Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Rika-chan

23 Mei 2024   08:32 Diperbarui: 23 Mei 2024   08:40 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

"AAAAARGH, keluar kau!" Teriak anak perempuan yang memakai kimono handuk tersebut. Bahkan, ia melempar sebelah sandal kamar kepala kelincinya tepat ke atas puncak kepalaku.

Aku terpana. Siapa anak perempuan ganas yang berani mengusirku dari ruang tidurku sendiri? Wajahnya begitu putih dan halus seperti porselen. Mengingat penampilan anak perempuan tadi, wajahku merah padam.

Mendengar jeritan anak perempuan tersebut, Ibu terburu-buru menghampiriku dari dapur. Ibu menjelaskan bahwa Rika-chan ialah anak Tadashi-san, atasan Ayah. Ibu Rika-chan baru saja meninggal dunia 3 minggu yang lalu karena serangan jantung. Orang tua Rika-chan merupakan ekspatriat yang baru saja menetap di Jakarta selama setengah tahun. Mereka asli orang Jepang sehingga tidak ada sanak saudara di Indonesia yang bisa menampung Rika-chan yang baru berusia 14 tahun. Oleh karena itu, ayah Rika-chan yang tiba-tiba harus dinas sementara ke Australia, meminta tolong pada orangtuaku untuk menampung Rika-chan selama sebulan. Tentu saja orang tuaku menyanggupinya dengan antusias. Apalagi Ayah juga merupakan teman kuliah Tadashi-san ketika Ayah memperoleh beasiswa kuliah di Osaka. Tapi, terus terang aku tidak berminat untuk bergaul dengan makhluk perempuan 3D yang emosional.

"Ibu, bukankah kita tidak boleh menampung orang asing selama pandemi covid-19?" Bisikku.

"Rika-chan bukan orang asing buat kita. Ayahnya sangat baik pada ayahmu. Lagipula, Rika-chan sudah dites PCR dan hasilnya negatif."

"Tapi, mengapa Ibu memberikan kamar tidurku untuknya? Nanti aku tidur di mana?"

"Kau kan bisa tidur di kamar tamu."

"Tapi, kamar tamu sempit..."

Tak ada gunanya mendebat Ibu. Apalagi jika bibir Ibu sudah mengerucut seperti itu. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan keluarlah Rika-chan yang sudah berpenampilan rapi.

"Rika-chan, would I introduce you to my single son, Fero, who has similar age as you," kata Ibu dengan antusias. Ibu setengah menyeret tubuhku. Dengan sodokan keras ke pinggangku, Ibu memaksaku untuk bersikap sopan pada Rika-chan.

Aku membungkukkan badan hingga punggungku sejajar dengan pinggangku. "Hajimemashite. Watashi wa Fero desu. Douzou yoroziku onegai shimashou."

Dengan sopan Rika-chan membalas salam khas Jepang tersebut. "Hajimemashite. Watashi wa Rika desu. Douzou yoroziku onegai shimashou." Kemudian, ia menegakkan tubuh dan tersenyum manis padaku dan Ibu. "Aku cukup lancar berbahasa Indonesia walaupun aksenku kurang bagus."

"Aksenmu bagus, Rika-chan. Nah, mari kita sarapan. Kemudian, kalian bisa mengikuti pelajaran sekolah kalian secara online," sahut Ibu. Kemudian, Ibu kembali menyodok pinggangku.

"Maafkan aku soal kejadian pintu kamar tadi," kataku pada Rika-chan.

"Tak apa-apa," sahut Rika-chan sopan dengan mata berkilat aneh. Ketika Ibu berpaling, ia menggerakkan jari telunjuknya dengan gerakan memotong leher. Hah, baru hari pertama ia sudah berani mengancamku! Ibu benar-benar sudah tertipu penampilannya yang kawaii. Dengan bersiul-siul riang, ia berjalan melompat-lompat mengikuti ibuku.

Tak buruk juga orangtuaku menampung Rika-chan. Sarapan kali ini sungguh istimewa. Jarang-jarang aku menyantap sarapan ala Japanese style! Ada sushi, ebi furai, dan yakiniku. Bahkan, minumannya pun ocha. Ah, Ibuku memang perfeksionis. Meja makan dihias dengan pernak-pernik Jepang. Mungkin tak lama lagi Ibu akan mulai mendekorasi rumah kami dengan nuansa Jepang dan membeli tatami.

***

"Hausnya," gumamku. Belum pernah aku merasakan rasa dahaga yang luar biasa seperti malam ini. Penderitaanku ini akibat Rika-chan yang memohon dibuatkan ikan sambal dabu-dabu yang super pedas.

Aku menghela napas kesal karena teko air kosong. Biasanya Ibu tak pernah lupa mengisi teko air setiap sore. Tapi sejak kedatangan Rika-chan, aku merasa dianaktirikan. Ibu hanya memasak hidangan kesukaan Rika-chan dengan alasan bahwa tamu itu raja.

Aku malas untuk mengambil air di dapur. Tapi, rasa kering ini begitu mencekik. Dengan langkah gontai, aku turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Tidak biasanya lorong di luar kamar begitu gelap. Aku menyalakan saklar lampu lorong. Tapi, lampu lorong tetap mati. Tiba-tiba ada suara yang berdesing dari arah kamar Rika-chan yang selorong dengan kamarku. Pintu kamar Rika-chan terbuka lebar dan memperlihatkan kamarnya yang gelap.

Kepala Rika-chan muncul dari bayang-bayang kegelapan. Tapi, yang membuat napasku tercekik ialah lehernya yang memanjang dan semakin memanjang. Kepala itu bergerak maju seolah melayang sepanjang lorong. Sesegera mungkin, aku bersembunyi dalam relung tembok dan mengabadikan kejadian mistis tersebut. Hanya 1 menit kemudian, kepala Rika yang menggigit sebuah apel merah kembali.

Waw, sungguh anatomi tubuh yang mengagumkan. Leher Rika-chan bisa memanjang dan memendek dengan fleksibel. Aku sungguh terpesona dan tanpa sadar merekamnya.

Tiba-tiba kepala Rika-chan menoleh ke arahku. Untuk sesaat kepala tersebut seperti membeku di udara. Tatapan matanya begitu waspada. Kemudian, kepala tersebut mendekati tempat persembunyianku. Punggungku semakin melekat ke relung tembok. Keringat dingin mengucur deras di pelipisku. Aku tak berani bernapas hingga paru-paruku serasa pecah. Detik demi detik yang paling memacu adrenalin dalam hidupku.

PRAAAANG!

CIIIIT!!! CIIIIT!

MEONG!!! MEOOOONG!!!

Begitu mendengar keributan kucing vs tikus di dapur, kepala Rika-chan langsung melayang ke kamarnya. Dengan bunyi berdebam, pintu kamarnya pun tertutup rapat. Aku menghela napas lega. Dengan langkah berjingkat, aku kembali ke kamarku. Besok pagi aku akan memberi bonus ikan tongkol ke Mio, kucing kesayangan penyelamat jiwaku malam ini.

Sebelum tidur, aku mengamankan foto dan rekaman video di handphoneku. Mimpiku indah malam itu setelah beberapa hari harus hidup dalam penjajahan terselubung Rika-chan. Bayangkan saja ia tamu di rumah ini. Tapi, harus aku yang membersihkan seluruh penjuru rumah karena Rika-chan mengeluh napasnya sesak jika ada setitik debu di ruangan.

Dengan perasaan senang, aku berbaring di tempat tidur. Rasakan kau, Rika-chan. Aku memegang rahasia besarmu.

KRIIIIET!!!

Aku terpana. Kepala Rika-chan ada di luar jendela. Mulut Rika-chan sedang menggigit engsel jendela. Kemudian, kepala Rika-chan masuk kamar dengan segera. Lehernya yang panjang melingkar-lingkar seperti gulungan pita.

"Fero-chan, berikan fotoku," desisnya mengancam.

Kepala Rika-chan melayang di hadapanku yang masih berbaring di tempat tidur. Aku sungguh-sungguh tak bisa kabur.

"Aku tak memiliki fotomu," sahutku dengan mimik wajah tak bersalah.

"BOHONG! Aku tahu kau memfotoku diam-diam tadi. Cepat berikan atau kucekik lehermu," ancam Rika-chan. Bunyi gerakan lehernya yang panjang berderik-derik mengerikan.

"Aku tak mengerti maksudmu. Sejak jam 9 malam aku tidur. Dan aku baru terbangun ketika kau menyerbu masuk," dalihku lemah. Aku sungguh terdesak. Kepalaku sudah menempel ke bagian kepala tempat tidur karena kepala Rika-chan terus mendesak maju. Ugh, rokuro kubi gila ini mencekik leherku dengan lehernya. Mataku serasa melompat keluar karena menahan rasa sakit di leherku. Tamat sudah riwayatku.

Tiba-tiba Rika-chan melonggarkan cekikannya karena matanya tertuju  pada handphoneku yang mencuat dari balik bantal. Dengan seruan penuh kemenangan, ia menggigit handphoneku dan membawanya kabur. Tingkahnya persis Mio, kucingku yang suka mencuri ikan.

Aku memaki dalam hati. Awas saja jika handphoneku sampai rusak.

***

Keesokan harinya

"Nih, kukembalikan handphonemu. Tapi, aku masih belum percaya 100% dengan dirimu," seru Rika-chan.

Aku menerima handphoneku dan mengutak-ngatik isinya. Dengan senyum penuh kemenangan, aku memperlihatkan foto dan video Rika-chan.

Ia terperangah, "Dasar pembohong! Hapus foto dan videoku." Ia menjulurkan tangan hendak merebut handphoneku.

"Tidak semudah itu. Aku sudah menduplikasi foto dan video ini. Aku sudah mengatur jika aku mati dibunuh kau, secara otomatis foto dan video ini akan tersebar di dunia maya."

"ANAK JAHAT! Mengapa kau mempersulit hidupku?"

"Kau sendiri yang memulainya dengan mempersulit hidupku. Kau mengadu pada Ibu sehingga uang jajanku dipotong. Kau juga sengaja merusakkan koleksi gundam kesayanganku. Sekarang saatnya pembalasan dendam," kataku penuh percaya diri.

Mendengar kata-kataku, wajah Rika-chan penuh dengan air mata. Huh, aku tak akan mudah tertipu seperti Ibu.

"Jadi, aku harus melakukan apa agar kau puas?"

"Mudah. Sejak saat ini kau budakku."

"Kau tak takut dengan ayahku yang merupakan atasan ayahmu?" Ancam Rika-chan. Ia mengeluarkan rudal terakhir.

Aku mengangkat bahu. "Apa urusannya dengan orangtua kita? Ini antara kau dan aku."

Rika-chan berkata dengan lemah, "Baiklah."

***

Hidupku kembali normal. Setiap hari Rika-chan mentraktirku. Ia juga membersihkan kamarku dan mengganti rugi koleksi gundamku. Tapi, aku benar-benar salah karena mengira posisiku sudah di atas angin. Kejadiannya begitu horor. Aku tak pernah menyangkanya. Mengapa ini harus terjadi padaku?

Kalian penasaran?

Jawabannya sederhana. Aku juga rokuro kubi. Tiba-tiba leherku bisa memanjang seperti Rika-chan. Padahal selama ini kukira rokuro kubi itu hanya berupa perempuan.

Sebenarnya, aku kakak kembar Rika-chan yang dititipkan ke orangtuaku yang sekarang sejak aku bayi merah. Sejak lahir kami berdua dipisahkan berdasarkan nasehat pendeta shaman Jepang untuk mengunci kekuatan rokuro kubi pada diri kami berdua. Aku kesal sekali ketika Rika-chan mentertawakan nasibku sekarang yang sama seperti dirinya. Kekuatan rokuro kubi ini merupakan kutukan turun-temurun di keluarga ibu kandungku.

Kalian ingin tahu bagaimana perasaanku sekarang?

That's cool. Leherku seperti kemampuan karakter DC Comics, Plastic Man. Aku dan Rika-chan masih sering berkelahi dan bergulat dengan leher kami. Tapi, sekarang leher kami berdua kompak mengudap makanan di kulkas dapur saat larut malam. Sekarang aku memiliki 1 ayah kandung dengan 1 adik kembar yang menyebalkan, orang tua angkat, dan 1 kucing imut. Hidupku cukup sempurna bagi anak laki-laki usia 14 tahun.

___

Dear Pembaca,

Ada yang ingin jadi teman rokuro kubi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun