Di tingkat atas partai-partai politik, ada pula tokoh Baperki yang menjadi pimpinan PKI, seperti Liem Koen Seng dan Njoo King Ming.
Soekarno mencanangkan dasar persatuan politik dengan konsepsi Nasakom -- nasionalis, Agama dan Komunis. Semua partai politik dan ormas dimandatkan oleh Soekarno untuk me-Nasakom-kan jajaran pimpinannya, Baperki memilih Partindo sebagai komponen Nasionalis.
Hubungan Siauw dengan para tokoh Partindo dekat. Beberapa tokoh Partindo seperti Werdojo dan Soenito masuk dalam jajaran pimpinan Baperki. Sebaliknya Siauw mendorong dua tokoh Baperki untuk aktif di Partindo bahkan menjadi wakil-wakil ketua di dalamnya, yaitu Oei Tjoe Tat dan Phoa Thoan Hian.
Oei dan Phoa dipercaya Siauw untuk bisa membawa aspirasi Baperki di dalam Partindo, "anak emas" Soekarno, yang pengaruhnya semakin kuat dalam percaturan politik. Pada zaman Demokrasi Terpimpin, Partindo merupakan satu di antara 9 partai yang resmi berdiri. Â Beberapa tokoh Partindo diangkat menjadi menteri-menteri di kabinet Soekarno, Armunanto, Astrawinata, Sutomo dan Oei Tjoe Tat.
Pada tingkat organisasi pemuda dan pelajar, banyak siswa Baperki masuk pula dalam organisasi-organisasi nasional. Ada yang menjadi pimpinan pusat. Njoo Tik Tjiong menjadi sek-jen Perhimi (Perhimpunan mahasiswa Indonesia) dan pada waktu bersamaan juga menjadi sek-jen PPMI (Persatuan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia); Phang Tjiang Hien menjadi sek-jen IPPI (Ikatan Pemuda pelajar Indonesia); Â Lay Oen Kui, menjadi salah satu tokoh Dewan Nasional Pemuda Rakyat; Tjia Sin Tjoei, menjadi salah satu wakil ketua pusat CGMI (Central Gerakan Mahasiswa Indonesia).
Siauw berharap partisipasi dan peran penting para kader Baperki di berbagai organisasi nasional bisa mempercepat diterimanya konsepsi integrasi wajar sehingga rasisme terkikis habis dari kancah politik nasional.
Pasca Gerakan 30 September - 1965
Perkembangan yang digambarkan di atas secara drastik terhenti ketika peta politik Indonesia berubah, akibat G30S pada 1 Oktober 1965.
Dalam sekejap mata, kekuatan politik beralih ke tangan rezim militer yang dipimpin oleh Soeharto. Kekuasaan Soekarno dan kelompok kiri dihancurkan dalam waktu beberapa bulan saja.Â
Sejak Maret 1966, Jendral Soeharto didukung oleh kekuatan militer dan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, berkuasa mutlak di Indonesia. Di bawah pimpinannya, ratusan ribu hingga 1 juta orang yang tidak bersalah dibunuh; ratusan ribu orang yang tidak bersalah dijadikan tahanan politik; dan jutaan orang yang tidak bersalah dipersekusi. Â Pelanggaran HAM dilaksanakan secara sistematik oleh negara.
Ribuan pimpinan Baperki, termasuk Siauw Giok Tjhan, Oei Tjoe Tat, Lie Tjwan Sien, Go Tjoe Nio dan Phoa Thoan Hian meringkuk dalam tahanan hingga 1978. Dari mereka yang ditahan, hanya Oei Tjoe Tat yang diadili. Banyak pula yang menjadi korban pembunuhan massal dan pembuangan di Pulau Buru.