Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku Pikir Kau Sahabatku yang Baik

14 Oktober 2023   14:46 Diperbarui: 17 Oktober 2023   00:30 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengeluarkan sepeda dari gudang saat Ibu menyapu daun-daun kering akasia di pekarangan rumah.

Batang-batang lidinya sudah memendek karena telah patah-patah sehingga mengharuskan Ibu menggerakkannya dengan tubuh membungkuk. Begitu melihatku, dia menegakkan badannya dan menghentikan aktivitasnya seketika. 

"Mau ke mana, Gustam? Pergi dengan Marcus lagi?"

Berbeda dengan Ayah, Ibu memang tidak pernah melarangku bermain bersama Marcus. Ibu juga tidak pernah mengatakan hal yang buruk tentang sahabatku itu. Hanya, Ibu seringkali mengingatkanku agar aku berhati-hati memilih teman---itu saja. 

"Pulanglah sebelum gelap. Nanti malam Ayah pulang dan kita makan bersama. Tolong, jangan buat Ayah marah." 

Aku mengangguk. Sekadar meyakinkan Ibu bahwa aku akan pulang secepatnya, termasuk berusaha untuk tidak membuat Ayah marah meski tidak bisa kupastikan juga.

Sinar matahari sudah mulai meredup, tetapi sore masih terang. Aku buru-buru mengayuh sepeda. Tadi, sepulang sekolah, Marcus memintaku untuk datang ke rumahnya. Dia mau mengajakku ke bukit di sebelah utara untuk memetik jambu air.

Bukit itu, kata Marcus, sudah menjadi milik pamannya. Rencananya, kata Marcus lagi, pamannya akan membangun vila di sana. Aku senang mendengarnya. Siapa tahu nanti Marcus akan mengajakku menginap di vila pamannya itu. 

Aku pernah melihat pamannya Marcus dan baru ingat kalau Ayah pernah mendapatkan bingkisan makanan serta amplop darinya. Kata Ayah, pamannya Marcus orang partai. 

Dulu, katanya Ayah juga, pamannya Marcus pernah berjanji ingin mengubah kehidupan orang-orang di kota kecil kami supaya hidup lebih sejahtera---itu kalau dia terpilih duduk sebagai anggota dewan. Sekarang, pamannya Marcus sudah menjadi pejabat. Kaya-raya pula. Tapi kehidupan orang-orang masih begitu-begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun