Tulisan ini dibuat Oleh Sindy Destiani Pratami (2100143) Mahasiswi Pendidikan Masyarakat FIP UPI yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana fenomena fatherless yang hadir ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak dalam perspektif islam.Â
PENDAHULUAN
Anak merupakan anugerah dan karunia yang dititipkan tuhan kepada setiap orang tua yang diamanahi oleh-Nya. Setiap anak tidak bisa memilih darimana dan oleh siapa dia dilahirkan dan berasal, orang tua nya lah yang dapat memilih siapa yang akan menjadi pasangan nya kelak dalam menjalankan ibadah mulia yaitu pernikahan yang diikat dalam janji suci sehidup semati.
Karakter dan kepribadian anak akan tumbuh dari lingkungan terdekat nya yang dimulai dari keluarga, pengasuhan dan pendidikan bagi anak akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut. Menurut (Nasikh Ulwan 1992) teladan yang baik dimulai dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun). Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak. Dengan keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al.Azhab (33) : 21, yaitu:
.
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
Pendidikan karakter anak sejak dini akan membuat anak terbiasa bersikap baik nantinya, namun sebaliknya jika anak tidak diarahkan dalam pengasuhan dan pendidikan dari kedua orang tua nyam aka dikhawatirkan sikap anak jadi kurang baik. Hal ini membuktikan bahwa pengasuhan dan pendidikan anak dengan adanya kehadiran orang tua akan sangat penting, hal tersebut pun sudah ditegaskan dalam pendidikan Islam dan Al-Quran bahwa ayah maupun ibu harus berperan dalam pengasuhan terhadap anak.
Namun sayangnya, fenomena dan permasalahan yang hadir saat ini kebanyakan berasal dari permasalahan keluarga. Dilansir dalam website databoks.katadata.co.id  pada Minggu, 14 Mei 2023 berita yang berjudul "Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak pada 2022, Tertinggi dalam Enam Tahun terakhir." Hal ini membuktikan bahwa pada tahun 2022 jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus.
Melihat hal tersebut sayangnya tidak semua anak dapat merasakan kehadiran dan sosok kedua orang tua nya. Dan saat ini, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara fatherless. Dunia sedang kehilangan seorang ayah, 'fatherless generation' atau generasi tanpa ayah. Kehilangan kasih sayang seorang ayah walaupun kelihatannya tidak ada masalah, tapi itu merupakan masalah yang amat besar. Karena kasih sayang dari seorang ayah merupakan sumber rasa aman bagi seorang anak di dalam menghadapi perjuangan hidup yang harus dijalaninya kelak. Ketidakhadiran sosok ayah ini bisa disebabkan karena beberapa faktor diantaranya perceraian, permasalahan pada pernikahan orang tua, kematian ayah, masalah kesehatan atau ayahnya yang bekerja di luar daerah. Permasalahan- permasalahan tersebut sering disebut dengan istilah fatherless (Mayangsari & Umroh, 2014). Permasalahan dan fenomena serta dampak fatherless ini mungkin memang tidak kasat mata namun dampaknya sangat amat nyata terhadap perkembangan anak.
Fenomena fatherless juga disebabkan adanya pengaruh budaya lokal terhadap paradigma pengasuhan. Streotipe budaya mempengaruhi pandangan bahwa seorang laki-laki tidak seharusnya merawat anak, tidak terlibat dalam proses pengasuhan. Keseimbangan peran ayah dan ibu dalam keluarga menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keberadaan ayah sebagai kepala keluarga dalam keluarga dan peran nya untuk anak menjadi penguat dalam suatu keluarga. Dari adanya fenomena tersebut serta didorong dari pengalaman yang dirasakan oleh penulis, menjadi alasan mengapa penulis mengkaji tentang fenomena fatherless dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak dalam perspektif islam.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan alat pengumpul data berupa kajian Pustaka dan kuesioner. Sebagaimana kita ketahui bahwa kajian pustaka merupakan bagian penting dalam melakukan sebuah penelitian. Hal ini karena dengan menggunakan metode penelitian kajian pustaka maka akan memperkuat literatur yang relevan dengan topik yang sedang dibahas atau diteliti.
Randolf (2009) mendefinisikan kajian literatur atau kajian pustaka, "As an information analysis and synthesis, focusing on findings and not simply bibliographic citations, summarizing the substance of the literature and drawing conclusions from it." Menurut Punaji (2010) menyebutkan bahwa kajian pustaka memberikan tinjauan tentang apa yang telah dibahas atau dibicarakan oleh peneliti. Maka dari itu dalam pengkajian penelitian ini penulis menggunakan metode kajian pustaka dimana kajian yang berdasarkan pada bacaan.
