Amit-amit jalin romantisme denganmu walaupun ditraktir teh susu Thailand, ikan kakap asam manis, Tom Yum Goong, Pad Thai (mie goreng), mango rice...Enggak level!" Seru Mia meremehkan.

Rudi mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Kejam nian kau Mia. Engkau akan menyesal ketika dirimu sudah tua dan lumutan. Saat itu kau baru mengejar diriku."

Rudi pun langsung ditimpuk kerang laut dari berbagai arah. Bagaimana Rudi akan menang? Lima perempuan melawan 1 pria. 

"Aku jadi lapar. Yuk kita jajan cemilan di minimarket," ajak Linda. Ia mengibaskan rambut panjangnya hingga Rudi pun langsung mengikuti gaya kibasan tersebut secentil mungkin.

"Rudi gila! Tahu begini tak perlu kita ajak dia," gerutu Linda. 

"Aku kan bodyguard kalian. Bagaimana jika kalian diculik di Pantai Pattaya yang sepi ini. Kemudian, dijual di Timbuktu? Kayak kamu Sis. Wajahmu yang lugu itu mengundang bahaya. "

Aku pun meleletkan lidah. Dasar Rudi usil!

Di minimarket, banyak cemilan menarik. Dan harganya pun masih terjangkau dompet mahasiswa. Aku meneguk jus mangga botol yang cukup segar walaupun kemanisan.

Tiba-tiba seekor anjing pantai besar masuk ke dalam minimarket. Ia mengikuti seorang turis perempuan dari Amerika Serikat yang membelai kepalanya dengan penuh kasih sayang.

"Are you hungry, Babe? (Kau lapar ya, Sayang?)" Tanya turis perempuan asing itu pada wajah anjing yang sesendu senja. Ia pun membelikan sepotong susis rebus yang langsung hilang dalam satu gigitan. 

Turis perempuan itu terkekeh. Dan langsung pergi meninggalkan minimarket tanpa mengajak si anjing pantai. Tentu si anjing sekarang mengarahkan sinar mata X-nya pada kelompok kami yang ketakutan.  Ia pun mendekati dan mengendus.

"TAKUUUT!"

"RUDI, HADAPI ANJING ITU. KAU KAN BODYGUARD KITA."

"TRAKTIR DIA, RUD."

"AKU TONGPES," seru Rudi ketakutan. Entah takut keluar uang untuk mentraktir si anjing preman, entah takut dengan fisik si anjing pantai yang ala Rambo. Ia malah ambil langkah seribu. Ia yang pertama melarikan diri dari si anjing. Sungguh pria yang gentleman, membiarkan para gadis menghadapi naga...eh anjing gendut sendiri.

Siapa yang tak takut dengan anjing pantai yang berotot itu? Langsung saja kelompok kami menghambur keluar. Dan mereka melupakanku. Huhuhu. Beginikah nilai persahabatan? Mana sahabat kala senang dan susah? Mana? MANA?

Dengan susah payah aku mengendap diiringi tatapan memelas si anjing pantai. Maaf, aku juga tak punya sisa uang di saku. Seharusnya, kau mengemis pada turis kaya, bukan turis mahasiswi sakurata sepertiku.

Secepat kilat, aku membuka pintu minimarket dan lari keluar. Selamat!

Baru saja senang lolos dari si anjing pantai, aku pun menyadari semua kawanku telah lenyap. Aduh! Mana aku tak membawa handphone.

Untunglah, dari sini tampak hotel tempatku menginap tinggi menjulang. Aku pun menyusuri jalan kecil menuju hotel. Walaupun sedikit sekali pejalan kaki, tapi tepi jalan penuh dengan tempat hiburan malam yang agak kumuh. 

Terdengar siulan nakal dari berbagai penjuru. Aku takut sekali hingga jantungku terasa melompat keluar. Ternyata Pattaya tak semanis yang terlihat.

Suara berdentam-dentam seperti alunan musik neraka mengikuti langkahku. Warna warni lampu neon di tempat hiburan malam bagai mata iblis yang mengintai. Belum pernah aku lari secepat ini. Khawatir ada orang mabuk yang menangkapku

Aku merengut. Sesampainya di hotel, tak ada teman yang menyadari hilangnya aku. Sungguh setia kawan!

Saat itu aku tak menyadari. Sebenarnya, aku tak sendiri. Bisakah kau menebaknya?

***

HihihiHIHIHIHI.


Suara cekikikan kunti itu semakin lama makin keras diiringi bunyi putaran bagian atas meja-meja makan bulat yang menggasing sendiri, tanpa ada satu orang pun yang memutarnya.

Meja-meja makan tersebut merupakan meja makan yang terbuat dari kayu jati berwarna cokelat gelap dan terdiri atas dua tingkat, yaitu tingkat pertama merupakan fondasi dan tingkat kedua merupakan bagian yang bisa diputar sehingga lebih praktis dalam mengambil sajian kuliner yang diinginkan. Selain berfungsi sebagai meja makan, meja berbentuk bulat identik dengan ritual pemanggilan arwah di Eropa. Biasanya pengikut sekte sesat akan duduk mengelilingi meja sembari saling bergenggaman tangan dan sang mediator akan mengalami kesurupan arwah. Kemudian, anggota lainnya dapat bertanya suatu hal pada si mediator.


Meja-meja makan tersebut melayang dari segala sudut ruangan dan mengepungku hingga membentuk lingkaran besar. Aku dan kunti berdiri berseberangan. Walaupun demikian, aku bisa melihat kedalaman ceruk matanya yang seperti sumur. Pupil matanya begitu lebar dan hitam seakan-akan hendak menelanku dalam kegelapan. Warna kulitnya yang seputih kanvas diimbangi warna bibir yang merah darah. Rambutnya yang hitam lebat, sangat kusut.


Tiba-tiba angin berhembus kencang sehingga daster putih si kunti berkibar bak bendera perang. Aku  merasakan mataku perih terkena gesekan angin. Sekarang suara cekikikan kunti bersahut-sahutan dan menggema ke seluruh penjuru ruangan. Raut wajahnya pun tambah menyeramkan. Aku merasakan diriku terseret oleh angin hingga aku berdiri begitu dekat dengan kunti tersebut. Ia mengangkat kedua tangannya dan mencengkeram bahuku. Walaupun tertutup baju, kukunya yang kotor, panjang, dan runcing menyayat kulitku. Matanya menghipnotisku. Aku sangat takut, tapi tak bisa melarikan diri. Seiring suara cekikikannya yang menggelegar, aku merasa bulu romaku berdiri semua. Rambutku yang panjang menjadi kaku dan tegak ke atas seperti tersetrum aliran listrik. Jika diibaratkan, rambutku persis bentuk rambut Marge Simpson, tokoh kartun The Simpsons. Lucu, bukan?


Aku tak tahu berapa lama aku berhadapan dengan si kunti karena kesadaranku semakin menghilang. Gigi taringnya yang putih, tampak mengancam dan bergerak mendekat. Akhirnya, semua menjadi gelap dan aku terbangun dengan wajah konyol di kasurku sendiri. Ibuku yang berada di sampingku, tertawa dan menceritakan bahwa aku mengigau. Ibuku usil sekali. Ia tidak membangunkanku yang bermimpi buruk.


Setelah mendengarkan kisah mimpiku yang seram, ibuku bertanya, "Sis, apakah saat di Thailand, kau mengunjungi daerah seram?"


"Tidak, Bu," jawabku sembari menggelengkan kepala. Aku berpikir sejenak, "Memang rombongan study tour kami makan di restoran seafood Thailand yang agak aneh dan suram. Seluruh meja makannya merupakan meja bundar seperti mimpiku. Selain itu, aku juga berjalan-jalan menyusuri pantai Pattaya tepat tengah malam bersama dengan sekelompok kawanku."


"Meja makan mungkin hadir dalam mimpimu secara kebetulan. Tapi, saat di Pattaya kunti tersebut mengikutimu. Aneh-aneh saja kamu ini. Masa menyusuri pantai menjelang tengah malam," omel ibuku. "Ibu kan sudah berpesan kamu jangan bermain hingga larut malam."


"Pemandangan Pattaya begitu indah, Bu. Walaupun laut terlihat gelap, banyak lampu-lampu besar di sepanjang trotoar. Padahal saat itu ramai sekali. Banyak turis yang juga menyusuri pantai. Bahkan, ada beberapa turis yang berenang," dalihku dengan gugup.


"Ramai tidaknya suatu tempat, tidak akan mempengaruhi ada tidaknya roh penasaran. Apakah setelah berkeliaran di Pattaya saat malam hari, kamu merasa langkahmu berat?"


Aku terperangah dan menjawab, "Iya, benar, Bu. Aku merasa ransel kecilku berat walaupun aku hanya membawa beberapa keperluan saja ketika mengunjungi beberapa area. Sedangkan koper dan barang lainnya ada di kamar hotel."


Argh, rupanya si kunti Thailand ini mengikutiku hingga ke Indonesia. Ia imigran hantu gelap yang harus ditangkap oleh petugas imigrasi. Mungkin semasa hidupnya, si kunti belum pernah mengunjungi Indonesia. Tapi, jangan naik ke atas ransel dan membebaniku. Hidupku sudah cukup berat, jangan kau tambah lagi, Miss Kunti Thailand!


Yang aku heran, mengapa kunti Thailand dan kunti Indonesia mirip sekali? Apakah semua bangsa kunti dari berbagai negara memiliki wujud yang sama? Harusnya kunti dari setiap negara menggunakan baju berciri khas sehingga mudah dikenali.


Pesan inspiratif kisah ini ialah cintai produk lokal hantu Indonesia. Di Indonesia saja sudah banyak hantu, kita tak perlu hantu import. HUSH. HUSH.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun