Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kapan Lagi Kesempatan Ini Datang

6 Oktober 2024   17:24 Diperbarui: 13 Oktober 2024   08:32 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terkait gaji dan tunjangan, nanti bagian HRD yang akan menghubungimu. Ada pertanyaan?"

Aku tidak bisa bertanya apa pun. Lidahku terasa kelu karena terlalu bahagia. Akhirnya, ini dia, duniaku yang sesungguhnya. Dunia kerja yang selalu kubayangkan. Walaupun, sebelum itu, sebelum pukul dua siang tadi, aku—dengan setelan jas dan dasi rapi, layaknya seorang profesional di bidang hukum—berdiri menghadapi seorang pria paruh baya yang duduk gelisah di ruang tunggu.

Pria itu mengangkat wajahnya. Rambutnya mulai menipis di bagian depan, dan ada garis-garis lelah di wajahnya. Ketika aku menghampirinya dengan langkah tegap dan penuh wibawa, dia menatapku dengan harapan yang tersisa. Pak Haris, begitu nama yang tertulis di catatan wawancaranya, menunggu kesempatan yang sudah dinantikannya berbulan-bulan.

“Maaf, Pak, sayangnya posisi yang Bapak inginkan sudah terisi, dan tidak ada lagi sesi wawancara selanjutnya. Jadi, saya sebagai manager perekrutan yang mengambil keputusan di sini, meminta Bapak untuk memahami sesuai apa yang saya informasikan. 

Pria itu menggeliat, terkejut. Matanya berkedip-kedip, seolah-olah tidak percaya pada apa yang barusan dia dengar dari mulutku. Dia mulai memohon, suaranya sedikit bergetar. Dia mengatakan sudah menunggu berminggu-minggu untuk kesempatan ini. Meski harus menjemput anaknya pukul setengah tiga nanti, tetapi masih ingin berusaha mencari sedikit celah agar bisa mendapatkan kesempatan yang dia idam-idamkan.

Aku tidak peduli. Ini bukan perihal kemampuan atau kelayakan lagi, tetapi soal kesempatan.  Kapan lagi kesempatan ini datang. Dengan dingin aku memintanya untuk meninggalkan ruang tunggu dan tidak ada lagi negosiasi. 

Akhirnya, aku mendorong tubuhnya, memaksanya keluar dari ruangan. Tubuhnya sedikit terseret oleh tanganku yang kuat. Matanya menatapku dengan kebingungan, lalu menyerah pada kenyataan. Pria itu akhirnya pergi. Barangkali hatinya benar-benar hancur karena mimpinya terkubur di balik kemejanya yang basah oleh keringat dan kecewa. 

Dan, sekarang  aku berdiri, dengan senyum kecil yang tersungging. 

--- 

Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun