Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Eksperimen Tanpa Akhir

11 Agustus 2024   05:55 Diperbarui: 16 Agustus 2024   02:40 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi eksperimen tanpa akhir | Sumber gambar: Pixabay/sabrinabelle

"Dokter pasti tahu kalau aku pasien normal, kan?"

Dokter Haris mundur menghindariku. Staf perawat di ruangan Dokter Haris menarik tubuhku, menjauhkanku dari dokter spesialis kejiwaan itu, tetapi aku menepisnya. Mungkin ada kekhawatiran kalau-kalau aku tidak bisa mengendalikan gerakan tubuhku karena sedang mengalami kebingungan dan kegelisahan yang hebat.

Ketakutanku tinggal selamanya di rumah sakit jiwa ini kupikir sangat beralasan. Saat awal, David, tunanganku yang seorang psikiater, mencetuskan ide konyolnya agar aku bersedia menjadi salah satu sukarelawannya untuk melakukan semacam eksperimen gilanya, aku bahkan sempat ragu dan menolaknya.

Apakah ada jaminan diagnosis psikiatri ini tidak memengaruhi kesehatan kejiwaanku ke depan? Terlebih-lebih, aku tidak pernah mengalami penyakit mental sebelumnya, tetapi harus memalsukan identitasku serta memanipulasi gejala-gejala medisku dengan berbohong bahwa aku mengidap skizofrenia.

Namun, David meyakinkanku bahwa apa yang dilakukannya ini bukanlah sebuah penipuan. Dia hanya ingin melihat dampak secara nyata, bagaimana eksperimen ini mampu mempercepat gerakan untuk mereformasi institusi mental. Dia pun mengatakan kalau proses dan hasil eksperimen ini bisa menjadi terobosan baru bagiku di dunia penulisan, sebab akan ada cerita atau jurnal luar biasa yang bisa kutulis dan itu akan tercatat dalam sejarah.

"Theri, kamu cukup berada di rumah sakit selama beberapa waktu saja. Aku akan terus memantaumu, jadi jangan khawatir. Cara agar eksperimen ini berhasil, kamu harus menerima fakta bahwa aku benar. Biarkan saja mereka di sana mengatakan kamu sakit jiwa, tetapi itu tidak akan berpengaruh terhadapmu. Percayalah, kamu akan baik-baik saja."

Kenyataannya, sampai pada hari kedua puluh lima bertahan di rumah sakit ini, aku tidak menjumpai diriku baik-baik saja. Andaikan selanjutnya aku tidak berjumpa dengan seorang gadis berambut merah saat semua pasien dikumpulkan ke satu ruangan besar untuk metode relaksasi, mungkin aku akan menyerah dan menganggap eksperimen David merupakan ide terburuk dari semua ide buruk yang pernah ada.

Gadis berambut merah itu bernama Emily, berusia tiga tahun di bawahku. Dia orang pertama di rumah sakit ini yang memberikan pengakuan mengejutkan.

"Sebenarnya, kami tahu kamu berbeda. Kamu tidak gila," katanya. Nah!

Emily menjadi satu-satunya penghuni rumah sakit yang mampu mengimbangi pikiran-pikiran normalku. Meski dia mengatakan perihal depresi dan rencana bunuh dirinya ketika kutanyakan mengapa dia ada di sini, aku meyakini bahwa Emily hanya terjebak pada distorsi kepercayaan diri, bukan gila, dan dia jelas membutuhkan teman secara wajar.

Aku pernah menyaksikan bagaimana Emily tertawa bahagia ketika mengejar kupu-kupu di taman belakang gedung atau ketika mengelus-elus kucing kampung yang kerap berkeliaran di dalam rumah sakit atau ketika memetik bunga dan menciuminya berkali-kali. Hal-hal itu menandakan bahwa dia sebenarnya memang mengharapkan interaksi sosial yang nyata, yang mungkin tidak pernah dia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun