"Gustam, kau tahu sesuatu yang Ayah tidak tahu?"
Tangan kekar Ayah mendongakkan kepalaku. Aku terkesiap dan memalingkan pandanganku ke bawah. Ayah berang, wajahnya garang
"Gustam! Tatap mata Ayah kalau Ayah berbicara! Kau dengar!"
Ayah memukul kepalaku, menampar wajahku. Aku lantas melihatnya dengan rasa takut. Ibu berusaha menenangkan Ayah, tetapi Ayah mendorongnya hingga jatuh.
"Katakan siapa yang memecahkan jendela kita!"
Kali ini tamparan Ayah lebih keras. Dia menamparku lagi seraya mendengkus kencang. Rambutku dijambak dan kepalaku diayun-ayunkannya.
"Katakan, Gustam!"
Aku tidak tahan lagi untuk tidak menjawabnya. "Itu bukan Marcus, Ayah!"
"Bukan Marcus? Kau berani berbohong sekarang!"
Ayah menyeretku dari kursi makan, lalu membawaku ke kamar. Ibu berusaha menarik tangan Ayah, tetapi Ayah sudah seperti singa beringas.
"Dengar, Maria! Jangan kau tutup-tutupi kesalahan anakmu kalau tidak ingin kukirimkan kau pulang ke rumah orang tuamu. Sekarang, Marcus ingusan itu akan melihat apa yang akan aku lakukan dengannya!"