"Saya cuma mau minta maaf, tentang malam kemarin. Saya yakin kamu masih ingat wajah saya. Saya mabuk di pesta bujangan teman. Dan saya, saya sangat minta maaf kalau ada hal yang saya katakan atau lakukan yang tidak pantas."
Dia menggoyang-goyangkan kepalanya, seakan-akan mencoba meyakinkanku betapa tulusnya dia sekarang.
"Bu Irena tidak tahu apa-apa soal ini, jadi tolong, jangan buat ini menjadi besar. Beliau punya kesan bagus tentangmu, sayangnya, ada satu kandidat lain dengan pengalaman hukum yang lebih banyak. Saya harap, kamu bisa tetap tenang dan semoga segalanya berjalan lancar. Nah, silakan ke ruang tunggu, Saudara Jamal Safrudin."
Sial, jadi begini akhirnya? Ada kandidat lain lagi? Aku cuma bisa diam, menahan kekesalan. Lantas, apa gunanya aku menunggu sekarang?Â
Aku pergi ke ruang tunggu seperti yang Baskara itu minta. Ada seorang pria lain yang duduk di sana—tampaknya kandidat lain. Wajahnya tegang, matanya tidak berhenti melirik jam dinding. Mungkin, baginya pula, ini kesempatan yang tidak boleh terlewatkan.
Jam di dinding menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh menit. Baskara akhirnya muncul lagi di ruang tunggu, kali ini tampak lebih tenang. Dia menatap jam tangannya dan mendekatiku. "Bu Irena sudah menunggu di ruangannya. Ayo, waktumu sekarang."
Aku menarik napas panjang, menyiapkan diriku untuk putaran terakhir yang mungkin menentukan nasib.
"Apa? Kandidat satunya sudah pergi? Menjemput anak, ya? Oke, terima kasih." Bu Irena berbicara di telepon, suaranya agak terkejut. Aku tidak tahu siapa di ujung sana, dan jujur saja, aku tak peduli.
Wanita itu  menutup teleponnya, lalu menatapku. Senyumnya kali ini terasa lebih lega.
"Baik, Saudara Jamal Safrudin," katanya sambil melipat tangan di meja. "Kamu sebenarnya bukan tipe kandidat yang biasanya kami pekerjakan untuk posisi ini. Namun, saya bisa merasakan sesuatu bahwa kamu seorang yang jujur dan pekerja keras. Jadi, anggaplah ini sebagai tawaran lisan, selamat bergabung." Â
Tuhan! Aku hanya bisa mengangguk, mencoba menyembunyikan keterkejutan yang seperti hendak meledak di dalam tubuhku.Â