Mohon tunggu...
Siauw Tiong Djin
Siauw Tiong Djin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Politik Indonesia

Siauw Tiong Djin adalah pemerhati politik Indonesia. Ia bermukim di Melbourne, Australia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Latar Belakang Kewarganegaraan Indonesia

2 September 2021   10:27 Diperbarui: 3 September 2021   03:47 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari keempat tokoh Tionghoa tersebut, hanya Tan Ling Djie dan Siauw Giok Tjhan yang menjadi anggota KNIP dan BP KNIP. Mereka berdua turut merumuskan UU Kewarganegaraan Indonesia yang disahkan pada 10 April 1946.

UU tersebut menyatakan bahwa semua orang yang lahir di Indonesia adalah warga negara Indonesia kecuali mereka menolak kewarganegaraan Indonesia. Waktu yang diberikan untuk memutuskan ini asalnya dua tahun tetapi kemudian diperpanjang hingga 31 Desember 1951.

Pada tanggal ini, ada sekitar 200 ribu Tionghoa secara resmi menolak kewarganegaraan Indonesia. Ini berarti, sebagian terbesar komunitas Tionghoa secara hukum menjadi WNI.

Perkembangan politik ternyata mengubah jalur keberhasilan yang dicapai ini.

Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terkonsolidasi pada 1949, Indonesia masuk dalam zaman Demokrasi Parlementer, di mana pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen. Ini berlangsung hingga 1959, ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit-nya yang mengukuhkan kembali UUD 45.

Perdana Menteri dan para menteri berasal dari parlemen. Para anggota parlemen memiliki pengaruh besar dalam mendukung atau menolak berbagai kebijakan pemerintah. Setiap RUU (Rancangan UU) Peraturan Pemerintah diperdebatkan di parlemen dan harus diratifikasi atau disetujui olehnya. Pemerintah bisa dijatuhkan oleh parlemen.

Dari ke empat tokoh Tionghoa tersebut di atas, hanya Siauw yang duduk di parlemen sebagai anggota tidak berpartai dan mewakili komunitas Tionghoa. Pada 1950, Ia berhasil membentuk dan mengetuai sebuah fraksi yang cukup berpengaruh di parlemen yaitu Fraksi Nasional Progresif.

Fraksi ini beranggotakan partai-partai nasionalis, di antaranya Murba, PIR, PRN, Akoma, SKI dan para tokoh tidak berpartai lainnya, di antaranya Moh Yamin, Iwa Kusuma Sumantri. Banyak dari anggota fraksi ini menjadi menteri-menteri di berbagai kabinet pemerintah.

Pada zaman ini, banyak kabinet hanya bisa bertahan sekitar 12 bulan. Jatuh bangunnya pemerintah menyebabkan jumlah partai politik dan tokoh politik yang memiliki kepentingan untuk berkuasa meningkat pesat. Ini membangkitkan hasrat untuk mengumpulkan dana baik untuk partai politik maupun untuk kepentingan pribadi para tokoh tersebut.

Jalan yang ditempuh adalah mendobrak dominasi dunia perdagangan yang sudah bergenerasi berada di tangan pedagang-pedagang Tionghoa, terutama dalam bidang ekspor/impor, transportasi, penggilingan padi, distribusi dan retail.

Keluarlah berbagai RUU dan PP yang didesain untuk melarang Tionghoa berkecimpung di dalam bidang-bidang tersebut dan menggantikannya dengan pedagang-pedagang pribumi yang pada zaman itu dinamakan "asli".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun