Mohon tunggu...
Inovasi

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, di Situlah Cintaku Berlabuh

26 Februari 2018   07:04 Diperbarui: 26 Februari 2018   07:10 6319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pengarang menuturkan kisahnya dengan latar tempat yang beragam. Hal ini membuat pembaca tertarik untuk menyelami cerita lebih dalam lagi.

Dikarenakan novel ini diangkat dari kehidupan orang pedesaan, maka dari itu ceritanya kebanyakan berkisah di pagi, siang, hingga malam hari.

"Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian ke sawah, dan sebelum anak muda-muda menyandang bajaknya; sebelum anak-anak sekolah berangkat ke sekolah..." (Hal.21)

"Setelah hari hampir siang mata Zainuddin belum juga tertidur, datanglah Muluk." (Hal.89)

"Itu tak usah Encik susahkan, orang laki-laki semuanya gampang baginya, pukul 7 atau pukul 8 malam pun saya sanggup pulang, kalau hujan ini tak teduh juga. Berangkatlah dahulu!" (Hal.20)

Kejadian yang menyedihkan adalah ketika Zainuddin diusir dari Batipuh karena dianggap orang asing yang tidak beradat dan tidak pantas untuk Hayati. Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan pembicaraan orang Minang, dan keluarga Hayati adalah keluarga terpandang, maka hal kedekatan mereka akan menjadi aib bagi keluarga Hayati. Akhirnya mamak Hayati memanggil Zainuddin dan menyuruhnya pergi dari Batipuh. Akhirnya dengan berat hati Zainuddin pindah ke Padang Panjang. Hayati dan Zainuddin berjanji akan terus setia dan terus berkirim surat.

"Teringat negeri Mengkasar yang tercinta, tempat darahnya tertumpah ditinggalkannya, karena mengejar mimpi sejak dari kecil, tanah Minangkabau yang terkenal molek. Tetapi tidak juga dapat disingkirkannya peringatan kepada masa dia diusir dari Batipuh, sebab dia tidak orang beradat..." (Hal.66)

Ada pula kejadian yang menyebalkan ketika Zainuddin ditolak oleh keluarga Hayati dan lebih memilih Aziz untuk menjadi suami Hayati. Ketika Hayati pulang dari Padang Panjang, Hayati terkejut karena datangnya rombongan keluarga Aziz untuk melamarnya. Padahal beberapa hari yang lalu Zainuddin telah melamar Hayati juga. Namun, keluarga Hayati lebih memilih Aziz, karena Aziz dipandang lebih beradab dan juga lebih berada, ditambah lagi Aziz adalah pemuda asli Minang. Zainuddin tahu bahwa Aziz bukanlah sebaik yang kelihatannya. Untuk melupakan masalahnya, Zainuddin pindah ke Jawa untuk mulai menulis dan mengarang. Ia dan sahabatnya (Muluk) menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan.

Cerita dalam novel dominan berlatar di Batipuh, Padang Panjang, pengarang menampilkan latar sosial sesuai dengan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Padang Panjang. Dapat dilihat pada saat pernikahan Hayati yang menggunakan tradisi Minang, calon suaminya pun harus beradat Minang pula.

"Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya, orang tak tentu asal Negeri Minangkabau beradat! Besok hari Senin, ada kapal berangkat..." (Hal.125)

Keseluruhan cerita, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu. Pengarang menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut Zainuddin. Di sini pengarang mengetahui segalanya, yaitu maha tahu, mengetahui berbagai hal, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melarbelakanginya. Pengarang juga bebas bergerak menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun