"Kamu bilang ini naskah? Sampah!"
"Mohon Ibu mempelajarinya lagi, tolong, Bu." Tanganku dingin, gemetar. Kaki-kakiku kaku.
"Ini sudah revisi ke-13, anak muda. Kami sudah memberimu banyak kesempatan."
Tok. Tok. Tok.
"Masuk."
"Ibu, bapak Daejon dari XXXL Management sudah datang. Beliauā¦" Lelaki berseragam, mungkin office boy, itu masih mematung di depan pintu yang terbuka.
"Halo, Ibu Sutradara. Sibuk selali, sepertinya." Seorang lelaki tambun berdiri di balik lelaki berseragam tadi. Merasa menghalangi, ia menyingkir, memberi jalan sosok itu masuk ruangan.
Aku berdiri. Sutradara juga berdiri sambik pasang senyum. Mataku semakin terbelalak dengan debar-debar di dada yang makin kencangnya. Sosok itu mendekati meja.
"Ah, Bapak Daejon ini bisa saja bercandanya. Maaf, Pak, kami sedang membahas naskah skenarionya. Mungkin masih perlu revisi lagi."
"Ini siapa, ya? Penulis naskahnya? Bagus, kok. Saya dan tim XXXL Management sudah mempelajarinya. Kami sudah sangat puas. Kami siap dengan kesepakatan kerjasama yang telah kita bahas bulan lalu," sambil menjabat perempuan di depanku lalu memyalamiku.
"Tapi, Pak?"