"ADUH!" Jerit Olif. Ia tersandung akar pohon yang menonjol.
Dengan gesit, dr Odi menangkap tubuh Olif sebelum gadis itu terperosok. "Kau tak apa-apa?"
Untuk sejenak, waktu terasa berhenti untuk mereka berdua. Tak ada warga Desa Pelangi yang hilir mudik dengan pakaian berwarna pudar akibat sengatan mentari saat bertani. Tak ada kelompok KKN yang riuhnya melebihi burung kakaktua. Yang ada hanya iris cokelat muda sang dokter muda yang memancarkan binar-binar hangat yang menjanjikan. Dan iris cokelat kelam Olif yang misterius. Kedua nuansa cokelat yang berbeda itu saling tarik menarik seperti magnet.
"Kau tak apa-apa?" Ulang dr Odi dengan suaranya yang selembut gulali. Ia belum melepas rangkulannya hingga Olif merasa jengah, tapi tak kuasa menolak. Tepatnya, tak mau menolak.
Olif mengangguk walaupun jantungnya berdebar begitu kencang hingga terasa menyakitkan. Wajahnya sepucat mayat ketika menyadari hampir saja ia jatuh ke jurang kecil. Jalan di desa ini sungguh berbahaya. Walaupun pemandangannya cukup indah seperti negeri dongeng dengan sungai kristal yang berkelok-kelok bagaikan tarian ular dan ngarai yang cantik, nyawa bisa melayang sekejap mata.
"Jangan melamun, Lif! Kau gugup karena berada dekat Pak Dokter yang ganteng ini?" Sindir Amy. Ia julit setengah mati karena adegan romantis yang dipertunjukkan dr Odi dan Olif. Seharusnya, ia yang jatuh tadi. Ia rela jatuh berkali-kali asalkan si dokter ganteng sigap menangkapnya. Sekarang ia harus menelan rasa siriknya melihat dr Odi menatap Olif dengan penuh rasa cemas. Tak heran Amy bertubuh langsing walaupun ia banyak ngemil. Konon, Rasa sirik sanggup meluruhkan segala lemak jenuh.Â
Rudi, ketua kelompok KKN Universitas Meranti, yang tanggap dengan situasi penuh persaingan cinta, langsung mengalihkan topik pembicaraan. Bisa kacau suasana kelompok KKN jika api cemburu dibiarkan membesar. "Dok, sudah berapa lama berdinas di sini?"
"Sudah 3 tahun."
"Cukup lama juga, ya. Dokter sudah punya pacar di sini? Mungkin gadis desa?" Tanya Amy penuh selidik. Ia tak menghiraukan kerutan tanda tak setuju di dahi Rudi.
Dokter Odi tertawa kecil. "Penting ya pertanyaan itu? Kau ini petugas sensus?"