Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku Pikir Kau Sahabatku yang Baik

14 Oktober 2023   14:46 Diperbarui: 17 Oktober 2023   00:30 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kaca jendela pecah. (Sumber gambar pixabay.com)

Aku tahu Marcus marah, tetapi kubiarkan saja. Semoga saja kemarahannya tidak berlangsung lama dan mungkin besok dia akan mendekatiku lagi. Tahu-tahu langit mendung, maka secepatnya aku pulang.

Ibu telah menyiapkan sup ayam hangat untuk menu makan malam kami. Sayangnya, aku tidak bernafsu makan. Sup itu kuaduk-aduk saja di dalam mangkuk. Aku teringat Marcus. Di luar mulai hujan. Apakah dia masih ingin memecahkan jendela Nyonya Mirna? 

Di meja makan, Ayah mengatakan sesuatu kepada Ibu. 

"Aku yakin, kali ini Ramos telah menyuruh orang menebarkan hama di kebun apel kita. Selama ini ladang kita baik-baik saja. Mungkin itu caranya membuat kita gagal panen. Jahat sekali. Tidak, aku tidak sebodoh yang dia kira. Aku tidak seperti orang-orang yang dikelabuinya, menjual tanah dengan harga murah. Aku tidak akan menjual ladang warisanku. Jika dia terus-menerus menerorku, aku akan menendang bokong keparat itu!"

Aku terperanjat karena Ayah menyebut-nyebut nama Ayahnya Marcus. Tiba-tiba, Ayah mengagetkanku dengan pertanyaannya. 

"Kau masih bermain bersama Marcus? Jauhi dia, Gustam! Ayah tidak ingin kau menjadi orang jahat kelak."

Aku ingin sekali meneriakkan satu hal kepada Ayah kalau Marcus tidak jahat, dia hanya butuh teman. Namun, percumalah. Ayah tidak akan mendengarkanku. Lebih baik aku bermain-main dengan sup tanpa memakannya sesendok pun. Sialnya, Ibu justru memarahiku.

"Jangan menyia-nyiakan makanan, Gustam. Cepat habiskan!"

PRAAANK!!! Mendadak bunyi kaca pecah dari arah ruang tamu mengagetkan kami. Sepertinya, seseorang melemparinya. Suara anjing menggonggong dan melolong tiada henti. Ayah bangkit menuju ruang tamu.

"HEI! SIAPA YANG MEMECAHKAN KACA JENDELA RUMAHKU?"

Ayah kembali ke meja makan, menunjukkan sebongkah batu kepada aku dan Ibu. Aku menunduk dan menduga-duga itu perbuatan Marcus. Bisa saja karena Marcus ingin melampiaskan emosinya sore tadi kepadaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun