"Meja makan mungkin hadir dalam mimpimu secara kebetulan. Tapi, saat di Pattaya kunti tersebut mengikutimu. Aneh-aneh saja kamu ini. Masa menyusuri pantai menjelang tengah malam," omel ibuku. "Ibu kan sudah berpesan kamu jangan bermain hingga larut malam."
"Pemandangan Pattaya begitu indah, Bu. Walaupun laut terlihat gelap, banyak lampu-lampu besar di sepanjang trotoar. Padahal saat itu ramai sekali. Banyak turis yang juga menyusuri pantai. Bahkan, ada beberapa turis yang berenang," dalihku dengan gugup.
"Ramai tidaknya suatu tempat, tidak akan mempengaruhi ada tidaknya roh penasaran. Apakah setelah berkeliaran di Pattaya saat malam hari, kamu merasa langkahmu berat?"
Aku terperangah dan menjawab, "Iya, benar, Bu. Aku merasa ransel kecilku berat walaupun aku hanya membawa beberapa keperluan saja ketika mengunjungi beberapa area. Sedangkan koper dan barang lainnya ada di kamar hotel."
Argh, rupanya si kunti Thailand ini mengikutiku hingga ke Indonesia. Ia imigran hantu gelap yang harus ditangkap oleh petugas imigrasi. Mungkin semasa hidupnya, si kunti belum pernah mengunjungi Indonesia. Tapi, jangan naik ke atas ransel dan membebaniku. Hidupku sudah cukup berat, jangan kau tambah lagi, Miss Kunti Thailand!
Yang aku heran, mengapa kunti Thailand dan kunti Indonesia mirip sekali? Apakah semua bangsa kunti dari berbagai negara memiliki wujud yang sama? Harusnya kunti dari setiap negara menggunakan baju berciri khas sehingga mudah dikenali.
Pesan inspiratif kisah ini ialah cintai produk lokal hantu Indonesia. Di Indonesia saja sudah banyak hantu, kita tak perlu hantu import. HUSH. HUSH.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI