Ini Senin, 28 April 2024 pukul 8.52. Aku sedang menunggu bel istirahat yang harusnya berbunyi sebentar lagi. Kriiiiing! Nah kan, benar saja. Akhirnya aku bebas dari pelajaran sejarah yang membosankan ini. Setelah pak Doni memberi ijin untuk bubar, aku pun segera bangkit berdiri dan pandanganku tertuju pada satu orang, Ella. Dia adalah teman baikku dan kita selalu pergi kemana-mana bersama.
"El, mau ke kantin sekarang?" Aku bertanya. Ini adalah rutinitas kami berdua tiap istirahat, jajan di kantin, mengobrol sambil makan, lalu kembali ke kelas.
"Boleh, yuk! Tapi aku ke toilet dulu, ya bentar." Balas Ella. Aku mengangguk dan kemudian mulai berjalan menuju ke kantin. Seperti biasa, suasana di kantin sangat ramai. Banyak murid yang duduk sambil makan dan mengobrol, tapi ada juga yang datang untuk melakukan "sesuatu" seperti di kalangan perempuan, banyak yang ke kantin untuk gosip. Dan untuk laki-laki mereka biasa ngobrol-ngobrol sambil tertawa terbahak-bahak atau main game bersama. Yah, namanya juga laki-laki.
"Pesan satu indomie kuah, bi.." Ucap ku.
"Siap." Balas bibi kantin. Aku berpaling dan mataku mulai memindai seluruh kantin untuk mencari sebuah tempat duduk yang kosong. Ketemu! Aku langsung meletakkan bukuku di meja supaya mejanya tidak direbut murid yang lain.
"Ella, indomie kuahnya sudah jadi." Ujar bibi kantin kepadaku. Aku pun bergegas kesana. Aroma indomie yang kupesan mulai tercium.
"Terima kasih, bi.. indomie bibi emang top, deh! Wangi banget!" Ucapku dengan senyuman yang lebar setelah menyentuh mangkok panas yang berisi indomie kuah. Wanginya sangat menggoda.. aku yakin dalam hitungan detik, semuanya pasti sudah habis dilahap olehku.Â
Tanpa menunggu lama, aku berjalan menuju ke meja yang sudah kududuki tadi sambil membawa mangkok berisi indomie dengan hati-hati. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang semakin lama rasanya semakin kencang. Tunggu dulu, jangan bilang kalau-
Gubrak! Aduh! Rasanya kayak habis dihantam oleh sesuatu yang besar dan berat. Tubuhku rasanya sakit dan ngilu sekali. Aku meringis kesakitan "Shh.. aduhh".
"Aduduh, eh sori. Ga sengaja." Ucap siswa yang katanya tidak sengaja menabrakku. Dia langsung bangun dan lari ke arah temannya. Woi! Apa-apaan itu?! Tadinya aku mau menceramahinya dengan dongeng indah, tapi kok tiba-tiba keringatku wangi indomie begini...?
Hah, ini sih bukan keringat tapi kuah indomieku! Yang bener aja! Mamaaa aku malu banget, seisi kantin matanya tertuju kepadaku. Kalo boleh jujur, ini jauh lebih parah dibanding dongeng pak Doni.
"Lho? Chelsea?! Kamu kenapa?"
Aku menengok ke belakang, rupanya itu Ella, penyelamat hidupkuu..
"Ellaaa... itu tadi si Randy parah banget, masa dia nabrak aku terus engga gantiin indomieku yang dia tumpahin." Rengekku ke Ella.Â
"Haduuuh, bener-bener deh tu anak." Balasnya sambil menepuk dahi. "Udah deh, mending kamu minta seragam ganti di UKS, Chel. Nanti bisa masuk angin, lho." Ujar Ella kepadaku.
Kriiing! Bel masuk kelas sudah berbunyi. Aku segera mengancing semua kancing yang ada. "Terima kasih suster, saya ijin masuk kelas yaa.. nanti seragamnya saya kembalikan besok" ucapku sebelum keluar dari UKS. Hadeh, si Randy nih ya, aku juga jadi ga sempet makan. Kurang ajar banget. Amarahku semakin meluap. Kejadian tadi masih menempel dan terekam jelas di otakku. Semakin aku memikirkannya, semakin besar juga rasa kesalku ke Randy. Dia sudah merusak moodku yang tadinya sudah membaik karena indomie bibi kantin. Eh, tapi bukan waktunya mikirin itu. Aku harus bergegas masuk kelas-
Yah, balik lagi ke pelajaran sejarah. Setelah pak Doni selesai bercerita dan pergi ke kelas lain, aku pun merenggangkan tubuhku sedikit. "Hoaaahmm".
"Eh, eh, dompet gw gaada! Ada yang liat ga?" Ucap Randy yang kelihatan panik. Dompetnya Randy hilang? HAHAHA, diam-diam aku tersenyum puas. Rasain tuh karma.
"Woi, Cil. Lu ya yang ngambil dompet gw pas tadi di kantin?" Ucap Randy kepadaku dengan nada yang kasar. Hah? Yang bener aja! Padahal dia yang mendorongku, mana sempet aku ngambil dompet dia pas jatuh.
"Apa-apaan sih, orang tadi lu yang nabrak gw. Ga gantiin indomie gw yang tumpah pula. Udah gitu sekarang malah nuduh gw? Trus juga nama gw CHELSEA."
"Ih, parah banget si, lu. Balikin dompet gw! Orang lu tadi senyam-senyum!" Desaknya.
"Loh, apaan sih? Nih ya Ran, lo yang jelas-jelas nabrak gw pas lagi bawa indomie. Mana bisa gw ambil dompet lo." Bantahku.
Tiba-tiba guru fisikaku datang "Ada apa ribut-ribut?" Tanya bu Elisabeth dengan nada yang cukup mengintimidasi. Mateng, tadi bu Elisabeth denger ga ya aku ngomong "gw"? Biarpun beliau guru fisika, tapi beliau tuh tegas banget soal bahasa. Randy menjawab "ini bu, si Chelsea ngambil dompet saya dan tidak mau ngaku."
Hah? Yang bener aja?! Ini cowok kenapa si?
"Loh, tidak bu. Bukan begitu-" Aku berusaha menjelaskan tapi bu Elisabeth sudah terlanjur marah dan ia menyuruhku untuk keliling lapangan 10×
Tentu saja, sebagai murid aku tidak punya pilihan lain. Bu Elisabeth tidak mau mendengar ceritaku, jadi apa boleh buat. Ini semua karena si Randy, gajelas banget, deh. Hari ini jadi hancur gara-gara dia. Aku begitu kesal sampai aku tanpa sadar mengacak-acak rambutku sendiri sebelum kemudian menghela napas. Sehabis aku berkeliling lapangan 10× aku pun jalan balik ke kelas meski sambil terengah-engah dan ternyata pelajaran terakhir sudah selesai. Beberapa murid bahkan sudah pulang.Â
Aku pun duduk sebentar untuk mengatur napas. Ella tiba-tiba datang dan berkata "Chel, kamu gapapa? Tadi ternyata dompet Randy keselip di tasnya."
Tuhkan! Bener-bener deh tu cowok. Ga tahu diri banget, ga minta maaf lagi. "Aku gapapa, kok El."
"Ohh, yaudah aku duluan ya.. udah dijemput soalnya" Balas Ella. Aku melambaikan tanganku ke arahnya.
"Eh, eh, kok muka lu merah gitu sih Cil?" Ledek Randy. Serius? Jelas-jelas karena kamu, malah nanya. "Berisik. Lagian ini semua gara-gara lo." Balasku. Aku sudah tidak tahan, jadi aku langsung menyambar pergi dari hadapan si Randy.
Tahun demi tahun berlalu, sekarang Rabu, 2 Oktober 2024 pukul 17.35. Aku kerja di sebuah perusahaan besar sebagai asisten CEO dan guess what? Randy juga kerja di perusahaan yang sama kayak aku. Tapi plot twistnya lagi, kita sekarang malah jadi temen akrab. Yah, kadang kita makan siang bareng, saling ngechat, dll. "Iya Ran, nanti meetingnya jam 2 ya. Tolong ingetin yang lain."
"Okee, bos" balas Randy.
Pas awal-awal aku ketemu dia di kantor aku kaget banget sih, tapi terus aku memberaniin diri buat nanya "Ran, lo waktu itu ada masalah apa sih sama gw?" Dan tau gak dia jawab apa?
"Hah? Masalah apaan?"
"OH! Gw inget, deh. Waktu itu yang lo ngambil dompet gw kan?" Ujar Randy, meminta konfirmasi. Aku berdekhem "oh iya, yang lo bikin gw harus lari 10× di lapangan padahal dompet lo di tas lo sendiri, gajelas banget lo."
Dia tertawa "habis, waktu itu kalo ga salah, gw habis diputusin sama si Ella."
"Apa hubungannya coba? Hah, Ella? Lo pacaran sama Ella?" Aku tidak percaya dengan ucapannya.
"Dih, ga percaya." Ucap Randy dengan wajah yang ngeselin.
"Trus lo seenaknya ngelampiasin amarah lo ke gw, gitu?" Tanyaku dengan nada yang meninggi.
"Ya maaf, kan dulu gw baru mengenal yang namanya cinta." Jawabnya dengan volume suara yang lebih kecil.
Awalnya aku kesel banget sih. Orang yang mutusin dia orang lain, kok malah dia marah ke aku. Kan bukan urusanku, ya. Tapi, lama-lama rasanya Randy udah berubah, deh. Kalau Randy yang dulu cuman bisa ngomel-ngomel ga jelas, Randy yang ini sudah jauh lebih baik, disiplin, tahu etika, dll. Makanya kita jadi sering hangout bareng. Yah uda lah ya? Yang namanya masa lalu ya gausah di bawa-bawa lagi. Tapi, dari pengalaman ini aku jadi belajar sesuatu, sih. Kalau yang namanya manusia itu pasti bisa berubah, jadi aku ga seharusnya nge-judge orang lain. Apalagi benci/dendam sama mereka cuman karena 1 kejadian doang. Yah, meski kelakuannya Randy sulit untuk dimaafkan tapi itu jadi pembelajaran bagus lah buat kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H