Aku terbelalak. Tulangku gemetar dahsyat dan denyut jantungku melonjak cepat ketika aku melihat Emily tidur dengan mata terbuka. Pergelangan kirinya mengucurkan darah, sementara tangan kanannya memegang pecahan kaca. Seprai yang menyelimuti kasur pun telah penuh dengan noda merah. Aku menutup mulutku dan tidak percaya dengan pemandangan mengerikan di hadapanku.
Ketika aku berlari ke luar hendak mencari bantuan, David dan Dokter Haris sudah ada di depan pintu. Aku langsung memeluk David dan menangis sejadi-jadinya.
"Kamu kenapa?" tanya David seraya mengusap-usap lembut punggungku.
"Emily. Dia ...."
Dokter Haris bergegas masuk ke kamar Emily seakan-akan hendak memastikan apa yang terjadi di dalam. Aku dan David bergerak menyusulnya.
Namun, aku makin terperanjat dan terperangah. Tempat tidur itu telah kosong dan Emily tidak ada di sana. Bahkan, darah yang menempel di atas seprai pun juga lenyap.
"Aku melihatnya tadi. Sumpah, aku melihatnya!"
David dan Dokter Haris berpandangan. Sesaat kemudian, secara bersamaan, mereka berdua menatapku dengan tatapan aneh dan mimik wajah yang ganjil.
---
Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H