picture by : wallcate.com
....
Kala itu rintik hujan di pagi hari meriuhkan rumput gersang di depan rumah-rumah warga, jalanan yang masih berlapis tanah terasa becek dan syarat akan genangan air. Gemericik di atap-atap asbes juga terasa berisik sekali, terpaksa Aku terbangun dari tidurku yang cukup lelap.
Ibu dan bapak tampak asyik meramu kedelai bersama tukang-tukang yang lain, tumpukan ragi juga terlihat menjulang tinggi di pojokkan pintu dapur, seperti patung-patung dari batu kapur yang Aku baca di komik-komik , ah.. imajinasi yang sempurna pagi hari itu.
Ku tengokkan kepala ku ke ujung jalan di pinggir sungai, seorang anak dengan celana pendek tanpa atasan sedang duduk sendirian di tepian sungai, dengan pancing bambunya yang sudah reot dan bermodal seuntai kawat. Ingin sekali rasanya Aku mengajaknya berbicara dan bersendau gurau.
Aku terus mendekat dan mendekat padanya, ku amati pancing kawatnya dan daun pisang kering tempat ia menyandarkan pantat nya ketika memancing. Klasik sekali bocah seusia ku ini, dengan rambut cepak dan tak beralaskan kaki ia bermain ke tepian sungai yang becek bekas air hujan tadi, seakan tak peduli akan ada cacing atau hewan lain yang menggeliat di kulit kakinya.
Setelah tinggal beberapa jengkal lagi aku bisa meraih pundaknya, ia menengok kebelakang dan lari menghindariku, Aku berpikir, apakah aku kurang sopan padanya? Atau ia anak yang sangat pendiam?
....