Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko, Politikus, Parpol, dan Terdegradasinya Politik yang Beretika-Beradab

6 Maret 2021   19:25 Diperbarui: 6 Maret 2021   19:30 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pecahnya Parpol dengan membuat Parpol tandingan merupakan keniscayaan dalam politik, ini karena para elite politik akan selalu berupaya merebut jabatan tertinggi dalam Parpol dan berupaya dengan segala cara dalam menyingkirkan lawan-lawannya.

Terkait dengan beretika dan tidak beretikanya serta beradab dan tidak beradabnya kancah perpolitikan di negeri ini, maka inilah sejatinya yang harus diperbaiki.

Sebab, bila bercermin dari sikap para politikus makin kekinian, maka merupakan gambaran nyata, bahwa etika dan adab politiknya memang mulai atau mungkin justru sudah luntur dan jatuh terdegradasi ke dalam jurang yang paling dalam.

Sejatinya politik yang beretika adalah politik beradab dengan tujuan mulia untuk mencapai tujuan bersama dalam berbangsa dan bernegara.

Namun terkadang hanya karena perbedaan pandangan politik, kepentingan, dan ambisi kekuasaan, entah secara sadar ataupun tidak disadari, para politikus justru sudah tak lagi gaduh dengan politik yang beretika dan beradab ini.

Semakin kekinian, ternyata para politikus justru semakin tidak mampu memberi tatanan dan edukasi kehidupan politik yang bermartabat. Ambisi meraih kekuasaan menyebabkan para politisi semakin lupa diri terhadap makna jiwa politik yang sejati.

Gerakan politiknya kerapkali hanyalah merupakan strategi negosiasi dan transaksi demi kekuasaan, dan bagi-bagi jabatan, pragmatis dengan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan yang harus direbut dengan segala cara, bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama dalam berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

Berlaku kelihatan menghindar tapi ternyata justru mendekat dan menjilat, ini karena moralnya hanya berorientasi untuk merengkuh kekuasaan, sehingga jadi tidaklah mengherankan bila kemunafikan yang tak beretika dan tak beradab jadi dagelan dan tontonan politik yang sangat mengenaskan dan sama sekali tidak mengedukasi publik.

Padahal sejatinya, politik itu haruslah berjiwa, pengabdiannya haruslah berkiblat kepada rakyat, bukan politik yang selalu identik dengan menghamba pada kekuasaan.

Politik dinasti, dualisme partai, pecah kongsi yang dimainkan para elite pemerintahan dan para elite politik semakin mewarnai panggung politik Indonesia.

Sehingga tersebutlah ungkapan, bahwa dalam politik itu tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi demi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun