Akan tetapi pada tahun 60-an berkembanglah dua kubu di dalam tubuh Sin Ming Hui. Kubu Khoe Woen Sioe dan kubu Phoa Thoan Hian. Hingga 1963, posisi ketua dipegang oleh kubu Khoe.
Keadaan ini kemudian berubah. Kelompok Baperki dalam Sin Ming Hui menjadi lebih dominan pada 1963. Â Ini menyebabkan Phoa Thoan Hian, pada usia 36, terpilih sebagai ketua, mengalahkan Padmosumasto yang didukung oleh Khoe Woen Sioe.
Phoa menjadi ketua Sin Ming Hui hingga perubahan cuaca politik yang drastik pasca G30S 1965. Padmosumasto menggantikan Phoa setelah Phoa masuk dalam penjara sebagai tahanan politik pada 1966.
Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia)Â
Baperki didirikan pada 13 Maret 1954 di gedung Sin Ming Hui, untuk melawan arus politik yang ingin meng-asingkan sebanyak mungkin Tionghoa yang sudah menjadi WNI dan melawan diskriminasi rasial.
Ada 44 orang yang hadir dalam acara pembentukan ini. Banyak tokoh Sin Ming Hui hadir, termasuk Phoa. Â Yang terpilih sebagai ketua umum, sebagai calon tunggal, adalah Siauw Giok Tjhan. Oei Tjoe Tat, yang pada waktu itu menjadi ketua Sin Ming Hui, dan Yap Thiam Hien, seorang pengurus Sin Ming Hui, terpilih sebagai dua wakil Ketua.
Walaupun Phoa baru berusia 27 tahun, dan termuda dalam acara pembentukan tersebut, ia diangkat sebagai salah satu anggota Dewan Harian Pengurus Baperki.
Ada tiga hal utama yang harus dihadapi oleh Baperki sejak ia didirikan pada 1954.
Hal pertama berkaitan dengan Kewarganegaraan Indonesia. Pada 1953 dan 1954, beberapa tokoh pemerintah dipimpin oleh menteri luar negeri Sunario mengeluarkan RUU (Rancangan Undang-Undang) kewarganegaraan baru yang ingin membatalkan UU Kewarganegaraan 1946. Bilamana RUU ini berhasil dijadikan UU, semua WNI Tionghoa kehilangan kewargangeraannya. RUU Ini berhasil digagalkan oleh Baperki.
Hal yang kedua berkaitan dengan Pemilihan Umum 1955. Baperki memutuskan untuk ikut pemilu, menjamin perwakilan komunitas Tionghoa diisi oleh para tokoh yang memiliki komitmen untuk memperbaiki status hukum dan ekonomi Tionghoa. Baperki berpendapat wakil-wakil Tionghoa dari partai-partai politik akan dipaksa untuk memprioritaskan agenda politik partai-partai tersebut. Â Ini, menurut Baperki, merugikan komunitas Tionghoa.
Phoa masuk dalam tim eksekutif Baperki. Salah satu tugas utamanya adalah menggalang dukungan luas untuk memenangkan Baperki dalam pemilihan umum pertama pada 1955.Â