Kajian pustaka yang digunakan penulis dalam pemelitian ini yaitu dengan mencari literatur melalui jurnal / buku dari google scholar yang kemudian disaring sesuai jurnal yang relevan dengan topik penelitian mengenai fatherless. Selain itu, metode penelitian yang dilakukan juga menggunakan angket / kuesioner yang merupakan alat pengumpulan data primer dengan metode survei untuk memperoleh opini serta pengalaman responden terhadap penelitian ini. Survei  merupakan  alternatif  metode  komunikasi  dengan  mengajukan  pertanyaan pada  responden  dan  merekam  jawabannya  untuk  dianalisis  lebih  lanjut  (Cooper  dan Emory,1995).
Dengan menggunakan metode penelitian kuesioner ini menjadi jawaban dari beberapa rumusan masalah yang ada dalam oenelitian ini. Kuesioner dibagikan kepada responden yaitu teman-teman dari penulis yang juga Sebagian besar mengalami dampak dari adanya fatherless ini. Maka, dengan dua metode penelitian yang dilakukan untuk penelitian ini akan sangat membuktikan keakuratan dan penguat terhadap opini juga apa yang dituangkan dalam menjawab rumusan masalah penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah peneliti melakukan penelitian dengan teknik penyebaran angket kuesioner dan juga kajian pustaka terkait fenomena fatherless dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak dalam perspektif islam maka diperoleh hasil dan pembahasan berupa konsep dasar fatherless, dampak fatherless terhadap perkembangan fisik serta psikologis anak dan peran ayah yang seharusnya dalam perspektif islam. Adapun hasil temuan yang ditemukan oleh peneliti yaitu:
- Konsep Dasar Fatherless.
Ketidakhadiran peran ayah dalam keseharian juga tumbuh kembang anak tentunya akan menciptakan kekosongan. Saat ini banyak ayah yang peran nya tidak nampak. Biasanya dikenal dengan adanya istilah fatherless, father absence, father loss atau father hunger.
Menurut Smith (2011), seseorang bisa dikatakan dalam kondisi fatherless apabila seseorang tersebut tidak memiliki ayah atau tidak memiliki hubungan dengan ayah karena permasalahan pernikahan orang tua atau masalah ekonomi. Lambat laun fungsi ayah dipersempit pada dua hal diantaranya, ayah hanya memberi nafkah dan memberi izin untuk menikah. Sedangkan mendidik anak membimbing anak tidak mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.
Dalam kuesioner yang telah dilaksanakan, ada beberapa kategori fatherless yang dirasakan anak diantaranya : perceraian, ketidakhadiran sosok ayah karena berjarak jauh, kematian ayah, ketidakhadiran sosok ayah kandung, namun yang terbanyak adalah karena perceraian orang tua. Hal ini diperkuat dengan kajian pustaka menurut (Sundari, A.R., Herdajani, 2013) bahwa ketidakhadiran ayah secara fisik karena kematian disebut dengan anak yatim. Sedangkan ketidadaan ayah karena ayah pergi bekerja di lain daerah atau pergi karena masalah dalam pernikahannya, maka anak dapat disebut menjadi yatim sebelum waktunya.
Seseorang yang merasakan fatherless akan kehilangan peran-peran penting ayahnya, seperti memberi kasih sayang, bermain, perlindungan dan peran penting lainnya yang semestinya diterapkan didalam keluarga. (Lerner 2011)
Apabila dalam keluarga kehilangan sosok pemimpin dan peran ayah maka hal tersebut bisa menjadi pemicu tiang keluarga nya runtuh. Seringkali kita dengan stereotype bahwa tugas mengurus, mendidik dan mengasuh anak adalah tugas seorang Ibu. Namun, hal tersebut salah besar. Keluarga yang bahagia dan sejahtera memerlukan keseimbangan peranan keduanya. Jarang sekali ayah dilabel sebagai sumber utama kasih sayang anak-anak. Akibat kurangnya peranan ayah, sang anak akan mendapati banyak risiko negatif, diantaranya : gangguan kelakuan sosial, peningkatan masalah psikologi, dan kurang keyakinan diri sendiri. (Idris, F, 2013).
