Mohon tunggu...
Silvia Ayu Artika
Silvia Ayu Artika Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

hobi saya memasak, saya suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebagian Pembahasan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia untuk Melaksanakan UTS

29 Maret 2023   15:32 Diperbarui: 29 Maret 2023   15:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pengertian Hukum Perdata Islam Di Indonesia

Hukum perdata islam di indonesia adalah hukum yang mengatur tentang kebendaan, perkawinan, perseorangan, perdagangan, perdagangan, perikatan dan mengarah ke hukum fiqih secara umum atau khusus seperti hibah, wasiat, warisan, wasiat wajibah, pengambilan hak, perdagangan, perkawinan, pinjam meminjam, sewa menyewa, perceraian, jual beli, transaksi, infak, sedekah, dan zakat berdasarkan ruang lingkup hukum positif yang berlaku di Indonesia. 

Hukum perdata di lingkungan Indonesia juga bisa di artikan sebagai suatu aturan yang mengatur kebendaan, perkawinan, perseorangan, dan sedang berlaku di negara Indonesia yang berasal dari hukum islam dan mengarah ke hukum fiqih. 

Hukum acara perdata islam di indonesia ini lebih mengarah ke lingkungan keluarga, lingkungan ekonomi, dan sizwaf. Hukum perdata Islam di Indonesia adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hukum Islam adalah ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran, Hadits, Ijma, dan sumber hukum lainnya. Melalui proses positivisasi, hukum Islam telah menjadi hukum positif. Hukum perdata Islam merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia. seperangkat aturan hukum yang berfokus pada kepentingan individu dan mengatur bagaimana orang berinteraksi satu sama lain. 

Semua hukum dasar yang mengatur kepentingan individu, termasuk semua hukum privat yang material. Upaya untuk membuat undang-undang yang seharusnya sudah ada untuk membantu proses dan kegiatan bisnis atau perdagangan mengarah pada penciptaan hukum perdata. Tentunya undang-undang ini juga memastikan bahwa kegiatan bisnis tidak melanggar hukum yang berlaku. Hukum perdata dapat dibagi menjadi dua kategori hukum perdata material dan hukum perdata formal dari sumber yang sama. Syarat-syarat hubungan hukum seseorang dengan orang lain diatur oleh hukum perdata material. Mengenai konsep hukum perdata adalah sekumpulan aturan tentang bagaimana satu subjek hukum (seseorang atau badan hukum) berinteraksi dengan subjek hukum lainnya, dengan penekanan pada kepentingan individu subjek hukum.

B. Prinsip Perkawinan Dalam UU 1 tahun 1974 dan KHI 

Sudut Pandang Hukum Nomor 1 Tahun 1974, tentang perkawinan yang sah. No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pengertian perkawinan sebagaimana diungkapkan dalam pasal 1 adalah: Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 4, perkawinan adalah persatuan jasmani antara seorang pria dengan seorang wanita yang disebut sebagai suami istri. Tujuannya adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai pasal diatas pernikahan memiliki ikatan yang erat dengan agama, keduniawian sehingga belum memiliki komponen lahiriah saja demikian juga memiliki komponen dunia lain (mendalam), seperti yang diungkapkan dalam Pancasila undang-undang utama, khususnya Keyakinan pada Tuhan Yang Tak Tertandingi.Dilihat dari UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berbeda dari segi agama, UU No.  1 Tahun 1974 tidak mengakui adanya rukun perkawinan. Ada yang mengatakan bahwa kondisi adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan hukum. Sebelum perkawinan dapat dilangsungkan, segala syarat sah yang harus dipenuhi disebut syarat-syarat perkawinan.  UU Perkawinan telah banyak merinci syarat-syarat perkawinan. Nampaknya UUP hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan syarat-syarat perkawinan Pasal 6 menemukan ayat-ayat pernikahan berikut:

 1) Perkawinan harus atas persetujuan kedua mempelai. 

2) Seseorang yang berusia di bawah 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya untuk menikah. 

3) Jika salah satu orang tua telah meninggal dunia atau tidak dapat mengungkapkan wasiatnya, cukuplah izin yang diuraikan dalam ayat (2) pasal ini. 

4) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak dapat mengungkapkan wasiatnya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan baik.

 6) Kecuali ditentukan lain, ketentuan yang disebut dalam ayat 1 sampai dengan 5 pasal ini berlaku bagi hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Selain itu, ada persyaratan yang lebih spesifik dalam pasal 7 mengenai calon mempelai, undang-undang menetapkan bahwa calon suami harus berusia minimal 19 tahun dan calon mempelai harus berusia minimal 16 tahun.

C. Pentingnya Pencatatan Perkawinan Serta Dampak Jika Pernikahan Tidak Dicatatkan

Ketika seseorang menikah di Indonesia, mereka diharuskan untuk mengajukan akta nikah.  Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan jelas menunjukkan hal itu.  Setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam ketentuan ini.  Selain itu, Mahkamah Konstitusi mengamanatkan pencatatan perkawinan untuk kepentingan administratif.  Walaupun masyarakat Indonesia telah menikah secara sah menurut agama atau kepercayaannya, namun kesadaran untuk mencatatkan perkawinannya masih kurang. Hal ini terlihat dari keganjilan yang terjadi di mata publik dimana mereka seringkali membayangkan bahwa hubungan yang sah menurut agama sudah cukup tanpa wajib militer.  Sejauh yang mereka ketahui, pernikahan mereka sangat penting. Sudut pandang ini dapat ditemukan di masyarakat kelas atas dan kelas bawah. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan kelas bawah dan kelas atas tidak menyadari perlunya mendaftarkan pernikahan mereka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengkategorikan konstruksi sosial perkawinan di luar nikah menjadi tiga kategori yang berbeda:

1. Hubungan yang tidak terdaftar (hubungan siri) bersifat licik sebagai "hubungan kontrak".  Wanita lokal dan warga negara asing sering menikah dengan cara ini.

2. Perkawinan yang tidak memiliki akses ke layanan publik dan karenanya tidak terdaftar.

3. Perkawinan yang tidak tercatat hanya dimaksudkan untuk memuaskan hasrat seksual.

Di negara-negara yang perkawinannya tidak tercatat, perkawinan yang dicatatkan ternyata mempunyai akibat hukum yang berbeda-beda bila dicermati secara lebih mendalam.  Anak merupakan salah satu akibat hukum yang paling menonjol. Nyatanya, masih banyak anak yang lahir dari perkawinan di luar nikah yang mengalami diskriminasi dalam hal pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak, termasuk hubungan dalam hukum keluarga. Hak anak untuk layanan sosial dan pendidikan juga akan bervariasi. Fakta bahwa anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat akan menerima akta kelahiran meskipun mereka tidak menikah adalah satu lagi pembeda yang signifikan. Selain itu, hak waris dapat mengakibatkan akibat hukum tambahan.  Masalah dapat muncul tidak hanya dengan hak waris anak, tetapi juga dengan hak waris pasangan jika perkawinan mereka tidak dicatatkan. Jadi jika pernikahan tidak di catatkan maka pengaruhnya akan berimbas pada wanita sebagai istri dan anak yang lebih di rugikan di sini adalah wanita karna nanti jika bercerai dia tidak ada mendapatkan harta gonogini serta anaknya tidak akan mendapatkan warisan.

a. Sosiologi

Pernikahan yang tidak di catatkan akan menjadi dampak buruk bagi kelangsungan hidup sang istri dan anak di masyarakat pun pernikahan yang tidak di catatkan akan mendapatkan penyuluhan agar pernikahan yang tidak di catat akan di nasehat supaya di catatkan. Kelangsungan anak saat dia lahir pun akan menjadi sulut jika ingin  mendapatkan akta kelahiran.

b. Religious

Menurut Pasal 6 KHI, setiap Muslim wajib mencatatkan perkawinannya di catatan sipil untuk menjaga prinsip mitsaqan ghalidzan, yang dituangkan dalam Pasal 2 KHI, dan untuk mencapai tujuan Islam yang termasuk dalam Pasal 5 yang dilakukan untuk kemaslahatan ummat.

c. Yuridis

Timbul pertanyaan mengingat ketentuan hukum, realitas masyarakat, dan akibat hukum tidak dicatatnya perkawinan: Seberapa pentingnya pencatatan perkawinan?  Apakah pencatatan perkawinan menetapkan legalitas perkawinan?  Isu-isu ini harus diangkat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pencatatan perkawinan.

D. Pendapat Ulama Dan KHI Tentang Perkawinan Wanita Hamil

Pendapat pertama Imam Hanafi masih terdapat perbedaan pendapat, antara lain:

Pernikahan adalah sah terlepas dari apakah pria itu hamil.  Namun, harus dengan laki-laki yang sedang hamil dan tidak dapat diperoleh sampai laki-laki tersebut melahirkan. Selama Anda melahirkan, Anda bisa menikah dengan orang lain. Jika Anda suci dan belum melalui siklus menstruasi Anda, menikah dapat diterima.  Namun, Anda tidak dapat dikumpulkan sampai Anda melewati masa istibro Anda.

Penilaian ke dua dari Imam Maliki dan Imam Ahmad canister Hambal, bahwa pernikahannya tidak sah kecuali dengan orang yang menghamilinya dan ini harus memenuhi keadaan, yaitu dia harus menebusnya terlebih dahulu.

Penilaian ketiga dari Imam Syafi'i lebih longgar.  Ini tidak berarti bahwa perzinahan diperbolehkan.  Karena perzinahan adalah dosa, itu adalah anggapan yang salah.  "Tidak boleh satu orang mencuri buah dari satu pohon," kata Imam Syafi'i.  Setelah dia beli pohonnya, apakah buahnya masih haram atau halal?  Itu diperbolehkan.  Sebelum menikah, itu tidak sah, dan kemudian menjadi sah. Tetapi agar tidak ada kebingungan, mana yang lebih dulu, bebas dari murka Tuhan atau bebas dari dosa perzinahan?  Tidak dari perspektif hukum itu. Dilihat dari sudut pandang ini, seorang wanita yang melakukan perselingkuhan tidak memiliki iddah, namun jika dia menikah, pernikahannya masih kuat.

Peneliti Hanabilah menilai bahwa adalah melawan hukum melawan hukum untuk menikahi seorang wanita yang diketahui telah melakukan perselingkuhan, baik dengan seorang pria yang tidak melakukan perselingkuhan, terutama dengan seorang pria yang melakukan perselingkuhan, kecuali jika wanita tersebut telah memuaskan pihak yang menyertainya.  dua keadaan: Pertama, dia telah menyelesaikan masa iddahnya.  Rahimnya melahirkan iddahnya jika dia hamil.  Akad nikah kedua batal demi hukum jika yang pertama ditandatangani pada saat yang pertama hamil.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang wanita yang hamil di luar nikah dapat menikah dengan pria yang menghamilinya tanpa harus menunggu kelahiran anak.

E. Solusi Menghindari Perceraian

Ada beberapa pengaturan yang dapat membantu menghindari  perceraian, yaitu:

1. Mibatkan pasangan anda sebelum memutuskan untuk bercerai, usahakan untuk berbicara dengan pasangan Anda. Terkadang, komunikasi yang lebih baik dapat memecahkan masalah. 

2. Konseling pasangan yaitu dengan menerapi pasangan dapat membantu anda memperbaiki masalah dan menghasilkan solusi yang lebih baik jika anda dan pasangan masih saling mencintai dan ingin memperbaiki hubungan. Konseling keluarga: Terapi keluarga dapat membantu anda dan keluarga mengatasi trauma dan stres akibat perceraian. Setelah perceraian, itu juga dapat membantu anda meningkatkan hubungan anda.

3. Mediasi juga dapat membantu anda dan pasangan anda mencapai pemahaman yang baik tentang pelepasan harta benda dan pengasuhan anak. Ketidaksepakatan dan konflik di masa depan dapat dikurangi sebagai akibat dari hal ini.

4. Advokat: Sangat penting untuk memiliki advokat yang andal jika anda memutuskan untuk bercerai. Mereka dapat membantu anda memahami hak-hak anda dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dengan pasangan anda.

5. Lebih baik menyiapkan ekonomi untuk pernikahan dan menjaganya tetap stabil setelahnya.  karena kesulitan ekonomi sering mengakibatkan perceraian. Setidaknya kita bisa mengurangi perselisihan rumah tangga dan mencegah para suami yang tidak bertanggung jawab karena tidak menafkahi istrinya dengan ekonomi yang stabil.

6. Pertahankan jalur komunikasi yang terbuka antara suami dan istri. Meskipun jalur komunikasi terbuka sangat penting untuk hubungan apa pun, kesalahpahaman sering kali menimbulkan pertengkaran dan ketidaksepakatan.  Melalui komunikasi, suami istri dapat saling mengenal dan terhindar dari kecurigaan yang dapat menimbulkan konflik.

7.Saling menepati janji. Dalam sebuah pernikahan, komitmen juga sangat penting. Hal ini disebabkan karena putusnya komitmen dari pihak istri atau suami seringkali dapat mengakibatkan perceraian, seperti adanya pihak ketiga yang sangat besar, yang membuka pintu bagi pertengkaran yang berujung pada perceraian.

F. Buku yang kita review

Buku yang saya review berjudul Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, yang di tulis oleh Dr. H. Kumedi Ja'far, S. Ag., M. H.

Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia memiliki keunggulan sebagai berikut:

Karena susunan yang benar, daftar isi buku ini sangat jelas sehingga memudahkan pembaca untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Sumber dan data yang berkaitan dengan buku ini juga sangat jelas, dan penulis sengaja mencantumkan artikel tentang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No.  1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN, Penulis juga memberikan penjelasan tentang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN dan menuliskan biografi singkat di bagian belakang buku ini agar para pembaca mengetahui peraturan-peraturan tersebut.

 Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia memiliki kekurangan sebagai berikut:

Masih ada kalimat dalam buku ini yang tidak bisa dibaca karena memiliki simbol [].  Menurut saya buku ini masih rumit karena masih banyak penjelasan yang panjang tentang maksudnya.  Buku ini juga memiliki halaman kosong tanpa tulisan apapun, yang dapat membuat jumlah halaman terlihat lebih banyak dan kurang rapi. Sampul buku juga sederhana dan tidak menarik sehingga mengurangi minat pembaca terhadapnya. Buku ini juga jarang ditemukan di toko buku dan toko online seperti Shopee sehingga orang mungkin mengalami kesulitan menemukan buku cetakan pertama, komposisi referensi dalam buku ini judul rujukannya ada yang tidak ditulis miring, menurut saya masih kurang rapi.

Inspirasi yang saya dapat setelah membaca buku ini adalah ternyata perkawinan itu terdapat peraturan yang mengaitkan dengan agama tidak serta merta terfokus pada hukum negara saja. Di dalam buku ini saya bisa tau bahwa pentingnya menaati prosedur dalam perkawinan pasalnya sudah ada aturan yang mengikat di dalamnya, pernikahan itu juga harus di catatkan karena itu penting untuk kelangsungan berikutnya.

Di buat oleh: 

Nama: SILVIA AYU ARTIKA

NIM: 212121033

Kelas: HKI 4A

Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam Di Indonesia

Dibuat guna memenuhi tugas UTS Hukum Perdata Islam Di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun