"Ini." Kali ini Renesya menunjukan sebuah gambar tulang leher yang mengalami dislokasi. "Fraktura pada tulang leher ini biasa terjadi pada kasus gantung diri akibat hentakan tiba-tiba karena seluruh tubuh hanya bertumpu pada leher. Juga ditemukan sianosis pada bibir juga kuku jari tangan dan kaki akibat kekurangan oksigen dalam darah. Jadi bisa disimpulkan bahwa korban meninggal karena mengalami asfiksia, yaitu kematian akibat kekurangan udara juga karena fraktura pada tulang leher."
Rexa mengacak rambutnya frustasi, dia masih tidak percaya bahwa Kexiana mati karena bunuh diri.
"Kenapa? Kau menyesal karena menjadi penyebab dari aksi bunuh diri Kexiana?"
"Diamlah! Aku mengenal Kexiana, gadis itu tak pernah puas sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Bagaimana dia bisa mengakhiri hidup ketika ada sesuatu yang belum ia dapatkan?"
"Yang belum dia dapatkan? Maksudnya dirimu?" tanya Renesya dengan memasang raut wajah setenang mungkin yang membuat Rexa hanya terdiam.
"Aku tau semuanya Rexa, kau bahkan bertemu dengannya, sebelum dia meninggal." Setelah mengatakan itu Renesya tertawa dengan sangat kencang, sedangkan Rexa hanya diam, mengepalkan kedua tangan.
"Jangan menatapku seperti itu, Rexa. Atau orang lain akan berpikir kau telah membunuh Kexiana tanpa menyentuhnya."
Rexa menghela napas, tanpa berkata apapun pemuda itu berbalik, melangkah menuju pintu keluar.
"Dia pasti sangat depresi sampai meminum citalopram."
Kalimat itu membuat Rexa berhenti melangkah, lalu berbalik, kembali menghampiri Renesya yang masih tersenyum di atas kursi.
"Citalopram?"