Peran serta perilaku pengasuhan ayah mempengaruhi perkembangan serta kesejahteraan anak dan masa transisi menuju remaja (Dermott, 2014; Lamb & Tamis-Lemonda, 2004; Schoppe- Sullivan & Fagan, 2020; Target & Fonagy, 2002). Perkembangan kognitif, kompetensi sosial dari anak-anal sejak dini dipengaruhi oleh kelekatan, hubungan emosional serta ketersediaan sumber daya yang diberikan oleh ayah (Hernndez & Bmaca-Colbert, 2016).
Kehadiran ayah dan ibu dalam pengasuhan diserap anak sehingga membuat anak lebih mudah peka dan mudah berinteraksi dengan lingkungannya. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap Kesehatan mental anak. Hal ini dikarenakan dalam keluarga anak merasakan kenyamanan, keamanan dan merasa dicintai (Ningrum, PP & Lestariningrum, 2022).
- Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Fisik Serta Psikologis Anak.
Ketidakhadiran ayah dalam hal ini akan sangat berdampak baik secara fisik maupun secara psikologis dalam keseharian anak. Istilah Father hunger, fatherless atau father absence adalah pengalaman emosional yang melibatkan pikiran dan perasaan seseorang tentang kekurangan kedekatan atau kasih sayang dari ayah karena ketidakhadirannya secara fisik, emosional, dan psikologis dalam perkembangan kehidupan individu.
Penyebab adanya fatherless ini terjadi karena beberapa faktor. Fatherless di Indonesia disebabkan karena hilangnya peran ayah dalam proses pengasuhan anak, ayah satu-satunya tulang punggung dalam keluarga, transgender tradisional yang mengakar membuat terbatas proses pengasuhan pada anak. Fenomena fatherless perlu mendapatkan perhatian yang serius karena peran ayah dan ibu dalam keluarga sama pentingnya. Karakter pengasuhan ayah berbeda dengan pengasuhan ibu, pengasuhan ayah mampu memberikan hasil positif pada anak, seperti keberanian, ketegasan, kemandirian, pemecahan masalah, serta penyanyang (Chomaria, 2019).
Dari kuesioner yang dibagikan, responden berpendapat bahwa adanya fatherless ini berdampak terhadap psikologis dan tumbuh kembang mereka. Dampak fatherless yang responden rasakan diantaranya: mempengaruhi emosi dan psikis, muncul rasa trauma terhadap laki-laki, trauma untukberumah tangga, sulit percaya terhadap laki-laki bahkan perilaku mandiri yang tinggi bisa tanpa sosok laki-laki, perasaan sedih, lebih banyak memendam perasaan yang berefek pada boom emotion yang berlebih, kurang nya rasa percaya diri, perasaan bingung karena berbeda dengan orang tua rekan sebaya, lebih senang mencari kebahagiaan di luar rumah dan menghabiskan waktu di luar.
Dampak fatherless terhadap perkembangan fisik serta psikologis anak ini pun diperkuat dengan beberapa kajian pustaka diantaranya (Save, 2013) "Dampak dari fatherless ini adalah anak memiliki kemampuan akademis yang rendah, anak menjadi tidak percaya diri, bagi anak laki-laki mereka bisa kehilangan ciri maskulinnya."
Fitroh (2014) berpendapat bahwa fatherless berdampak pada prestasi belajar anak dikarenakan anak tidak mendapatkan motivasi belajar dari ayah. Akibat dari fatherless juga diungkapkan oleh Stephen dan Udisi (2016), berdasarkan penelitiannya menyebutkan bahwa anak cenderung memilik masalah sosial, akademis dan psikologisnya bahkan ada juga yang bermasalah dalam perilakunya.
Dampak fatherless yang akan dialami oleh anak-anak dapat berupa guncangan jiwa psikologis, sehingga anak memiliki rasa kecewa, putus asa, malas, tidak semangat, yang semuanya itu dapat mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah (Siti Fadjryana Fitroh:14).
- Peran Ayah Yang Seharusnya Dalam Perspektif Islam.
Peran ayah dalam pandangan islam sangatlah penting. Ayah merupakan sosok imam dalam keluarga, pemimpin untuk keluarganya, menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya. Tanggung jawab serta Amanah menjadi seorang ayah bukanlah hal yang main-main karena hal ini pun sudah diatur dalam negara maupun agama.
Peran penting ayah menurut Hart (dalam Sri Mulyati Abdullah, 2010) adalah sebagai kebutuhan secara finansial anak untuk membeli dan memenuhi segala kebutuhan anak, teman bermain bagi anak, memberikan sebuah kasih sayang, merawat serta mendidik dan memberi contoh teladan yang baik, memantau serta mengawasi dan menegakkan suatu aturan disiplin yang berlaku didalam rumah, melindungi dari berbagai bahaya yang mengancam, membantu, mendampingi, membela anak ketika menghadapi kesulitan dari suatu permasalahan dan mendukung potensi yang dimiliki oleh anak untuk keberhasilannya dimasa depan.
Berdasarkan karakteristik Hart (dalam Abdullah, 2010) menjelaskan bahwa peran ayah diantaranya: 1) Memenuhi kebutuhan finansial anak untuk membeli segala keperluan anak, 2) Teman bagi anak termasuk teman bermain, 3) Memberi kasih sayang dan merawat anak, 4) Mendidik dan memberi contoh teladan yang baik, 5) Memantau atau mengawasi dan menegakkan aturan disiplin, 6) Pelindung dari resiko atau bahaya, 7) Memberikan nasihat ketika ada masalah, dan 8) Mendukung potensi untuk keberhasilan anak.
Selain itu, peran ayah dalam agama Islam pun sudah diatur dalam berbagai surat oleh Allah SWT, beberapa diantaranya yaitu :
Â
Artinya: "(Luqman berkata): 'Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui," (QS. Luqman [31]: 16)
Â
Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Baqarah; 233)
Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan anak berdampak pada perkembangan anak, hal ini tercermin ketika anak sudah dewasa (Sari, Indah, 2020). Sebagaimana dalam QS. AT-Tahrim ayat 6 :
 .
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AT-Tahrim ; 6)
Adapun peran ayah terhadap anak yang dinyatakan dalam Al-Qur'an (Al-Tarbawi Al-Haditsah, 2017) beberapa diantaranya yaitu :
1. Ayah sebagai Pemimpin
Islam menempatkan Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga, seperti halnya disebutkan dalam hadist berikut yang artinya :
Dari 'Abdullah bin 'Umar r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. telah bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala Negara) adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut." Dia ('Abdullah bin 'Umar r.a.) berkata: "Aku mendengar semua itu dari Rasulullah Saw. dan aku menduga Nabi juga bersabda", "Dan seorang laki-laki pemimpin atas harta bapaknya dan akan diminta pertanggungjawaban atasnya dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari)
Dalam Islam sudah terang dijelaskan bahwa laki-laki merupakan sosok pemimpin dan imam dalam keluarganya. Arah angin keluarga tergantung nakhodanya, yaitu suami. Ia berkewajiban membina perilaku dan karakter para awaknya yaitu istri dan anaknya. Yang dibina tidak hanya soal moral tetapi juga iman. Tidak hanya sosial dan emosional, tetapi juga spiritual. Itulah kelebihan dalam Islam.
Jika menginginkan anaknya shaleh, berbuat baik pada siapa pun, berkata- kata sopan, dan rajin beribadah, maka ayahnya harus terlebih melakukan hal demikian.
2. Ayah Sebagai Pendidik (Educator)
Seperti yang terdapat dalam Q.S. Albaqarah: 233 tentang kisah Nabi Nuh dan anaknya, dapat diketahui bahwa seorang ayah memiliki pengaruh yang penting dalam mendidik anaknya. Hal ini juga sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an berikut yang artinya :
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."(QS. Luqman ayat 13-19).
Ayat di atas menyiratkan bahwa seorang ayah juga pemimpin sekaligus pendidik bagi anaknya. Ia tidak dapat melepaskan masalah pendidikan anak- anaknya hanya kepada ibu dan sekolahnya. Anak memerlukan ayah dalam perkembangannya, yang tidak dapat digantikan. Rasulullah telah membuatkan metode yang jelas dalam rangka mencegah kesalahan-kesalahan pada anak serta meluruskan ketimpangan perilaku mereka. Orangtua yang berperan sebagai pendidik semestinya menempuh metode yang diberikan Rasulullah dan memilih metode yang paling patut dipakai dalam mendidik dan mengasuh anak ,sehingga para orangtua sampai pada apa yang mereka cita-citakan yaitu mendapatkan anak yang disiplin, beriman dan bertakwa.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti terkait fenomena fatherless dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak dalam perspektif islam maka dapat dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1.Peran ayah dalam keseharian dan tumbuh kembang anak sangatlah penting karena hal tersebut akan berpenagruh terhadap perkembangan fisik maupun psikisnya. Saat ini banyak anak yang kehilangan peran seorang ayah. Banyak ayah yang masih ada namun hilang figurnya. Hal yang perlu disadari bahwa dalam mendidik, membimbing dan mengasuh anak bukan hanya tugas seorang ibu namun harus ada keseimbangan dari keuda orang tua nya. Walaupun begitu, banyak pula faktor mengapa seorang anak bisa menjadi korban fatherless.
2.Dampak dari adanya fatherless ini akan mengacu kepada emosional anak, beberapa diantaranya dari hasil kuesioner yaitu mempengaruhi emosi dan psikis, muncul rasa trauma terhadap laki-laki, trauma untukberumah tangga, sulit percaya terhadap laki-laki bahkan perilaku mandiri yang tinggi bisa tanpa sosok laki-laki, perasaan sedih, lebih banyak memendam perasaan yang berefek pada boom emotion yang berlebih, kurang nya rasa percaya diri, perasaan bingung karena berbeda dengan orang tua rekan sebaya, lebih senang mencari kebahagiaan di luar rumah dan menghabiskan waktu di luar.
3.Peran ayah yang seharusnya sudah diatur dalam agama Islam. Ayah merupakan seorang nahkoda serta pemimpin dalam satu keluarga. Ayah lah yang sebaiknya menuntun dan membawa keluarganya kepada jalan terbaik menuju ridho Allah. Peran ayah dalam Islam sudah banyak dijelaskan dalam Al-Quran dan juga Hadist. Ayah harus bisa berperan sebagai pemimpin dan juga pendidik. Baiknya adalah setiap ayah memahami akan kewajiban peran nya yang sudah banyak dijelaskan dalam agama Islam sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. M. (2010). Studi Eksplorasi tentang Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia Dini. Jurnal SPIRITS, 1(1).
Aini, N. (2019). Hubungan Antara Fatherless Dengan Self-Control Siswa '.
Chomaria, N. (2019). Ayah Yang Kupuja (Serial The Best Parents). PT Gramedia.
Fajarrini, A., & Umam, A. N. (2023). DAMPAK FATHERLESS TERHADAP KARAKTER ANAK DALAM PANDANGAN ISLAM. Abata: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 3(1), 20-28.
Fitroh, Siti, F. (2014). Dampak Fatherless Terhadap Prestasi Belajar Anak. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, 1(2).
Idris, F. (2013). Membesarkan anak hebat dengan susu ibu. PTS Millennia.
Lerner, H. (2011, November 27). Losing a Father Too Early. The Dance of Connection.
Mayangsari & Umroh. (2014). Peran Keluarga dalam Memotivasi Anak Usia Dini dengan Metode Quantum Learning. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, 1(2).
Munjiat, S. M. (2017). Pengaruh fatherless terhadap karakter anak dalam prespektif Islam. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, 2(1).
Ningrum, PP & Lestariningrum, A. (2022). Dampak Cerai-Gugat TKI/TKW Tulungagung Pada Kesehatan Mental Anak Usia Dini. Abata, 2(1), 153--162.
Punaji, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Kencana.
Save, M. (2013). Psikologi Keluarga. PT Reinika Putra.
Sundari, A.R., Herdajani, F. (2013). Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Psikologis Anak. Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013, 260. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3973/A23.pdf
Tadjuddin, N. (2018). Pendidikan Moral Anak Usia Dini Dalam Pandangan Psikologi, Pedagogik, dan Agama. Al-Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 100-116.
Yusuf, S. A., & Khasanah, U. (2019). Kajian Literatur Dan Teori Sosial Dalam Penelitian. Metode Penelitian Ekonomi Syariah, 80, 1-23.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/01/kasus-perceraian-di-indonesia-melonjak-lagi-pada-2022-tertinggi-dalam-enam-tahun-terakhir#:~:text=Demografi-,Kasus%20Perceraian%20di%20Indonesia%20Melonjak%20Lagi%20pada,Tertinggi%20dalam%20Enam%20Tahun%20Terakhir&text=Menurut%20laporan%20Statistik%20Indonesia%2C%20jumlah,2021%20yang%20mencapai%20447.743%20kasus. (Diakses pada Minggu, 14 Mei 2023
https://tafsiralquran.id/peran-ayah-dalam-keluarga-menurut-alquran/ (Diakses pada Sabtu, 20 Mei 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H