Presiden Cafe Filho yang menjadi presiden pengganti sementara juga dimakzulkan (1955) karena ingin mengembalikan kekuasaan kepada Carlos Luz. Pada tahun yang sama, baik Carlos Luz maupun Cafe Filho dimakzulkan oleh Senat Federal. Hal semacam itu  juga dilakukan oleh Sukarno (1967) yang akhirnya dimakzulkan karena dituduh mendalangi kudeta Gerakan 30 September terhadap dirinya sendiri.
Pengkhianatan Kekuasaan dan Nepotisme
Pemakzulan bisa dilakukan karena presiden melakukan pengkhianatan (dua persen). Presiden Ceko, Vaclav Klaus dituduh melakukan pengkhianatan, tetapi tuduhan ini dibatalkan MK karena jabatannya telah berakhir. Selain itu, Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych juga telah dituduh melakukan pengkhianatan (2014) dan lari meninggalkan negaranya.
Nepotisme juga bisa dijadikan alasan untuk memakzulkan seorang presiden (satu persen). Itulah yang dialami oleh Presiden Paraguay, Fernando Lugo (2012) saat menunjuk kerabatnya untuk duduk dalam jabatan resmi kenegaraan. Selain itu, Lugo juga sering memberi ancaman dan melakukan pengambilan tanah secara ilegal.
Nepotisme adalah tindakan pemberian keuntungan, hak istimewa, atau kedudukan kepada kerabat atau kawan dalam suatu pekerjaan atau bidang. Nepotisme telah dikecam sebagai kejahatan sejak sejarah kuno oleh beberapa filsuf, antara lain Aristoteles, Valluvar, dan Konfusius. Nepotisme di Indonesia dilarang oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Tidak Kurang Alasan untuk Memakzulkan Presiden
Selain alasan-alasan tersebut, ada serangkaian alasan lain (51,5 persen) untuk memakzulkan seorang presiden. Hal itu antara lain sikap anti revolusioner (Presiden Iran, Abolhassan Banisadr tahun 1981); penggelapan (Presiden Venezuela, Carlos Andres Perez tahun 1993); sumpah palsu (Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton tahun 1998); korupsi (Presiden Filipina, Joseph Estrada tahun 2000); pembunuhan, penyiksaan, dan penculikan (Presiden Peru, Alberto Fujimori tahun 2000); mencoba membubarkan parlemen (Presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid tahun 2001); membocorkan informasi rahasia (Presiden Lituania, Rolandas Paksas tahun 2004); menghasut pemberontakan (Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tahun 2021), berpihak dalam pemilu (Presiden Albania, Ilir Meta tahun 2021).
Dari berbagai alasan pemakzulan di atas, alasan pemakzulan Presiden Joko Widodo bisa diusulkan dengan tuduhan (a) ketidakmampuan moral terkait pelanggaran etik, (b) melanggar konstitusi dan undang-undang berdasarkan pernyataannya bahwa presiden bisa cawe-cawe, (c) penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena kebijakan Bansos dan menaikkan gaji ASN untuk pemenangan kontestan tertentu dalam Pemilu, (d) nepotisme karena mencalonkan anaknya sebagai calon wakil presiden, dan (e) berpihak dalam pemilu.
Deklarasi Kampus Menggugat Awal Kebangkitan People Power?
Alasan-alasan pemakzulan presiden tersebut sejalan dengan isu etika dan moral, korupsi, kolusi, nepotisme, tidak menoleransi pelanggaran hukum, serta perlunya menjunjung tinggi amanah konstitusi yang tertuang dalam Deklarasi Kampus Menggugat yang dibacakan di Balairung Kampus UGM (CNN Indonesia 13/3/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar UGM, Wahyudi Kumorotomo menyatakan, "Pelanggaran etika bernegara oleh para elit mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara serta menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum". Guru Besar UGM lainnya, Prof. Budi Setiadi Daryono berujar, "Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi". Kampus dan organisasi kemahasiswaan juga melakukan konsolidasi saat Rezim Militer Marcos berkuasa, seperti yang dilakukan sekretaris jenderal organisasi mahasiswa di Filipina, Leandro Alejandro yang akhirnya ditembak militer pada 1987.