Bagaimana mungkin penjaja koran sepertiku tidak tahu, berita tewasnya supir truk perempuan, sebab kecelakaan pasca mengantarkan barang ke pasar induk? saat dini hari, sebulan yang lalu. Bagaimana mungkin aku sebegitu kejam, berprasangka tentang apa yang ia kerjakan setiap malam? Bagaimana mungkin aku tidak pernah menyadari betapa tegar dan kuat hatinya, untuk tidak menangisi kehidupan ini. Semua telah selesai, ketakutan-ketakutan itu tidak ada lagi, seperti kata ibu.
"Kita sudah bertemu ibu Dik,"
"Sungguh? di mana kak?" mata Riuh membulat, berharap aku berkata yang sebenarnya.
"Kau lihat purnama itu Dik? Itu adalah ibu kita. Di rembang malam, di antara awan-awan lamur dan langit pekat hitam. Ibu sudah menjadi bulan di sana."
Riuh tersenyum menilik bulan. Aku memicingkan mata, menyilakan angin yang berdesir halus, menyibakkan rambut kusutku, menjamah hatiku, meninggalkan aroma perih. Tak lagi kupikirkan besok akan seperti apa, aku hanya ingin menghayati sinar ibu, begitu lembut dan damai memeluk kami berdua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H