"TAKUUUT!"
"RUDI, HADAPI ANJING ITU. KAU KAN BODYGUARD KITA."
"TRAKTIR DIA, RUD."
"AKU TONGPES," seru Rudi ketakutan. Entah takut keluar uang untuk mentraktir si anjing preman, entah takut dengan fisik si anjing pantai yang ala Rambo. Ia malah ambil langkah seribu. Ia yang pertama melarikan diri dari si anjing. Sungguh pria yang gentleman, membiarkan para gadis menghadapi naga...eh anjing gendut sendiri.
Siapa yang tak takut dengan anjing pantai yang berotot itu? Langsung saja kelompok kami menghambur keluar. Dan mereka melupakanku. Huhuhu. Beginikah nilai persahabatan? Mana sahabat kala senang dan susah? Mana? MANA?
Dengan susah payah aku mengendap diiringi tatapan memelas si anjing pantai. Maaf, aku juga tak punya sisa uang di saku. Seharusnya, kau mengemis pada turis kaya, bukan turis mahasiswi sakurata sepertiku.
Secepat kilat, aku membuka pintu minimarket dan lari keluar. Selamat!
Baru saja senang lolos dari si anjing pantai, aku pun menyadari semua kawanku telah lenyap. Aduh! Mana aku tak membawa handphone.
Untunglah, dari sini tampak hotel tempatku menginap tinggi menjulang. Aku pun menyusuri jalan kecil menuju hotel. Walaupun sedikit sekali pejalan kaki, tapi tepi jalan penuh dengan tempat hiburan malam yang agak kumuh.Â
Terdengar siulan nakal dari berbagai penjuru. Aku takut sekali hingga jantungku terasa melompat keluar. Ternyata Pattaya tak semanis yang terlihat.
Suara berdentam-dentam seperti alunan musik neraka mengikuti langkahku. Warna warni lampu neon di tempat hiburan malam bagai mata iblis yang mengintai. Belum pernah aku lari secepat ini. Khawatir ada orang mabuk yang menangkapku