Mohon tunggu...
Simon Sutono
Simon Sutono Mohon Tunggu... Guru - Impian bekaskan jejak untuk sua Sang Pemberi Asa

Nada impian Rajut kata bermakna Mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pintu Kesempatan

26 Mei 2021   14:09 Diperbarui: 26 Mei 2021   14:13 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           "Hmm, aku mesti siap-siap tutup kuping." Lagi, aku membatin.

            Langkah kami tiba di ruang tamu. Kulihat ada kembaran seperti kami milik dari seorang perempuan yang sedang berdiri. Aku mengangguk pada kembaran tersebut yang memang bule, terlihat dari warna kulitnya. Di pergelangan salah satu dari mereka melilit rantai emas dengan bel kecil yang akan berbunyi halus ketika ia bergerak.

            "Hello, please sit down. What I can help you?" Tuanku menyapa tamu dengan terbata dan dijawab persis seperti yang disampaikan Magda. Perempuan itu mencari pastor untuk pengakuan dosa. Magda sepertinya tidak mau terlibat  lagi karena langsung undur diri kembali ke perpustakaan gereja, meninggalkan Tuanku yang grogi.

            Aku yang semula berniat menutup telinga rapat-rapat berubah pikiran.  Aku penasaran dengan pertemuan ini. Ternyata Tuanku tidak jelek-jelek amat Bahasa Inggrisnya. Paling tidak dia mengerti yang diomongkan tamu dan bisa menanggapi sekalipun terbata. Dari yang kusimak dan kusaksikan pertemuan ini tidak semata berhenti di informasi dari Tuanku yang menyampaikan bahwa yang pastor yang sedang dicari bule itu sedang tidur tapi berlanjut pada obrolan lainnya. Ternyata M, inisial bule yang memperkenalkan diri itu, sedang mencari pekerja paruh waktu untuk menjaga anaknya. Sehubungan dia merencanakan memberikan satu hari libur bagi penjaga anaknya di hari Minggu, maka ia membutuhkan penjaga anak pengganti. Syaratnya  part timer tersebut haruslah laki-laki dan paham Bahasa Inggris. Dia ingin mengiklankan lowongan ini di buletin gereja.

            Entah apa yang terpikir oleh Tuanku, mendengar informasi ini ia spontan menyampaikan ketertarikannya dan menyebutkan bahwa ia mahasiswa Bahasa Inggris. Tertarik dengan reaksi Tuanku, Mrs. M langsung  menyambut keinginan Tuanku dengan memberikan alamat dan meminta Tuanku datang ke rumahnya untuk bertemu keluarga dan penjaga anak. 

            Kembaranku memelototkan matanya kepadaku. Perkembangan ini tidak dia duga. Demikian juga aku. Siapa meyangka dengan deal yang terjadi antara Tuanku dan Mrs. M.

            "Kamu yakin Tuanku bakal datang?"

            "Kita lihat saja nanti," ujarku.

            Terdorong oleh pembicaraan Mrs. M dan Tuanku maka kamipun menyapa dan bercakap-cakap dengan kembaran bule di balik meja tamu. Dari ceritanya ternyata Mrs. M berkewarganegaan Amerika dan menikah dengan orang Jerman. Keduanya tidak mampu berbahasa Indonesia sekalipun sudah cukup lama tinggal di Indonesia. Sang suami bekerja seorang civil engineer di Medan sebelum pindah ke Bandung dan menjadi konsultan perusahaan pelat merah. Mereka tidak dikarunia anak sehingga memutuskan untuk mengadopsi anak Indonesia. Saat berlibur di Bali mereka jatuh cinta pada salah satu anak laki-laki di panti asuhan. Anak itupun dibawa ke Medan dan dicarikan pengasuh orang Indonesia, seorang anak muda laki-laki. Kepada anak muda itulah libur akhir pekan akan diberikan sehingga dibutuhkan pekerja paruh waktu.

            Nobody knows the future. Benar juga pepatah ini. Siapa yang menyangka Tuanku bertemu dengan Mrs. M pada titik ia sedang galau  dengan kuliahnya. Dua nilai D menjadi beban pertanggunjawaban. Sekalipun ada banyak alasan untuk pembenaran diri namun tentu tidak berhenti di pembenaran. Mesti dicari cara-cara perbaikan. Dan pintu masuk perbaikan ini Tuanku dapatkan melalui keaktifannya dalam kegiatan kategorial gereja.

            Kesukaan Tuanku membaca mendorongnya untuk menengok perpustakaan darurat yang terletak di samping gereja. Rak-rak berdebu dengan buku yang tidak beraturan  menampakkan pemandangan yang kumuh. Bisa dimaklumi karena gedung pertemuan gereja dalam proses dibangun. Kelak perpustakaan gereja itu akan pindah dan menempati salah satu ruangan di gedung tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun