Kesalahan berikutnya juga adalah, dalam kontrak kerja tidak dituangkan batas waktu kedaluwarsanya kontrak kerja dan pekerjaan yang perjanjikan.
Di sinilah kesannya tidak adil, karena user atau kantor bisa sewaktu-waktu memberhentikan karyawan secara sepihak. Hal ini sebenarnya bisa berdampak tuntutan hukum karena adanya ketidakpastian hukum dalam kontrak kerja.
Oleh karenanya, mencantumkan periode batas waktu pekerjaan yang diperjanjikan, batas waktu pembaharuan kontrak kerja haruslah jelas.
4. Tidak mencantumkan syarat pembatalan kontrak kerja
Kesalahan lainnya adalah, dalam dokumen kontrak kerja tidak mencantumkan syarat pembatalan kontrak kerja.
Ini pihak user atau kantor bisa kena tuntutan hukum, ketika membatalkan kontrak kerja tapi dibatalkan secara sepihak.
Oleh karenanya, syarat batalnya kontrak kerja harus dituangkan, seperti, adanya pelanggaran hukum oleh karyawan misalnya, oleh sebab penilaian kinerja yang tidak bagus misalnya, dan sebagainya.
5. Pekerjaan karyawan disamarkan sebagai kontrak berkala
Kerap juga kontrak kerja berumur pendek, dan pekerjaan karyawan yang diperjanjikan berumur pendek, tiga bulan, enam bulan, atau setahun.
Jelas ini tidak efektif, dan kesannya meng-outsourcing-kan karyawan. Lebih baik dibuat jelas saja, ada batas waktu periode yang ditentukan dengan pasti, seperti tiga tahun atau lima tahun. Setelahnya mau evaluasi lagi atau tidak, tinggal pihak user atau kantor penentunya.
6. Tidak membuat kontrak sesuai ketentuan hukum
Ya, banyak user atau kantor yang terkesan abai terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan hubungan kerja. Atau pura-pura enggak paham. Padahal paham.
Hal tersebut seperti misal, terkait upah minimum, jam kerja, atau hak-hak karyawan lainnya, termasuk juga sanksi hukum bagi karyawan, denda, atau tuntutan dari karyawan.