Menariknya dalam novel ini adalah karakter tokohnya. Tokoh utama dalam cerita ini merupakan laki-laki yang memiliki kepribadian bijaksana, penyabar, dan suka menolong. Ia adalah seorang yatim piatu yang terbuang dari negeri kelahirannya, Mengkasar. Ia terbuang karena ibunya yang asli Mengkasar menikah dengan ayahnya yang asli Minang. Sedangkan Mengkasar tersebut berdasarkan keturunan ayah atau sistem patrilinial. Mulanya Zainuddin tidak pernah tau bahwa negeri asalnya adalah Minangkabau. Dia baru mengetahui hal tersebut ketika pesan terakhir dari ayahnya. Pemuda ini selalu menderita sejak kecil namun masih tetap sabar dalam menghadapi setiap masalah dalam hidupnya. Seperti dalam kutipan berikut.
"Berangkat Encik lebih dahulu pulang ke Batipuh, marah mamak dan ibu Encik kelak jika terlambat benar akan pulang, pakailah payung ini, berangkatlah sekarang juga." (Hal.20)
"Sikap Zainuddin yang lemah lembut, matanya penuh dengan cahaya yang muram, cahaya dari tanggungan batin yang begitu hebat sejak kecil..." (Hal.25)
"Ini adalah sebagai ganjaran Tuhan atas kesabaran hatinya menanggung sengsara telah bertahun-tahun." (Hal.31)
Dapat dilihat bahwa Zainuddin sangat penyabar, apalagi saat cintanya dengan Hayati diuji dan dirundung berbagai masalah. Hayati merupakan perempuan asli Minangkabau yang tegar dan sangat mencintai Zainuddin sampai akhir hayatnya. Dia merupakan primadona Dusun Batipuh, kecantikannya memikat banyak hati lelaki, bahkan saat Zainuddin pertama melihatnya langsung jatuh hati. Hayati memiliki sifat yang sabar, lemah lembut, dan baik hati.
"Hayati, gadis remaja puteri, ciptaan keindahan alam, lambaian gunung Merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat yang kokoh dan keindahan model sekarang, itulah bunga di dalam rumah adat itu." (Hal.19)
"Karena Hayati adalah seorang perempuan lemah lembut, yang lebih suka berkorban, harta jiwanya sendiri..." (Hal.112)
Sangat disayangkan, perasaan cinta yang dirasakan Zainuddin dan Hayati serasa sia-sia karena dalam tradisi Minang, Zainuddin tidak bisa menjadi pendamping hidup hayati. Hal ini dikarenakan Datuk Garang, yaitu kepala adat Minangkabau sekaligus paman Hayati, beliau memiliki sifat yang tegas dan sangat mengagungkan adat Minangkabau serta suka memandang rendah adat yang lain.
"Datuk Garang yang kurang biasa disanggah oleh yang muda-muda telah agak meradang, terus berkata, "Ya, kita habisi saja itu, kata bulatkan sekarang menerima Aziz dan menolak permintaan Zainuddin." (Hal.71)
Beliau tidak merestui hubungan antara Zainuddin dan Hayati, alasannya hanya karena Zainuddin tidak memiliki adat yang jelas, apalagi bukan adat Minang. Dengan berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh begitu pun Hayati, perempuan yang sangat dicintainya tersebut.
"Muka Hayati kelihatan pucat dan jahitannya terlepas dari tangannya. Zainuddin telah pergi dari Batipuh." (Hal.38)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!