Ayah pergi membawa kemarahannya meninggalkan aku dan Ibu. Hujan makin deras, petir menyambar. Aku tersedu-sedu di kamar, memikirkan Marcus, tentang kesalahannya dan mengapa Ayah membencinya, hingga kelopak mataku menutup karena lelah.
Beranjak subuh, tanah menjadi lembek dan becek. Pepohonan pun basah. Siput berjalan pelan karena memanggul berat rumahnya.Â
Mata Ibu sembab dan bengkak. Ayah belum pulang. Sekarang, apa pun yang terjadi, aku telah memutuskan untuk tidak bisa lagi memercayai Marcus menjadi sahabatku.Â
---Â
-Shyants Eleftheria, Life is A Journey-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H