Ia percaya setiap individu memiliki cahaya penuntun batin yang unik, suara hati yang memberitahu kita ke mana harus pergi. Emerson memandang suara hati sebagai percikan Ilahi atau "jiwa yang berlebihan", yang mewakili Tuhan di dalam diri kita. Baginya, kemandirian berarti mengutamakan bimbingan batin dibandingkan pendapat orang lain. Setiap individu memiliki pengalaman unik yang hanya dapat dipahami sepenuhnya oleh mereka sendiri karena rencana Ilahi dirancang secara unik untuk kehidupan setiap orang.
Percayalah pada dirimu sendiri; setiap hati bergetar pada tali besi itu. Terimalah tempat yang telah ditemukan oleh pemeliharaan Ilahi bagi Anda, masyarakat sezaman Anda, hubungkan berbagai peristiwa.
Â
Seperti Scopenhauer, Emerson percaya bahwa opini masyarakat sering kali berubah-ubah dan dibentuk oleh faktor-faktor yang dangkal, sehingga membuat opini tersebut tidak dapat dipercaya. "Mereka 'dipasang dan dilepas sesuai arah angin bertiup dan arah surat kabar'," tulisnya. "Daripada diombang-ambingkan oleh pendapat orang lain yang sering kali tidak berdasar, dangkal, dan hanya semntara, lebih baik dikembangkan kekuatan batin dan kepercayaan pada suara  diri sendiri. Kita harus mengatasi opini publik. Biarkan orang lain menjadi domba."
Friedrich Nietzsche: Jalan Memahami dan Menempa Diri
Filsuf lain, seorang pengagum Emerson, yang juga menghargai keaslian dan tidak menyukai mentalitas kawanan, adalah Friedrich Nietzsche. Gagasan Nietzsche tentang "overman" atau bermensch mendorong kita untuk melampaui keadaan biasa-biasa saja dan menciptakan nilai-nilai kita sendiri. Manusia yang berlebihan melepaskan diri dari standar masyarakat, moralitas konvensional, dan mentalitas kelompok.
Dalam Thus Spoke Zarathustra, Nietzsche membandingkan umat manusia dengan seutas tali yang direntangkan melintasi jurang maut---perlintasan berbahaya dari binatang menuju manusia. Perjalanan ini membutuhkan keberanian, pengatasan diri, dan pelepasan dari kenyamanan yang membuat kita terikat pada konformitas. Seperti domba peliharaan, masyarakat cenderung berpegang teguh pada keselamatan, konsumerisme, dan cita-cita kelompok yang menghalangi individu untuk unggul dan menjadi diri mereka sendiri.
Seperti yang telah diprediksi Nietzsche, banyak orang saat ini telah berubah menjadi apa yang disebutnya "orang-orang terakhir". Mereka hanya sibuk mencari kesenangan jangka pendek dan hidup mereka tidak berarti apa-apa. Di zaman kita, orang-orang sepertinya hidup di bawah kendali korporasi, yang memberi tahu mereka apa yang harus disukai dan dikonsumsi, sehingga membuat banyak individu merasa hampa.
Obat untuk kekosongan ini adalah dengan mengonsumsi lebih banyak. Menurut Nietzsche, untuk mencegah nihilisme, seseorang harus melepaskan diri dari kawanan dan menempa jalan yang terus-menerus menuntut pengatasan diri, jalan autentik dari manusia yang berlebihan. Perjalanan ini adalah proses yang tak pernah berakhir untuk menjadi lebih dari sekadar manusia biasa.
Tentu saja, seperti halnya siapa pun yang berani tampil berbeda, seseorang akan menerima cemoohan, kemarahan, rasa kasihan, penghinaan, dan disalahpahami. Namun, sebagaimana juga ditunjukkan oleh para filsuf seperti Epictetus dan Schopenhauer, semua itu adalah harga yang harus dibayar untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
--- Â
Shyants Eleftheria, libertas cogitationis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H